Perempuan Setegar Batu Karang

siluet muslimahDua tahun yang lalu, saya dikejutkan oleh sebuah berita bahagia. Saudari saya, yang saat itu telah genap berusia 25 tahun akhirnya menemukan pendamping hidupnya. Sebuah walimatul urusy yang sederhana pun digelar di kota asalnya, Pekalongan Jawa Tengah.

Pernikahan adalah impian semua gadis. Lebih-lebih bagi para gadis yang selama ini begitu hati-hati menjaga pergaulannya dengan lawan jenis. Dan alangkah bahagianya, ketika saat yang dinanti-nantikan itu akhirnya tiba. Alloh memberikan nikmat untuk menyempurnakan separuh agama, membangun peradaban dengan menyemai rumah tangga yang sakinah ma waddah wa rohmah. Tentu kami semua, tak terkecuali saya, turut berbahagia atas anugerah yang dilimpahkan Alloh untuk saudari seperjuangan kami ini.

Setelah menikah, pasangan baru ini memutuskan untuk mengontrak sebuah rumah sederhana di Surabaya. Sang suami bekerja di sebuah lembaga sosial, sedangkan istrinya, saudari kami ini, memilih untuk fokus menjadi ibu rumah tangga saja, mengurus rumah dan kelak menjadi pendidik bagi anak-anak mereka. Seperti layaknya pengantin baru yang lain, hari demi hari dilalui pasangan aktivis ini dengan penuh kebahagiaan. Mereka saling mengisi, saling melengkapi, saling menolong, dan saling mengurangi letih. Segala puji bagi Alloh yang telah menganugerahkan kasih sayang-Nya pada pasangan yang selama ini telah mengabdikan hidupnya di jalan dakwah. Alloh telah mempertemukan mereka dalam ikatan pernikahan yang agung, lewat proses ta’aruf yang singkat oleh kedua belah pihak dan keluarga. Pantaslah jika Alloh berkenan melimpahkan barokah-Nya untuk keluarga baru ini.

Namun rupanya kebahagiaan itu tidak lama, ujian demi ujian datang silih berganti menimpa pasangan baru ini. Baru sebulan mengarungi bahtera rumah tangga, sang suami sudah diuji dengan surat PHK dari atasannya. Ujian ini membuat sang suami syock berat, hingga akhirnya jatuh sakit. Setelah diperiksakan ke dokter, rupanya laki-laki ini dideteksi terkena penyakit TBC. Terapi pengobatan secara medis pun ditempuh demi kesembuhan sang kepala keluarga. Alih-alih sembuh, rupanya sakit sang suami kian hari kian parah. Terbaring lemah di Rumah Sakit, rupanya dokter memvonis sang suami terkena radang otak. Sungguh sebuah penyakit yang tak pernah terduga sebelumnya. Laki-laki itu pun mengalami koma selama beberapa hari di Rumah Sakit.

Istrinya, saudari kami yang cantik ini, tampak begitu tegar menghadapi ujian yang diberikan Alloh di awal pernikahan mereka. Saat para sahabat mengunjungi dan menanyakan kabarnya, dia justru meminta maaf karena sementara tak bisa membantu mengkoordinir ta’lim rutin ibu-ibu di daerah kami yang semula menjadi tanggung jawabnya.

Sementara itu, sang suami tak juga kunjung sembuh. Istrinya makin khawatir, hatinya diliputi perasaan cemas, disergap perasaan takut kehilangan sang belahan jiwa yang baru satu bulan mengisi hari-harinya dengan warna cinta. Dengan segala kesabaran, ketegaran, dan ketelatenan, dia menunggui dan merawat suaminya sepanjang hari. Dia tetap berharap, meski sang suami tak kunjung terjaga membuka matanya. Dia bacakan ayat suci Al Qur’an di telinga sang suami, dia panjatkan do’a setiap saat demi kesembuhan suami tercintanya. Hingga suatu malam, sang istri bermunajat kepada Alloh. Sambil menguatkan jiwa dan raganya, dia pasrahkan segala harapnya kepada Alloh, seandainya kesembuhan adalah takdir yang terbaik untuk suaminya, maka dia memohon kepada Alloh agar dimudahkan jalan kesembuhan bagi suaminya itu. Namun, jika Alloh berkehendak lain, maka dia pun tak kuasa untuk memaksa, dia akan berusaha untuk mengikhlaskan kepergian sang suami, meskipun hal itu berat, sangat berat.

