Satu Lelaki Di Hati

Kata apa yang layak terangkai ketika menceritakan tentangnya. Aku hanya ingin mengatakan bahwa satu lelaki dihati menjadi sesuatu yang sempat hilang tapi kini kembali. Kembali menenun cinta, kembali menenun sayang, kembali menenun rindu dan kembali menenun masa lalu. Dan aku tidak pernah kehilangan.

Kedekatanku dengannya bukanlah hal yang biasa, tapi luar biasa. Karena jarangnya aku bertemu dan melihat wajahnya. Jika Hp ku berdering dipagi hari, di akhir waktu, setelah subuh disetiap pekannya, maka yakinlah lelaki itu yang manyapaku. Nada dering Hpku menjadi spesial untuk menyimbolkan sebagai bagian dari do’a yang tak pernah lapuk. Kedekatanku dengannya hanya berada pada deringan telpon atau ketika aku membutuhkannya. So simpel, tapi sungguh aku tetap yakin untuk mengatakan bahwa aku sangat dan terlalu cinta padanya.

Kedekatanku padanya menjadikan keirian tersendiri dari semua yang ada disekitarku, tapi memang itulah adanya. Kami boleh saja berjauhan dalam pandangan, tapi hati kami akan resah, ketika lelaki itu sakit atau aku yang sedang sakit. Seperti setengah tahun yang telah lalu, ketika aku drop lebih dari sepekan, suaraku benar-benar tidak bisa digunakan dan hanya berada diatas temapat tidur. Tiba-tiba lelaki itu mengeluarkan titah yang tak dapat aku bantah, padahal aku tak bertemu pandang dengannya. Ia hanya meminta, “Jangan porsir tenaga untuk menyelesaikan semua pekerjaan, berikan pada yang lain jika ada yang bisa, konsentrasi dengan kuliahnya, makanlah apa yang diinginkan, istirahat saja untuk sekarang, nikmati sakit ini.” Sungguh, aku tak pernah mendapatkan dan mendengarkan kata kasar dan kemarahan dari lelaki ini. Berdehem nya lelaki ini sudah cukup membuat aku diam pada banyak kata. Dan seperti kali itu, aku cukup diam dan tak bergeming yang ku akhiri penyampaiannya dengan kata “ya”, tanpa bantahan.

Lelaki istimewa dalam perjalanan kehidupanku, itu tidak bisa ku pungkiri. Banyak yang tak pernah ku lupa, banyak hal yang ia lakukan untukku, kebiasaan-kebiasaannya menjadi sesuatu yang aku sukai bahkan tergambar dengan jelas dalam kecenderunganku sampai dengan sekarang. Ia bukan hanya lelaki istimewa tapi teristimewa dan terspesial yang membuat aku bermakna dan berharga untuk hidup ini. Dia senantiasa membangunkan aku untuk mengulang kembali pelajaran sekolahku di waktu lail dan itu berlaku sejak aku masih dibangku sekolah dasar sampai dengan kuliah. Bahkan yang tak pernah aku lupa, aku menangis luar biasa karena cintanya dipagi sebelum aku ujian komprehensif S1 ku karena do’a yang disampaikan padaku dipagi buta dan menyempatkan untuk menelpon dijeda sibuk dan kantuknya.

Dia selalu menjadi lelaki pertama dalam semua perjalanan hidupku. Seperti ketika aku akan melanjutkan kuliah pascaku, Ia hanya berkata, “boleh, dengan sebuah konsekuensi siap untuk ke depannya.” Seperti ketika aku mengatakan, “motorku ga bisa jalan, jadi ga bisa kemana-mana.” Dia tahu sekali, aku dan motor seperti sahabat yang tak terpisahkan, kemanapun pergi aku, motorku adalah identitas dengan ciri khasku. Hingga dipagi buta, ia menelponku kembali dan cukup mengatakan, “Nanti dicek, ga perlu kebengkel.” Subhanallah, tenanglah sudah hatiku. Dan rintik hujan dimata tak terbendung. Adakah yang mampu menyainginya dan itu akan menjadi rahasia dari sebuah takdir.

Lelaki dihatiku ini sangat istimewa. Tapi, beberapa waktu yang lalu, aku tertegun menatapnya. Aku berkesempatan melihatnya begitu dekat, sedekat hati kami, sedekat do’ a kami dan sedekat jiwa kami. Kini satu lelaki dihatiku ini telah terlihat dengan jelas guratan lelah diwajahnya, terlihat putih dan abu-abu dikepalanya, tapi ia tetap gagah dengan badannya yang tinggi, berkulit putih dan berambut gelombang. Hanya aku dan adikku yang bungsu mengambil postur badannya yang tinggi, sedangkan kulitnya yang putih dijadikan warisan berharga oleh adikku yang kedua. Iya, benar, ia telah renta, tapi wajahnya tetap tidak sanggup aku katakan bahwa ia telah renta, karena sinarannya tak mampu aku tandingi. Aku jadi teringat ketika aku dan adikku masih disekolah menengah umum. Jarangnya kami bertemu, hanya diwaktu tertentu saja menyebabkan orang-orang tak pernah melihat kami berjalan bersama. Sebuah kejadian ketika aku berjalan dengannya, tepat berdiri disampingnya membuat semua teman-teman SMU ku berkata lain diwajah mereka, mereka pikir itu adalah kekasihku (pacar…. apa itu? Aku tidak pernah memilikinya dan tidak ingin). Aku cukup tersenyum dan mengatakan, ia bukan sekedar kekasihku tapi ia benar-benar pujaan hatiku. Berlaku sama ketika adikku bersama lelaki itu mengambil raport kenaikan kelasnya, yang ada adikku heboh bercerita bahwa lelaki itu dipikir seorang kekasih. Saat itu, adikku bercerita dengan bangganya, karena ia jadi terlepas dari kejaran lelaki-lelaki iseng disekolahnya.

