Terbelenggu Pikiran Buruk

Terbelenggu dunia memang melelahkan. Tetapi, terbelenggu pikiran buruk sendiri juga melelahkan sekaligus menyesakkan. Sungguh menyiksa. Seperti hidup memakan kotoran sendiri. Pantaslah tubuh dan hati tak sehat. Begitu lemah dan tak banyak bergerak.

Ketika berfikir buruk tentang diri sendiri, maka hanya pesimis dan rendah diri yang terjadi. Merasa tak ada kesempatan dan jalan di setiap masalah. Putus asa.

"Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang kafir". (Q.S. Yusuf : 87).

Aku tersentak dengan ayat Allah ini. Membuatku berusaha membuang segala putus asa dari kemurahan dan kebaikan Allah.
Sesaat.

Kemudian aku berfikir buruk tentang yang lain. Tentang orang lain. Bahwa mereka bersikap sengaja menyakitiku. Merendahkan aku. Atau berfikir mereka membanciku. Marah padaku dengan sifatku.

Duhai, banyak lah pikiran buruk itu bermunculan. Seperti rumput di musim hujan. Hampir tak terkendali tumbuhnya. Membuat pikiranku yang sempit ini sesak oleh pemikiran yang buruk dan berlebihan.

Lalu pikiran buruk terhadap rencana dan kehendak Allah padaku. Merasa begitu berat dengan keadaan yang terjadi padaku. Merasa rencana Allah bukan terbaik untukku. Padahal aku tahu, Allah sesuai prasangaka hambaNya.

Aku pun mencoba berprasangka baik kepada Allah. bahwa semua masalah ini membawa hikmah. Namun, pikiran yang terlanjur kotor ini tak mampu menolak pikiran buruk yang baru.

Bahwa aku tak disayang Allah, sehingga aku mendapat masalah ini dan itu. Aku tak pantas disayang karena terlalu hina dan lemah iman. Aku kembali berputus asa dari rahmat Allah…

Bahkan, aku melakukan perbuatan setan dengan pikiranku. Yaitu membanding-bandingkan. Antara diriku dan orang lain. Membandingkan tubuh, rezeki dan kemampuan diri dengan orang lain.

Kenapa mereka lebih baik dariku. Mengapa aku yang kekurangan. Dan pertanyaan tak terima yang lain. Sungguh sangat menyiksa diri, hati dan pikiran. Tak ada manfaat. Malah mendatangkan rendah diri dan kufur nikmat.

Belum lagi ketika aku bersama orang yang lebih rendah ibadahnya. Aku akan berfikir aku lebih baik dari dia. Aku sholat, sedang dia tidak. Aku puasa dan dia sama sekali tidak. Aku tak berghibah sedang dia berghibah. Aku bisa membaca Al-Quran dan dia tidak. Dan masih banyak lagi perbandingan yang membuat aku merasa lebih dari orang lain.

Pikiran buruk itu telah menjadi pohon rimbun di pikiranku. Sulit tercabut. Kalau pun aku sadar, aku hanya menebang ranting-rantingnya saja. Tak sanggup menebang batang yang besar. Apalagi hingga ke akarnya. Jika pun sanggup. Aku sendiri pula yang menebar bibit pikiran buruk pada tanah fikirku. Sehingga tersemai kembali pikiran negatif ku tentang diriku, orang lain dan Allah.

Tanpa kusadari, pikiran buruk itu berbuah penyakit hati. Ya, berbagai macam penyakit hati. Keluh kesah, putus asa, kufur nikmat, iri, sombong, dan ujub. Aku bahkan tak merasakannya. Tak tahu telah parah penyakit hatiku. Setiap hari, aku memetik buah itu. Menikmatinya. Seakan tak berdosa dengan kelakuan diri.

Padahal sungguh Allah maha halus terhadap apa yang kita pikirkan dan kita rasakan, "Sesungguhnya Allah Maha halus Maha teliti". (Luqman : 16).

Meskipun hanya selintas saja. Hanya sekejap saja. Ketika aku berfikir aku lebih menjaga hijab dari saudara wanitaku, ujubku kambuh. Ketika aku berfikir wanita itu sungguh sempurna tubuhnya, tanpa sadar aku telah iri.

Ketika aku merasa lebih baik begini tanpa merubah keadaan diri yang buruk, aku sedang putus asa. Juga pikiran-pikiran lain yang membuahkan sombong, egois dan keluh kesah.

Maka aku harus bunuh pohon besar pikiran buruk yang ada di diriku. Sebelum pikiran buruk menghancurkan aku tanpa ampun. Membuatku menyesal kelak di hari perhitungan. Aku harus memotong ranting-rantingnya setiap hari, sampai ia gersang. Mematahkan setiap ada yang mulai tumbuh kembali.

Membuang ranting-ranting pikiran buruk sejauh-jauhnya. Kemudian meracuni pohon pikiran buruk dengan keyakinan kepada Allah, ikhlas, syukur, ilmu dan ibadah. Tentulah dibarengi dengan doa. Memohon pertolongan Allah. Percaya bahwa pertolongan Allah akan datang kepadaku.

"Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat". (Al-Baqarah : 214).

Semoga waktu ini, Ramadhan nan mulia, aku bisa menebang habis pohon pikiran buruk. Mencabut hingga ke akar-akarnya.

Kemudian secepatnya menanam pikiran positif dan semangat ibadah serta beramal di tanah pikiran. Agar aku terbebas dari pikiran buruk. Tak lagi terbelenggu pikiran buruk ku.

Yogyakarta

14 Agustus 2011