Tak lama setelah sang istri memasrahkan harapannya, Alloh pun memberikan keputusan-Nya. Kondisi sang suami makin kritis, sakarotul maut makin dekat, dan malaikat Izroil diutus oleh Alloh untuk menjemput ruh laki-laki sholih itu. Lelaki itu pun syahid dengan tenang menghadap Sang Pencipta.

Sang istri tak kuasa membendung air matanya. Pedih rasa hatinya menanggung musibah sepilu ini. Namun dia tetap tegar dan menyerahkan segalanya kepada Alloh. Dia berusaha untuk ikhlas.

Sejak kepergian suaminya, saudari kami ini tetap tinggal di rumah kontrakannya. Sahabat-sahabatnya tak ada yang membiarkannya melewatkan malam sendirian, satu per satu, secara bergiliran mereka menginap dan menemaninya di rumah kontrakan itu.

Sehari-harinya perempuan tegar ini menghabiskan waktunya dengan mengajar TK dan TPA. Dia juga berusaha mengasah jiwa entrepreneurnya dengan berjualan cokelat buatan tangannya sendiri. Sesekali kami turut membantunya, memasarkan cokelat-cokelat itu. Dia pun tetap seperti dulu, tak berkurang semangatnya untuk berdakwah bersama kami, tenggelam dalam aneka kegiatan sosial dan keagamaan.

Subhanalloh, kami selalu terinspirasi dengan kesabaran, ketegaran, dan keikhlasan hati perempuan sholihah ini. Kami selalu mendoakan agar Alloh berkenan memberikan pengganti atas pendamping hidupnya yang telah berpulang ke rohmatulloh.

Segala puji bagi Alloh, kabar gembira itu pun akhirnya datang juga. Beberapa saat yang lalu perempuan ini berkirim SMS dengan saya. Seorang laki-laki sholih telah datang untuk meminangnya. Laki-laki itu tidak mengenalnya, namun dia adalah sahabat dekat dari suaminya yang terdahulu. Perempuan ini sempat bertanya kepada saya, mengapa ada orang yang mau menikah dengan seorang janda seperti saya, bukankah masih banyak gadis-gadis lain yang masih perawan. “Karena mbak seorang perempuan sholihah yang telah teruji kesabaran, ketegaran, keikhlasan, dan kematangannya”, jawab saya waktu itu. Bukankah Khadijah RA juga seorang janda, dan hal itu sama sekali tidak mengurangi kemuliaannya. Justru dengan kelebihannya itu Alloh menjodohkannya dengan sebaik-baik manusia di dunia ini, Rosululloh Muhammad SAW.

Barokallohulaka wa barokallohu alaika wa jama’a bainakuma fii khoirin, selamat menempuh hidup baru untuk kedua saudara kami yang berbahagia. Mudah-mudahan Alloh mentakdirkan rumah tangga kalian dalam sakinah, ma waddah, wa rohmah fii dunya wal akhirat.

Menulis kisah ini mengingatkan saya pada sabda Rosululloh SAW, bahwasanya “Jika Alloh mencintai seorang hamba maka Alloh berikan cobaan baginya. Dan jika Alloh mencintainya dengan kecintaan yang sangat maka Alloh akan mengujinya…” Namun jangan bersedih, karena “…kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.” (QS. Adh-Dhuha [93] : 5). Jadi janganlah pernah menyerah dan putus asa, tetaplah berjuang tanpa kenal lelah dalam menapaki kehidupan ini, hingga kelak Alloh memuliakan kita dengan syurga-Nya.

Wallohu a’lam bisshowab.

[email protected]
www.srikandisejati.multiply.com