Sepenggal Pengalaman Hidup TKW

Bismillah,

Senangnya hati dapat menginjakkan kaki lagi di negeriku tercinta, Indonesia. Gembira di dada semakin membuncah karena episode baruku diawali dengan umrah bersama dengan orang-orang tercinta dan keluarga besarku, alhamdulillah yaa Rabb.

Tiga hari setelah meninggalkan negeri gajah putih, aku dan keluargaku bertolak ke Jazirah Arab, tempat semua nabi diturunkan. Rute pertama tujuan kami adalah Dubai, negeri yang kaya raya.

Setelah selesai pemeriksaan paspor di bagian imigrasi, kami berjalan menuju pintu (gate) yang dituju. Semakin dekat langkahku menuju pintu masuk ruang tunggu, semakin banyak terlihat sekumpulan wanita muda berkerudung duduk-duduk di lantai. Ya, tentu mereka sudah tak asing lagi kita ketahui. Mereka tak lain dan tak bukan adalah TKW (tenaga kerja wanita) yang siap mengabdikan dirinya berjuang mencari nafkah, mengais rejeki di negeri orang meninggalkan keluarga yang dicintai di tanah air.

Pemandangan ini memang bukan kali pertama, namun setiap kali aku melihat mereka selalu saja ada rasa iba menyapa relung hati. Entahlah, apakah aku yang terlalu berlebihan atau memang sudah selayaknya demikian. Atau mungkinkah ini salah satu dampak dari banyaknya berita suram yang sering aku dengar dan baca dari media massa tentang nasib mereka yang berakhir dengan cacat tubuh akibat siksaan atau pulang kampung hanya tinggal nama?

Aku menuruni tangga menuju musholla di ruang bawah untuk sholat ashar. Dua wanita berwajah polos yang telah usai mengerjakan sholat ashar tersenyum dan menyapaku. “Umroh ya Bu?”, sahut mereka berbarengan. “Iya Mbak”, jawabku. Tanpa membuang kesempatan aku langsung bertanya beberapa hal kepada mereka.

Di ruang tunggu tepat di belakangku, duduk beberapa orang TKW. Hanya sesekali terdengar obrolan dan canda tawa mereka namun sebagian besar lebih memilih berdiam diri saja. Aku mafhum akan kekhawatiran mereka tentang nasib yang tak menentu menanti di depan mata. Bagaimanakah perangai dan watak majikannya kelak? Rasa penasaranku akhirnya terobati setelah berhasil mengajak mereka untuk bercerita.

Aku ikut senang mendengar cerita yang menggembirakan dari mereka. Sebut saja Mbak Siti yang ternyata sudah dua kali jadi TKW. Ia merasa bersyukur mendapatkan majikan yang baik. Ia diperbolehkan umroh setelah delapan bulan bekerja di Saudi.

Begitu juga dengan cerita Mbak Onah (bukan nama sebenarnya). Ia bahkan sudah empat kali bekerja sebagai TKW. Dalam satu rumah ada beberapa keluarga, untunglah ia bekerja dengan beberapa TKW lain bahu membahu mengurusi berbagai hal. Mulai dari urusan cuci, masak, dan semua urusan rumah tangga lainnya sampai mengurusi bayi dan lansia. Ckckck…..aku kagum mendengarnya. Butuh tenaga yang ektra kuat.

Merekalah pahlawan devisa, ajung jempol buat mereka. Tak mudah untuk mempersiapkan diri lahir-batin menghadapi tantangan yang besar di seberang sana dengan status yang banyak dipandang miring oleh banyak orang. Bagiku selalu saja ada rasa tak rela melepas seorang wanita tanpa muhrim pergi merantau jauh dari kasih sayang orang tua atau belaian suami (jika sudah berkeluarga) dalam waktu yang tidak sebentar.

Dari Ibnu Abbas r.a beliau berkata : ….”Seorang laki-laki berdiri lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya istri saya pergi haji, padahal saya ikut dalam sebuah peperangan.” Maka Rasulullah menjawab, “Berangkatlah untuk berhaji dengan istrimu.” Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim.

Semoga ALLOH SWT selalu melindungi kalian, saudari-saudariku seiman. Semoga tak ada lagi cerita suram tentangmu. Semoga hatimu mendapatkan kegembiraan secerah hatiku yang berbunga-bunga dalam perjalanan umroh ini, inshaALLOH.

Wallohua’lam bishshowaab.
(mkd/bintaro/16.07.2010)