Poligami, Jangan Dulu Deh…

Kalau ada istri-istri yang takut dipoligami, mungkin saya salah satunya. Memang benar adalah surga hadiahnya bagi mereka (istri-istri) yang merelakan suaminya untuk berpoligami. Tapi apa dulu latar belakangnya untuk poligami? Ketika berita Aa’ Gym tersebar telah berpoligami dengan seorang janda cantik beranak 1 saya salah satu orang yang kecewa. Apalagi setelah tahu istri keduanya adalah wanita yang secara fisik bisa dibilang lebih dari teh Nini. Banyak rasa yang berkecamuk dalam benak saya, bagaimana mungkin seorang Aa’ Gym tega berpoligami? Padahal sejauh yang saya tahu, teh Nini adalah sosok wanita yang sendiko dawuh (penurut), gak neko-neko dan lebih tepatnya istri dunia akhirat. Timbul pertanyaan lagi, apa yang kurang??. Kemudian logika saya bicara, ya…namanya juga laki-laki bagaimanapun bentuknya dan siapapun dia tetap juga laki-laki yang kadangkala butuh lebih. 

Perasaan tidak nyaman itu terus berkecamuk, sampai-sampai di tempat kerja sekalipun saya emosi kalau ada yang mendiskusikan masalah POLIGAMI. Apalagi setelah saya berbicara dengan suami, saya sempat bertanya bagaimana pendapatnya tentang kasus Aa’ Gym entah karena iseng atau sengaja ingin menggoda saya (saya jadi ingat artikelnya mbak cahya kirani “Ngobrolin Suami, Yuk!”) dia hanya tersenyum sambil mengedipkan matanya nakal seperti memberi kode entah ya atau tidak. Tapi setelah saya bernalar lagi, dan sempat ngobrol dengan sesama wanita saya berusaha netral dan menerima. Hanya sebuah kalimat yang terfikir “saya salut dan acung jempol untuk teh Nini karena kesabarannya”. Ditambah lagi saya sempat menonton pengakuan teh Nini di media, dia berkata bahwa seorang teh Nini juga wanita biasa yang memerlukan banyak waktu untuk bilang “ya” dan menerima kenyataan. Ya…sudahlah, mungkin teh Nini salah satu orang yang mampu dan bisa. Kalau saya sampai saat ini rasanya belum sanggup. 

LUKA LAMA

Sekarang saya sudah bisa menerima kenyataan tapi saya tetap belum sanggup jika suami saya minta izin berpoligami. Tiba-tiba saya dihadapkan lagi pada kenyataan yang baru lagi, dan nyata saya alami. Setidaknya ini cukup membuka luka lama saya dan paranoid saya tentang POLIGAMI. 

Sudah hampir sebulan ini pengasuh anak saya berhenti kerja, alasannya karena tidak diijinkan suami bekerja lagi. Ya…memang sudah kewajiban kita menuruti apa kata suami demi kebaikan kita, eits..tunggu dulu. Yang ini lain, memang saya sempat shock ketika pengasuh anak saya bilang ternyata dia sudah menikah lagi (dia seorang janda muda 25 th mempunyai 2 orang anak) secara diam-diam. Kenapa saya bilang diam-diam karena dia menikah tanpa pemberitahuan ke keluarga saya dan tidak ada orang yang tahu termasuk anak-anaknya, untuk keluarga kami itu tidak wajar. Karena kami khususnya saya sudah menganggap dia sebagai bagian keluarga sendiri. Dan betapa terkejutnya saya ketika dia bercerita bahwa sebenarnya dia menjadi istri kedua, makanya dia takut bercerita soalnya dia tahu saya tidak setuju dengan poligami. Tapi sudahlah, itu kehidupannya dan dia yang menjalani. 

Yang membuat saya geram, ternyata si laki-laki (suaminya mempunyai istri dan 2 orang anak) itu menikahi dia dengan dalih istri tuanya itu sering ngomel, tidak suka keluar rumah (jarang mau diajak keluar) dan parahnya istri pertama tidak tahu kalau suaminya menikah lagi. Jadi pengasuh saya ini hampir seperti istri simpanan yang akan dijenguk jika ada “perlu”. Saya geram sekali, kalau memang ingin berpoligami silahkan saja tapi apakah harus dengan menjelekkan atau mengkambing hitamkan istri pertamanya yang nyata-nyata sudah mendampinginya sejak lama bahkan sudah memberinya keturunan. Emosi saya memuncak, nah kalau memang tidak suka kenapa dulu dinikahi? Dalihnya lagi karena itu pilihan orang tuanya, astaghfirullahaladzim…. Apakah poligami yang seperti ini yang disunnahkan dalam islam? Apakah ajaran seperti ini yang diajarkan oleh Rosulullah? Kenapa orang-orang yang tidak bertanggung jawab seperti laki-laki ini dengan gampang menyalah gunakan ayat-ayat yang memberikan keleluasaan kepada kaum lelaki untuk berpoligami? Kalau sudah begini, apakah saya salah jika tidak setuju dengan poligami?

SALAH SIAPA?

Apakah benar salah istri bila suami memilih untuk poligami? Kalau kasusnya seperti pengasuh saya, rasanya saya sangat tidak setuju. Katanya kalau orang berumah tangga itu tidak sedep kalau tidak ada bumbu-bumbu konflik kecil. Bukankah sebuah konflik itu adalah pembelajaran untuk suami dan istri menuju ke level pembelajaran yang lebih tinggi? Namanya juga manusia, akan ada perubahan dari hari ke hari, bulan ke bulan baik dalam segi fisik maupun sifat. Tapi kalau menjadikan itu sebagai alasan untuk bisa berpoligami, bagaimana ya? Semua terserah pada nalar kita untuk melihat atau mengkritisi dari berbagai sisi. Saya hanya seorang muslimah yang mencoba mengeluarkan rintihan dan sekarang mencoba berteriak.

Sekali lagi ini hanya segala uneg-uneg yang sudah lama terendap. Tolong saya diingatkan jika memang ada salah, karena memang kita semua dilahirkan dengan segala perbedaan kan?