SEBAB MUNCULNYA HASAD

SEBAB MUNCULNYA HASAD

Hasad merupakan sikap yang tercela di dalam Islam, karena hal itu akan membawa dampak yang negatif, baik bagi dirinya maupun terhadap orang lain. Terhadap dirinya akan lahir sikap dan sifat negatif seperti tidak menyukai kritik dan saran, apalagi kalau hal itu datang dari orang yang dia berhasad kepadanya, sedangkan terhadap orang lain dilakukan tindakan-tindakan yang tidak benar, sebagai konsekuensi logis dari ketidaksukaannya terhadap orang yang mencapai keberhasilan dan kemajuan. Karena itu, kita harus mengetahui apa yang menjadi penyebab utama lahirnya sikap hasad ini agar dengan demikian kita bisa menjauhinya sehinga sikap yang buruk ini tidak tumbuh dalam diri kita masing-masing.

Di dalam Al Qur’an, Allah Swt menyebutkan dua sebab utama yang membuat seseorang berlaku hasad. Pertama, rasa permusuhan dan kebencian kepada seseorang. Fakta sejarah menunjukkan bahwa orang kafir, musyrikin dan munafik tidak suka melihat kemajuan yang telah dicapai oleh Rasulullah Saw dengan para sahabatnya, akibatnya mereka tidak sekan-segan menganiaya, memusuhi bahkan memeranginya. Karena itu terjadilah sejumlah peperangan pada masa Rasul disebabkan rasa permusuhan dan kebencian yang membuat mereka menjadi iri hati. Itulah sebabnya, mengapa orang-orang seperti itu tidak boleh dijadikan sebagai teman kepercayaan sebagaimana firman Allah yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkanmu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikanhati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS 3:118)

Kedua, bersifat dan bersikap sombong (takabbur), yakni merasa diri sendiri yang paling baik, paling benar atau paling hebat. Dari sifat dan sikap seperti itu seseorang tidak suka terhadap keberhasilan dan kemajuan yang dicapai orang lain sehingga kemajuan dan keberhasilan orang lain itu harus dihambat, bahkan kalau perlu dihentikan dengan berbagai cara, dari sinilah salah satu faktor yang menyebabkan lahirnya prilaku kriminal dan akhlak tercela lainnya antara manusia yang satu terhadap manusia yang lain, bahkan penolakan terhadap nilai-nilai kebenaran yang dibawa oleh Rasul. Allah berfirman menceritakan soal ini yang artinya: “Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir diantara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: “(orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan sesungguhnya jika kamu sekalian mentaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila demikian kamu benar-benar (menjadi) orang-orang yang merugi.” (QS 23:33-34).

Karena faktor kesombongan merupakan sesuatu yang sangat buruk, maka menjadi sangat wajar kalau Rasulullah Saw menyatakan bahwa: tidak masuk syurga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong meskipun hanya sebiji sawi.

HASAD YANG POSITIF

Meskipun hasad itu sikap yang buruk dan harus kita hilangkan dari diri kita, ternyata oleh Rasulullah Saw dinyatakan tidak semua sikap hasad itu buruk, ada juga yang positif sehingga boleh dimiliki dan dilakukan, hal ini dinyatakan oleh beliau dalam satu hadits yang artinya: “Hasad tidak diperbolehkan kecuali dalam dua hal, iri hati pada orang yang dianugerahi Allah harta yang banyak lalu digunakan untuk kepentingan kebenaran dan iri hati kepada orang yang dianugerahi Allah banyak ilmu lalu ia mengamalkan ilmu itu dan mengajarkannya kepada orang lain.” (HR. Bukhari).

Hasad dalam dua soal yang disebutkan oleh Rasulullah di atas akan membuat seorang muslim semakin tinggi semangatnya dalam mencari harta untuk selanjutnya diinfakkan di jalan Allah dan terus berusaha menambah atau memperbanyak ilmu untuk dimanfaatkan dalam segala bentuk kebaikan sehingga memberi manfaat yang besar kepada orang lain. Ini berarti, keinginan menjadi baik bukan semata-mata keinginan yang dikhayalkan, tapi setiap orang harus berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh apa yang menjadi keinginan baiknya itu.

Kalau seseorang ingin memperoleh harta untuk selanjutnya digunakan dengan baik dan memberi manfaat kebaikan pada orang lain, maka dia harus berusaha untuk mendapatkan harta itu secara sungguh-sungguh dengan cara-cara yang halal. Sedangkan bila ingin memiliki ilmu yang banyak untuk diajarkan dan dimanfaatkan dalam kebaikan, maka seseorang harus menuntutnya secara serius sehingga dia menjadi orang yang alim dan bisa memanfaatkan ilmunya itu pada jalan hidup yang benar.

Akhirnya menjadi keharusan kita bersama untuk terus menjaga kebersihan jiwa kita masing-masing akan menjadi sehat dan dapat mengarahkan kita pada kehidupan pribadi yang shaleh. Drs. H. Ahmad Yani