Mendahulukan Kewajiban

Suatu hari, ketika saya sedang berada di Bandung, selepas pulang dari rumah salah seorang teman, saya naik angkot jurusan Cimahi – Stasiun Bandung. Sepanjang perjalanan, hanya ada 2 orang penumpang, yakni saya yang duduk di depan, dan 1 orang lagi yang duduk di belakang. Tidak lama kemudian, penumpang yang duduk di belakang turun, dan tinggallah saya seorang diri.

Tidak lama kemudian, sang sopir bertanya, "Turun di mana?" Lalu saya jawab bahwa saya akan turun di Stasiun. Sang sopir pun langsung memacu kendaraannya tanpa melalui jalur seharusnya, yakni melalui jalan lurus untuk mempersingkat jarak tempuh. Saya tidak mempermasalahkannya, karena otomatis akan mempercepat waktu tempuh dan saya bisa segera tiba di tempat tujuan.

Ketika tiba di Stasiun, sang sopir kembali bertanya, "Turunnya di sebelah mana?" Saya jawab bahwa saya akan turun di Stasiun Utara, Kebon Kawung. "Tujuannya ke mana? Mau ke Jakarta?" tanya sang sopir. Saya jawab bahwa saya tidak akan masuk Stasiun, tapi mau ke suatu tempat di depan stasiun. Dengan nada agak menyesal, sang sopir berkata, "Oh, gimana ya? Saya mau istirahat."

Saya terdiam sejenak. Sang sopir terlihat gelisah, mungkin merasa tidak enak karena tidak mengantarkan penumpangnya sampai tujuan atau mungkin karena sang sopir benar-benar mau istirahat. "Jam berapa sekarang?" tanya sang sopir. "15.30," jawab saya santai. Lalu sang sopir berkata dengan pelan dan hati-hati, "Gimana ya, saya mau shalat Ashar dulu." Sang sopir terlihat kikuk.

Mendengar perkataan sang sopir, saya pun tidak mempermasalahkannya. Lalu sang sopir menurunkan saya di tempat yang teduh, karena saat itu hujan sedang turun. Saya segera turun lalu membayar ongkos. Tidak seperti biasanya, saya hanya membayar ongkos sebagian saja. "Sisanya buat ongkos ke tujuan," kata sang sopir. Saya pun segera berganti angkot untuk menuju masjid besar yang berada tidak jaun dari Stasiun.

Saya salut dengan sang sopir tersebut, dimana ia lebih mendahulukan kewajiban kepada-Nya dengan tanpa mengesampingkan kewajiban terhadap penumpang yang harus ia layani. Ia berkata dengan hati-hati kepada penumpang, mungkin takut mengecewakan penumpang yang harus ia layani, karena kewajibannya adalah mengantarkan penumpang sampai tujuan. Sedangkan ia punya kewajiban yang lebih utama, yakni melaksanakan perintah-Nya pada waktu yang telah ditentukan.

http://alamaya.kotasantri.com