Segenggam Harapan di Bulan Ramadhan; Antara Jakarta dan Jalur Gaza

Ntahlah…, apakah ramadhan kali ini kita sambut dengan rasa duka atau disambut dengan penuh ceria. Yang pasti, harga bahan pokok telah menyambut ramadhan terlebih dahulu jauh mendahului persiapan umat Islam dalam menghadapi bulan ramadhan dengan perbekalan ruhiyah, fisik dan mentalitas yang memadai.

Ramadhan senantiasa menghadirkan berlimpah hikmah dan berlipat pahala, termasuk didalamnya segunung harapan tentang masa depan yang lebih baik. Seperti ramadhan yang terdahulu, negeri dan umat ini senantiasa diterpa kesulitan dan cobaan. Dari mulai kemiskinan, pengangguran yang semakin meningkat, biaya pendidikan yang hanya dapat dibeli oleh para saudagar dan tidak untuk para petani dan penyapu jalanan, anggaran daerah yang lebih suka ditanam di deposito dan tidak dikucurkan pada rakyat jelata atau pembangunan infrastruktur.

Negeri ini masih lebih suka bertikai, membakar, melempar batu, penyimpangan akidah yang menjamur, pemurtadan yang tak kunjung berhenti dan nun jauh di sana Hamas dan Fatah belumlah berkenan untuk berdamai merumuskan design kebangkitan bersama menuju Palestina yang lebih baik. Kalau begitu, lengkap sudah permasalahan umat ini dari hulu sampai ke hilir.

Apakah kita masih bisa berharap yang lebih baik?? Sebelum langit runtuh, tanah belumlah usai digulung dan angin belum berniat untuk berhenti. Maka secercah cahaya di celah lorong peradaban manusia siap meledakkan cahaya yang benderang. Obor cahaya yang menjadi lentera itu bernama RAMADHAN.
Seandainya kita atas nama ummat sudi untuk mempelajari hikmah ramadhan maka setumpuk masalah niscaya akan berangsur – angsur sirna. Butuh keyakinan, keberanian, kedewasaan dan kecerdasan dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Saya termasuk muslim yang punya keyakinan semua itu pasti bisa, sekarang ini kita hanya butuh momentum untuk memulai.

Ramadhan mengajarkan kita untuk kembali merenungkan penghambaan kita pada Allah SWT. Maka dalam ramadhan kita didorong untuk memperbanyak amalan dan mempererat hubungan mesra kita dengan Allah SWT. Dengan begitu kita berusaha untuk lebih mencintai Dzat pemberi rahmat dan Allah SWT pun akan lebih mencintai hamba terkasihnya melebihi rasa kasih dan rasa cinta antar sesama manusia. Yang diharap atas semua itu untuk negeri dan ummat ini hanyalah nasrullah (pertolongan Allah ) untuk sesegera mungkin menghapus masa suram dan menghadirkan kemenangan bagi negeri yang sedang terpuruk dan untuk negeri yang sedang berperang.

Hikmah lain dari ramadhan adalah memupuk empati, merasakan kepedihan dan kesulitan orang yang kurang mampu dengan menahan rasa lapar dan dahaga. Pencapaian tertinggi dari itu semua adalah ukhuwah Islamiyah yang kokoh menghujam dari lubuk hati ummat ini untuk kemudian terimplementasi dalam bab saling membantu untuk sesama dan mendukung segala perjuangan saudara muslim lainnya. Rasa benci, perbedaan lambang organisasi dan ras dapat dikendalikan untuk menggapai tujuan bersama yang lebih mulia.

Kita berharap Hamas dan Fatah sudi untuk berjuang bersama terlepas dari masa lalu dan sejarah.Negeri ini pun sudah harus merumuskan ulang tentang metode pengentasan kemiskinan yang lebih progresif. Orang lapar sudah semakin merintih kelaparan, orang bodoh sudah semakin terhempas pada titik nadir dan semakin semarak rakyat ini yang tak tahan dengan kejamnya dunia dan memilih untuk tidak ada didunia dengan jalan yang begitu hina. Begitu pilu, begitu pedih, tetapi itu kenyataan hidup.

Ramadhan mengajarkan kita lebih banyak hikmah yang terhampar, hanya saja kita tidak memiliki kemampuan dan kemauan untuk memperdalam hal itu. Jangan heran kalau tidak pernah ada yang berubah dari ummat ini karena ramadhan berlalu begitu saja tanpa kita sesali kepergiannya dan tak pernah kita gembira menyambutnya. Ramadhan lah momentum untuk memulai perubahan. Perubahan kehidupan manusia yang lebih beradab, moralis, menjunjung urgensi ilmu dalam membangun peradaban untuk kemudian menciptakan masyarakat madani yang dimimpikan.