Satu lelaki ini adalah tetaplah teristimewa. Walaupun pernah aku merasa kehilangan, karena kelalaian dan kemarahanku yang luar biasa. Aku bukanlah orang yang mudah marah, aku lebih banyak memperhatikan, mencermati, kalaupun berkomentar aku berusaha untuk tidak menyakiti dengan kata-kata yang aku keluarkan, karena kata-kata itu adalah do’a, itu yang aku pahami, sekalipun itu bercanda. Maka aku tidak pernah menanggapi candaan, cukup senyum, tertawa dan komentar seperlunya, apalagi tentang pernikahan (karena pernikahan bukan candaan dan omongan kosong, ini adalah hidup untuk dunia dan akhirat). Aku begitu jelas mengingat kemarahanku pada lelaki ini. Sangat lama aku tidak mau mengangkat deringan spesial di Hpku, padahal aku kangen dan jujur, aku rindu. Sehingga begitu pahamnya lelaki ini, ia tetap menelponku, walau tidak diangkat. Aku hanya ingin mendiamkan saja saat itu. Hingga disuatu waktu, seorang Bunda mengajakku berbicara dan menangis didepanku hanya untuk bertanya, “Layakkah aku berlaku seperti itu, bukankan aku ada karena lelaki itu?”. Penjelasan panjang lebar Bunda itu tak mampu menahan runtuhan hujan dimataku. Aku tidak ingin menangis dihadapan Bunda itu. Tapi, bendungan sekuat apapun ketika berbicara dengan hati, maka runtuh dan hancurlah seketika. Padahal diantara kemarahanku itu aku senantiasa berdo’a untuknya, tapi kata Bunda, itu percuma karena sikapku yang nyata adalah mendiamkan. Aku pulang dan tersungkur dihadapanNya dan berpikir apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki semua. Ternyata tak cukup lama Allah telah mengabulkan, sangatlah mudah bagi Allah, cukup memberiku sakit dan sudah dipastikan, makhluk yang aku rindukan deringan telponnya adalah deringan spesial darinya, lelaki itu.

Sampai dengan sekarang, satu lelaki dihatiku ini tetap menjadikan aku bermakna dalam menata hidup ini. Kemarahan dan kekecewaan yang telah membuat aku tidak ingin mencintainya kembali musnah, karena aku terlalu cinta, terlalu sayang dan terlalu banyak mendo’akannya. Sehingga sosok lain yang aku temui di aktivitasku menjadi biasa karena ketika aku mengatakan, “adakah yang mampu menandinginya?” Dan aku tidak cukup berani menggantikan posisinya dihatiku, walau ia telah siap untuk itu. Yang ada, aku menjadikannya sebagai ukiran bening direlung hati yang sempat kehilangan akan dirinya. Kehilangan karena kemarahan dan kekecewaanku sendiri. Sungguh, jika ingin merubahnya maka aku akan kembali mengingat kebermaknaannya selama bersama menjadi sesuatu yang aku rindukan, walau hanya mendengar suaranya dalam pagi yang buta dan malam yang hening. Kekecewaanku terobati ketika aku melihat derasnya keringat yang telah ia tuangkan dalam aliran rezeki hingga seperti sekarangnya aku. Kemarahanku menjadi gunung es yang lebih dingin, karena do’a nya yang senantiasa dikabulkanNya.

Tak salah bila aku menjadikan ia sebagai sesuatu yang aku ukir dengan cantik dalam do’a, hingga rumah disurga menjadi sebuah rumah yang aku buat khusus untuknya, bermahligaikan do’a. Permintaanku agar keringatnya untukku menjadi aliran air surga yang menyejukkan dan menghapus kehausan hingga kesedihan, kebahagiaannya adalah bagian dari cintanya padaku. Karena ia lebih dari istimewa, lebih dari spesial, lebih dari lelaki manapun. Aku tidak ingin mengingat kesalahannya yang membuat aku kecewa. Karena Allah saja memaafkan, kenapa aku tidak. Karena lelaki itu adalah seseorang yang selalu aku panggil…..”Bapak”.

Dan kembali aku tersadar, kesukaanku pada dunia dan alat-alat elektronik, membaca apa saja dan kediamanku adalah darimu. Dan bersamamu aku menyadari sebuah kenyataan, bahwa aku pun akan renta hingga aku ingin menjadi sesuatu yang lebih berharga dari duniaNya dan aku tahu, semua mencintaimu. Aku cukup memahami permintaanmu yang tergambar dari pertanyaanmu, karena aku dan engkau memiliki sesuatu yang sama, yang tak bisa mengungkapkan apa yang diinginkan.
Sungguh, saat ini aku merinduimu.

(Untuk para Bapak lain dimanapun berada, penuh cinta dan do’a untukmu. Untuk para calon suami dan calon bapak, mampukah menjadi sosok yang mampu mengisi relung hati wanita impiannya?)

(Untuk bapak tersayang, berharap keberkahan dan keridhoannu pada penggantimu disuatu masa yang masih terahasia)