Penjual Bubur Ayam dan Bubur Kacang Ijo

Aku sangat menyukai bubur ayam, baik bubur ayam Bandung ataupun bubur ayam Betawi. Dan favoritku adalah bubur ayam yang biasa mangkal di depan kantor. Saban pagi hari, aku akan mampir dulu ke sana untuk beli bubur ayam sebagai santap pagi.

Bubur ayam ini selalu ramai dikunjungi khalayak. Antriannya panjang, aku bisa menghabiskan waktu 15 menit untuk mendapatkan pesanan. Telat sedikit saja, aku harus menunggu sampai esok pagi. Kadang-kadang penjual bubur ayam tersebut juga menerima orderan yang sangat banyak. Pokoknya, penjual bubur ayam ini selalu kewalahan menghadapi pelanggannya. Sebenarnya, inilah yang membuat aku ingin mencoba bubur ayam ini ketika pertama kali ke sana, ya…antriannya itu! Itu kan tanda bubur ayamnya enak. Dan ternyata aku tidak salah pilih, bubur ayamnya memang lezat.

Di sebelah penjual bubur ayam ini, ada juga gerobak-gerobak lain, salah satunya adalah penjual bubur kacang ijo. Kontras sekali dengan tetangganya, gerobak bubur kacang ijo ini relatif sepi. Benar-benar beda!
Dan aku sangat takjub suatu kali. Ketika itu, aku sedang menunggu pesanan bubur ayamku. Si penjual bubur ayam saat itu benar-benar kewalahan. Orderannya benar-benar banyak. Ada yang minta dibungkus dan ada pula yang minta pesanan yang dimakan di tempat. Sementara itu, mangkoknya banyak yang belum tercuci.

Ketika itulah, sebuah bantuan datang. Si penjual bubur kacang ijo menawarkan beberapa mangkok kepada si penjual bubur ayam untuk dipakai. Tak hanya itu, dia pun lalu mencucikan mangkok-mangkok yang kotor. Tanpa diminta dan tanpa banyak bicara.

Pemandangan seperti itu ini tidak hanya terjadi satu dua kali saja. Setiap aku mampir ke sana dan penjual bubur ayam sedang kewalahan, penjual bubur kacang ijo selalu datang membantu. Dan ternyata, penjual bubur ayam mengakui bahwa tetangganya tersebut memang orang yang baik hati dan senang menolong. Ia tidak pernah menunjukkan kebencian ataupun persaingan yang tidak sehat walaupun mereka sama-sama menjual makanan untuk sarapan pagi.

Subhanallah, aku sungguh kagum dengan ketulusan melalui penjual bubur kacang itu. Ketulusan yang jarang sekali kutemui, apalagi di zaman sekarang yang penuh dengan persaingan. Pertolongan tanpa pamrih menjadi suatu barang langka yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang ikhlas. Kebanyakan orang akan menolong orang lain jika ada semacam simbiosis mutualisme alias untung sama untung. Malah ada juga yang hidup berdengki, yaitu tidak suka melihat orang lain bahagia. Mengutip kalimat-nya Aa Gym, dengki adalah susah melihat orang senang dan senang melihat orang susah.

* * *

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Anas bin Malik bercerita bahwa suatu hari ia duduk bersama Rasulullah saw. Lalu Rasulullah berkata, “Akan datang seorang ahli surga.” Tidak berapa lama, datanglah seorang laki-laki dengan membawa sandal di tangan kirinya dan jenggotnya terlihat basah terkena air wudhu.

Esok harinya Rasulullah SAW berkata seperti itu lagi dan masuk orang laki-laki yang sama. Pada hari yang ketiga, beliau juga berkata seperti itu dan masuk orang laki-laki yang sama. Ketika Nabi meninggalkan tempat kami duduk, Abdullah bin Amr mengikuti orang itu dan berkata padanya, ”Aku telah bertengkar dengan bapakku dan aku bersumpah untuk tidak pulang ke rumah selama tiga hari, maka kalau kamu izinkan aku untuk menginap di rumahmu selama tiga hari dan setelah itu aku pulang ke rumah.”

Orang itu berkata, ”Boleh”

Maka ia tinggal selama tiga hari di rumah orang itu dan ia tidak pernah melihat orang itu bangun tengah malam, kecuali sebelum ia tidur ia berdoa kepada Allah. Laki-laki itu tidak berbicara kecuali hal-hal yang baik saja. Setelah tiga hari berlalu, Abdullah bin Amr mengaku pada si pemilik rumah, ” Sesungguhnya aku tidak bertengkar dengan ayahku dan akupun tidak minggat dari rumah. Aku mendengar dari Rasulullah bahwa engkau adalah salah seorang dari ahli surga dan aku sangat ingin mengetahui apa yang telah engkau kerjakan sehingga kamu mendapatkan kemuliaan ini. Akan tetapi aku tidak melihat kamu banyak melakukan ibadah-ibadah. Apa sesungguhnya yang telah kamu kerjakan?”

Orang itu berkata, ” Tidak ada yang aku kerjakan selain apa yang telah kamu lihat. Ibadah yang aku kerjakan sebagaimana yang kamu lihat, akan tetapi sesungguhnya tidak ada dalam hatiku keinginan berbuat curang (kebencian) kepada orang-orang muslim atas apa yang telah Allah berikan terhadap mereka.”

Lalu Abdullah bin Amr berkata, ” Inilah perbuatan yang telah kamu lakukan dan kami tidak dapat melakukannya.”

Ya, dengki. Menjauhinya membawa keselamatan dunia akhirat dan mengkutinya adalah membawa kerugian dunia akhirat. Betapa tidak, seorang pendengki selalu resah akan kebaikan dan anugerah yang dinikmati oleh orang lain. Ia tak akan tenang sampai kenikmatan itu hilang dari orang lain. Dan ia tak akan rela melihat kebahagiaan orang lain.

Dengki bisa hadir di mana saja dan kapan saja. Ia bisa muncul di tengah-tengah keluarga sehingga anak yang satu menjadi benci terhadap saudaranya yang lain. Ia bisa menyeruak di sekolah sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat di antara pelajarnya. Ia pun bisa terbit di hati seorang tetangga sehingga menimbulkan rasa iri terhadap kekayaan tetangganya.

Dan Allah Maha Besar! Al-Quran pun menceritakan kisah-kisah tentang kedengkian masa lalu sebagai pelajaran untuk ummat masa sekarang. Diceritakan dalam berbagai surat, iblis tidak mau sujud kepada Adam karena merasa lebih baik dibanding Adam, lalu merasa dengki akan kenikmatan surga yang diperoleh Adam sehingga mengusahakan supaya Adam dan isterinya juga keluar dari surga. Kemudian ada pula kisah dua orang putra Adam, Habil dan Qabil. Karena dipicu oleh rasa dengki, Qabil akhirnya melakukan pembunuhan pertama terhadap saudara kandungnya sendiri di muka bumi ini. Dan ada pula kisah Yusuf as. yang dibuang saudara-saudaranya karena mereka dengki atas kasih sayang ayah mereka, Yaqub kepada Yusuf. Maka, tak berlebihan rasanya jika dengki dikatakan sebagai penyakit hati sejak zaman purbakala.

Dan hari ini, lewat penjual bubur ayam dan bubur kacang ijo itu, Allah untuk mengajarkanku untuk tulus dan tidak berhati dengki …

Asiyah Maryam <[email protected]>