Pengemis Itu….

Suatu hari yang cukup terik di pinggiran Mahakam. Saya terpaksa mengantri demi mendapatkan bahan bakar untuk roda dua kami. Sekarang memang mau apa – apa sepertinya harus ngantri, beli sayur, ngantri. Bayar listrik, ngantri. Belum lagi harga- harga yang selalu naik. Ya …., gitu deh ….

Sementara suami mengantri, saya menunggu di depan pom bensin. Karena terlalu terik dan tak ada tempat berlindung di dekat pom bensin ini, maka saya berjalan sedikit ke atas bukit kecil yang ada pohon beringinnya. Sempat saya keluarkan beberapa lembar uang untuk seorang pengemis yang kebetulan saya lewati, kemudian bergegas untuk berteduh. Alhamdulillah, sejuk sekali rasanya. Selain teduh dan semilir angin Mahakam yang mengalir deras di sini, lumayan, pengobat jenuh menunggu. Dari sini, saya dapat dengan jelas mengamati keadaan di sekeliling bukit. Termasuk aktifitas beberapa pengemis yang berseliweran di area pom bensin tersebut.

Mata saya kembali tertuju pada pengemis yang tadi saya beri rupiah. Lelaki, dengan baju yang sangat lusuh dan kaki yang (maaf, pincang sebelah), tangan kirinya menengadah sedangkan tangan yang lain memengang kantong plastik hitam yang entah apa isinya. Bila di perhatikan lebih jeli, dari wajahnya bisa terlihat kalo umurnya masih sangat muda. Menurut saya, mungkin tak lebih dari dua puluh lima tahun. Tertatih – tatih Ia menyeret kakinya berpindah dari satu motor ke motor yang lain. Berat nian nampaknya beban yang di rasanya. Apalagi dari beberapa orang yang di singgahinya, hanya beberapa saja yang nampak mengisi tangannya. Setelah berkeliling di antrian, pemuda itu langsung terduduk di pinggir trotoar. Di bukanya topi capingnya yang lusuh, lalu di kipas – kipaskannya ke wajahnya. “ Ya Allah, berilah kemudahan untuk pengemis itu dalam mengais rezekiMu…”, bisik saya dalam hati, terenyuh sekali rasanya. Benar – benar pemandangan yang membuat saya semakin bersyukur, atas segala kecukupan yang diberikan Allah pada kami.

Pastilah dalam benak mereka, tak ingin juga hidup sebagai pengemis. Keadaanlah yang akhirnya membuat mereka terpaksa menjalani profesi tersebut. Tapi inilah kehidupan. Allah yang Maha Berkuasa, sengaja menciptakan kita berbeda – beda. Di jadikannya si miskin agar bisa bersabar, dan di jadikanNya si kaya agar dapat lebih bersyukur padaNya.

Antrian masih panjang. Saya masih setia mengikuti gerak – gerik pengemis muda itu. Hampir lima menit berlalu. Matahari semakin tinggi dan sinarnya semakin terik. Tiba – tiba pengemis itu berdiri, dengan perjuangan yang nampaknya sangat melelahkan untuk sekedar berdiri. Perlahan, masih dengan tertatih – tatih ia menuju pinggir sungai di belakang pom bensin, berlindung di sebuah pokok pohon. Tapi dari atas bukit kecil ini, saya masih bisa melihat semua gerakannya. Setelah duduk di akar pohon, dibukanya topi capingnya. Lalu di keluarkannya sesuatu dari kantong plastic hitam yang sejak tadi di genggamnya. Ternyata selembar baju berwarna biru. Setelah berganti baju, lalu dilipatnya baju dan topi yang tadi di kenakannya dan di masukkannya ke dalam kantong plastik itu dan di selipkannya ke dalam baju yang dikenakannya.

Kemudian, sosok itu bangkit, setelah menoleh kiri-kanan, ia lalu melangkah keluar dari balik pohon itu. Nampaklah seorang pemuda yang gagah dan rapi. Badannya tegap dan jalannya lurus.
Ternyata, pengemis itu ….???

Subhanallah!
Hanya karena Allah yang Maha Berkehendak, saya dapat menyaksikan semua ‘sandiwara’ seorang pengemis muda tadi. Semuanya terjadi begitu cepat. Tak ada yang dapat saya lakukan, dan tak ada pula kata – kata yang terlontar. Hanya sebait doa yang terangkai dalam hati. “ Ya Allah, semoga, kejadian ini tidak mengurangi niat saya, untuk selalu mau berbagi dengan para pengemis…”. Insya Allah!.