Peran Najmuddin Ayyub atas Kepahlawanan Shalahuddin al Ayyubi

Lebih dari itu, berkat didikan ayahnya, menurut catatan Muhammad Ash-Shayim, Shalahuddin mampu menghafal al-Qur`an ketika berumur sepuluh tahun. Bahkan ia rajin hadir dalam maelis ilmu fikih, hadits dan tafsir (GIP: 216).

Tanpa didikan keagamaan yang baik, tak mungkin Shalahuddin bisa menjadi pribadi yang taat beragama.

 

Dari segi keberanian, Najmuddin memang sangat mumpuni. Imaduddin Zanki dan Nuruddin Mahmud Zanki, melihat sendiri keberanian dan kepiawaiannya di medan tempur; sehingga menjadikannya sebagai sosok penting yang dilibatkan dalam urusan militer.

Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh dalam al-Mausû’ah al-Muyassarah fî al-Târikh al-Islâmi yang diterjemah Zaenal Arifin menjadi Buku Pintar Sejarah Islam (2014: 606) menyebutkan bahwa Najmuddin memang dikenal sebagai seorang pemberani. Atas keberaniannya ini, beliau dipercaya Raja Muhammad Maliksyah di Tikrit.

Shalahuddin hidup dalam didikan keberanian pada nuansa militer yang cukup ketat di benteng Tikrit. Ia dilatih kesatriaan, berenang, bela diri, dan seni perang oleh ayahnya.

Dalam buku yang berjudul Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol (Republika, 89-90) disebutkan bahwa sosok ayah dan paman (Asaduddin Syirkuh yang juga merupakan panglima Tangguh yang mendapat kepercayaan dari Raja Nuruddin Mahmud Zanki) mempunyai andil besar dalam mendidik Shalahuddin menjadi ksatria tangguh. Sangat lumrah jika pada usia 14 tahun, dirinya sudah dilibatkan dalam ekspedisi militer.