Mutiara Kehidupan Bernama Al Qur'an

Dua rangkaian acara bertemakan Al Quran, telah mengisi hari-hari saya di sepuluh pertama Bulan Suci Ramadhan tahun ini. Acara pertama adalah bedah buku berjudul “Berbagi Pengalaman Menjadi Hafidz Al Qur’an” yang dilangsungkan pada hari Ahad dan acara kedua adalah mendengarkan lantunan bacaan para penghafal Al Qur’an (Tasmi’) bertemakan “Sehari Bersama Al Qur’an” yang dilangsungkan hari Selasa, bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Indonesia ke-65 lalu.

Acara tersebut membawa saya pada kenangan ketika dulu pertama kali berinteraksi dengan Al Quran di kampus. Semangat untuk memperbaiki bacaan Al Quran dan menghafalnya demikian menggumpal dan meluap-luap. Kursus singkat memperbagus membaca Al Quran (Tahsin) yang digelar setiap Ramadhan oleh Organisasi Masjid Kampus, selalu saya ikuti. Halaqoh Quran sebagai menjadi wadah yang cukup membantu untuk memperbagus kualitas bacaan dan meningkatkan hafalan Al Quran pun saya hadiri dengan rajin. Hingga akhirnya, Alhamdulillah, saya bisa membaca Al Quran dengan lancar dan mampu menghafalkan beberapa bagian (kecil) dari Al Quran.

Kini saya merasakan, rentang waktu yang cukup panjang berlalu begitu saja. Sejak penempatan kerja pasca kuliah, kemudian berpindah-pindah tugas dari daerah satu ke daerah lain hingga terdampar kembali ke Jakarta ini, saya tidak pernah lagi belajar dengan cara langsung kepada orang yang mendengar dan memperbaiki (men-talaqqi) bacaan Al Quran.

Dalam forum yang mulia itu, saya diingatkan bahwa ternyata saya tidak boleh cukup puas dengan bacaan yang sudah saya miliki. Jika selama ini tidak pernah di-talaqqi oleh orang yang kompeten (bersanad kepada bacaan Rasulullah Saw), boleh jadi masih banyak bacaan Al Quran saya yang salah. Saya pun mengakui hal itu dan betapa sulit meluangkan waktu untuk khusus belajar baca Al quran kepada Ahlinya. Di tengah kesadaran yang muncul perlahan-lahan dari hati terdalam, saya membatin, Ya Allah masih bisakah saya belajar Al Quran secara benar kepada ahlinya sebagaimana Rasulullah Saw berguru dihadapan Jibril? Saat ini saya sedang sibuk-sibuknya berpacu dengan tuntutan kehidupan dunia tidak seperti dulu ketika lajang atau masih kuliah. Dan saat ini adalah saat-saat dimana himpitan ekonomi begitu menghebat dan semua orang berfokus ke arah sana. Masih bisakah?

Masih bisa dan Tidak ada kata terlambat. Demikian saya menegaskan pada diri sendiri setelah mendengar kisah-kisah para penghafal Al Quran yang luar biasa. Mereka yang sudah lanjut pun mampu belajar dan memperbaiki bacaan Al Quran, dan sebagian mereka berhasil menjadi penghafal Al Quran. Apalagi yang lebih muda seperti saya. Rangkaian testimoni dalam acara itu menegaskan bahwa ternyata Al Quran mudah dipelajari oleh siapa saja, termasuk mereka yang lanjut, yang sibuk, atau yang awam sama sekali. Al Quran hanya sulit dipelajari oleh mereka yang belum bisa meninggalkan paradigma bahwa belajar Al Quran itu susah, tidak ada waktu atau sibuk, atau merasa terlambat belajar Al Quran. Mereka yang pesimis boleh jadi akan berkata, “Hari gene baru belajar Al Quran, terlambat kalee!”
***
Entah kenapa, dalam momen itu saya selalu terbayang dengan bocah-bocah palestina yang meskipun lemah secara fisik, tetapi menjadi target penyerbuan tentara Zionis Israel. Tentara Zionis itu ibarat tentara fir’aun yang khawatir dengan orang yang akan menumbangkan kekuasaannya, lantas membunuhi setiap bayi laki-laki yang lahir di penjuru negeri. Bahkan bocah-bocah itu menjadi alasan mereka untuk bertindak secara membabi buta karena mereka tidak mampu mengidentifikasi sasaran satu persatu, jiwa per jiwa. Bocah-bocah yang diburu itu tentu memiliki hal yang sangat luar biasa. Siapa mereka itu? Mereka adalah para penghafal (hafidz) Al Quran yang ditaksir berjumlah ribuan dan boleh jadi akan selalu bertambah setiap tahun. Nuansa jihad dan kerasnya hidup, mengajarkan mereka untuk tidak meninggalkan bahkan justru menjadikannya sebagai kekuatan dalam rangka menghadapi ujian sehebat apapun, yaitu Al Quran.

Subhanallah. Rasanya saya tidak perlu menimbang-nimbang tentang uraian pentingnya Al Quran dan mempelajarinya sebagaimana diungkap panjang lebar oleh pembicara di forum itu. Cukuplah respon dan tindakan tentara zionis itu menjadi bukti bahwa menjadi Ahlul Quran (pencinta Al Quran) adalah hal yang sangat dibenci oleh mereka. Dan tentu saja, hal yang dibenci mereka adalah sesuatu yang SANGAT LUAR BIASA. Ya, Umat Islam akan kuat dan memiliki izzah dihadapan musuh Allah SWT jika menjadikan Al Quran sebagai mutiara dan permata kehidupan, referensi pemikiran dan tindakan, kesenangan, obat, penghibur dikala susah, penstabil jiwa manakala ditimpa mihnah, bahan kajian yang tidak pernah usang, pelepas dahaga ilmu, dan manfaat lain yang luar biasa.

Terima kasih ya Allah saya diingatkan kembali dengan pentingnya Al Quran setelah sekian lama tidak menyibukinya. Bimbinglah hamba-Mu ini agar menjadi Ahlul Quran. Amin. Waallahua’lam Bishshawaab. ([email protected])