Segumpal Geram dari Perkebunan Teh

Hari Minggu yang menyenangkan, saat selepas Subuh, kupacu vespa menembus dingin embun. Yah, hari itu kami mengadakan acara untuk melepaskan diri dari kesibukan aktivitas sehari – hari di kantor yang membuat penat, stress, lupa akan sholat, dengan melakukan perjalanan ke kebun teh di daerah perbukitan Bogor. Tak sabar rasanya untuk secepat sampai di sana, menikmati keindahan alam, berkah dari yang Maha.

Melintasi area perbukitan yang gagah, perkebunan teh yang hijau, membuat otak terasa segar kembali. Embun yang membasahi rumput, terlihat menengadahkan tangannya mengucap syukur atas berkah hari ini.

Dengan penuh semangat kami mengitari bukit, melintasi permadani teh, di hibur dengan suara burung yang bersalawat kepada sang pencipta. Penat memang, tapi semua menjadi hilang karena merasakan kegembiraan yang sama. Ya Allah, sungguh hebat dan dahsyat ciptaanMu, keindahan yang menakjubkan, aliran air yang jernih tiada henti, sumber alam tidak pernah habis, memberikan kemakmuran dan kesejahteraan yang seharusnya di nikmati oleh seluruh negeri.

Tapi aku terhenyak melihat pemandangan yang ganjil di sini. Di antara kegembiraan, keriuhan pedagang yang menawarkan souvenir, kenyamanan kami menikmati hidangan yang lezat yang tersedia, Ya Allah, sekelompok anak-anak membolak balik kotak makanan mencari remah-remah kue yang tersisa. Tangan mungil mereka, memungut kue yang tidak habis dimakan tuannya, masuk ke mulut mereka. Sementara yang lain mengumpulkan botol minuman mineral, kardus, ke dalam karung yang telah mereka siapkan. Tubuh mereka begitu kotor seperti tidak mandi, kontras sekali dengan udara di sekeliling yang menyemburatkan udara yang jernih. Pemandangan ini membuat hati begitu miris, aku membayangkan keponakanku yang seumuran mereka, yang menggali ilmu dan canda dengan kasih sayang orang tua.

Jumlah mereka begitu banyak, berkeliaran dengan kaki telanjang, memungut sampah-sampah makanan yang tersisa. Ada yang tidak mengenakan celana, kaki dengan cacat luka yang berair. Sementara di hadapan, berdiri dengan gagah bukit yang menghijau, hamparan kebun teh yang menyemburatkan kemakmuran.

Ya Allah, salah apakah dengan negeri ini? Engkau telah menanugrahkan kepada kami sumber alam yang melimpah, kekayaan yang tidak ada habisnya, gemah ripah loh jinawi.

Tapi ke manakah itu semua? Berdosalah para pemimpin negeri ini, yang telah dengan rakus merampas hak-hak mereka, menelantarkan mereka demi kepentingan perut mereka sendiri. Terkutuklah mereka yang saling berdebat masalah kesejahteraan rakyatnya, sambil minum darah anak-anak terlantar di hotel-hotel mewah.

Aku pulang dengan seribu tanda tanya di kepalaku. Keceriaan menjadi kegeraman yang mengumpal di dada. Aku pulang dengan lengan yang memerah karena terbakar sinar sang mentari pagi.