Sebelum Bencana Tiba

Kampung saya berada di kaki Gunung Merapi. Ketika mendengar kabar akan meletusnya Gunung Merapi, agak cemas juga hati ini sebab saya masih ingat kejadian kira-kira sepuluh tahun yang lalu ketika Gunung Merapi “batuk” dan memuntahkan lahar panasnya. Waktu itu saya masih duduk di bangku kelas dua SMP. Saat Gunung Merapi meletus, suasanya siang berubah menjadi gelap gulita untuk beberapa jam lamanya, benar-benar gelap seperti malam saja.

Selain itu, hujan abu dan dentuman letusan begitu keras terdengar. Guru yang sedang mengajar panik waktu itu, sementara saya dan beberapa teman juga merasakan hal yang sama. Kemudian, kami keluar kelas dan buru-buru pulang ke rumah. Tak banyak angkot yang bisa ditumpangi sebab kebanyakan penuh dengan orang-orang yang hendak pulang ke rumahnya masing-masing. Ketika saya berhasil mendapatkan angkot untuk tumpangan, perjalanan begitu lambat karena lampu mobil hanya bisa menembus jarak beberapa meter saja. Maklum, hujan abu tebal menghalangi penglihatan sang sopir.

Tapi alhamdulillah, keluarga dan orang-orang di daerah saya tidak mendapat kerugian besar pasca letusan itu. Tidak sampai menghancurkan kampung saya. Justru setelahnya banyak mendatangkan manfaat. Material pasir mengalir deras disepanjang sungai Pabelan sehingga menjadi rizki tersendiri bagi penduduk. Mereka terjun ke sungai, mencari pasir yang melimpah.

Dengan berbekalkan sekop dan tenaga, mereka menaikkan pasir ke daratan. Sementara di atas telah menunggu truk-truk yang akan memasarkan pasir itu. Dengan melakukan pekerjaan mencari pasir itu, mereka mendapatkan penghasilan yang lumayan banyak, kira-kira Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu dalam sehari. Subhanallah, itulah cara Allah memberikan rizki kepada hambanya. Belum lagi, dengan meletusnya Gunung Merapi itu, abu yang keluar bisa menyuburkan tanah penduduk. Dengan begitu, tanaman menghijau dan hasil panen melimpah dan hasilnya bisa dinikmati penduduk, selebihnya bisa dijual ke pasar.

Begitulah pengalaman kira-kira sepuluh tahun yang lalu…

Kini, kita bisa mendengar kabar dari berbagai media tentang peringatan akan meletusnya Gunung Merapi. Lantas, apa yang bisa kita lakukan…?

Yang pasti, walaupun dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kita bisa memprediksi bahaya Gunung Merapi, tapi ketetapan kapan akan meletusnya hanya Allah yang punya kuasa. Kita terlalu lemah untuk mengetahui rahasia alam sekitar ini. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah mempersiapkan segala bekal sebelum bencana tiba. Jadi, kalau nanti Gunung Merapi benar-benar meletus, kita telah siap untuk mengatasinya.

Bagi yang jauh dari Gunung Merapi, mungkin tidak terlalu khawatir akan bahaya yang mengancam. Tapi, ingat bahwa kematian itu kapan pun bisa menjemput, jadi tidak ada alasan bagi kita untuk bersantai-santai dan tidak mempersiapkan amal baik untuk kehidupan kelak.

Perkembangan terakhir, banyak warga yang sudah diungsikan. Jadi, kalau sekiranya ada di antara kita yang mempunyai kelebihan harta, ada ladang amal yang bisa kita kerjakan dengan memberikan bantuan bagi para penduduk di pengungsian, apapun bentuknya. Makanan, obat-obatan, pakaian pantas pakai dan sebagainya.

Bagi para ilmuwan, fenomena ini menjadi bahan pemikiran untuk merancang teknologi yang bisa sedikit meringankan beban penduduk di sekitar lokasi Gunung Merapi, misalnya merancang rumah-rumah berbasis teknologi yang bisa memberikan rasa aman bagi penduduk di sana dari ancaman lahar panas dan bebatuan yang tersembul dari pucuk Gunung. Usaha ini diperlukan karena penduduk di sana sudah menyatu dengan alam, kampung halamannya, terasa berat jika harus mengungsi. Inilah tantangan para ilmuwan kita.

Sementara, bagi penduduk di sekitar lokasi Gunung Merapi, jika benar nantinya akan meletus. Tiada yang bisa kita lakukan selain memohon kepada Allah semoga tidak banyak kerugian yang bisa kita rasakan, tapi justru hikmah dan kemanfaatan yang nantinya bisa kita peroleh. Untuk itulah, kita perlu mengingat kembali apa yang telah difirmankan oleh Allah.

”Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS Al-Baqarah 155-157)

Semoga, kita semua menjadi orang yang senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Bukan orang-orang yang senantiasa mengeluh dan selalu merasa kurang atas kenikmatan yang telah kita rasakan sampai detik ini.

freelance_corp (at) yahoo.com