Tunggu Kami di Surga ya Nak

29 Januari 2010, waktu ashar..

Subhanallah…

Rencana Allah luar biasa dan siapapun tak bisa menduga. Siapa mengira harapan yang telah terbesit beberapa waktu lalu, berita gembira, kejutan luar biasa di hari itu…
Kami punya keinginan dan rencana, tapi sungguh.. Allah juga punya.

Keinginan itu sudah lebih cepat Allah kabulkan, sebulan lalu.. perasaan indah yang sangat istimewa bermunculan di sekeliling kami. Akan ada ’anggota baru’. Bahagia tak terkira.. harapan demi harapan bermunculan, hayalan indah, berbagai rencana akan kehadirannya sudah sedemikian melambung.. Oh belahan hatiku.. akan hadirnya dirimu yang kian lama dirindukan..

Ah Rabbku.. bukan hanya tawa kami, bapak ibu kami, semua yang teramat berharap akan kehadirannya sungguh menghela lega penuh harap dan syukur. Semua menunjukkan betapa kuasa diriMu, besarMu, kuatMu dan Maha berkehendaknya diriMu…

Kini hari demi hari kuhadapi dengan kecemasan. Bukan..bukan kecemasan bagaimana kelak jika ia muncul ke dunia. Tapi cemas kalau ku tetap sulit menerima keadaan dan takdir yang sebaliknya. Semua orang yang kucinta, begitu kuat dan menguatkanku untuk membuatku lega akan semua ini.

Aku lemah, bukan tak mau menerima ketetapanMu dan tak berprasangka baik padaMu.. aku akan berusahaInsya Allah. Lama telah kuyakini apapun ketetapan dariMu adalah yang terbaik..

Namun tak mudah buatku untuk tak bersedih atas ’lepasnya’ bagian hidupku untuk meninggalkanku.. Subhanallah.. bagaimana bisa rasa ini terlalu kuat Kau patri dihatiku.. aku sedemikian cinta padanya melebihi siapapun, bahkan sejak jauh sebelum ia hadir dalam rahimku. Aku mengerti, siapapun takkan mengerti apa yang Kau hadirkan ini dihatiku..

Beberapa hari lalu kumasih berharap pasti bahwa semua baik – baik saja. Ia kan tetap hadir sebagaimana layaknya semua ibu di dunia. Namun hari ini (walau tak lepas harapku) aku telah melangkah berlalu darinya dan berada di titik tawakkal hanya padaMu Rabbi..merelakannya jika Kau berkehendak mengambilnya kembali. Walau titik harapku masih pula kunyalakan agar ku tak menyerah..

Sebulan ini biar menjadi pelajaran berharga bagi kami.. dan membuatku bertambah kuat yakin pada Mu, Kau tak pernah salah menempatkan takdir bagi tiap mahlukMu. Kuyakin kan tetap bisa hadir jundi-jundi shalih yang berkualitas lewat kami. Telah kuyakini saat Kau menetapkan pemilik sulbi yang Kau hadirkan di sisiku..

Rabbanaa zhalamnaa anfuusanaa wa in lam taghfirlanaa, lana kunanna minal khoosiriin..

Ampuni kami, kasihani kami, berkahi kami, jadikan kami hamba-hamba yang berguna bagi dienMu.. ya Rabbi jadikanlah bagian dari orang – orang shalih.. dari orang yang bersyukur, bersabar, yang bersandar penuh hanya padaMu.. Amiin..

* di antara harap dan tawakal untuk buah hati pertama kami tercinta..

Epilog

Sabtu 30 Januari, Jam 1.00 dini hari

“Ibu silakan makan rotinya, jam 2 ibu sudah harus puasa untuk operasi nanti pagi jam 8” suster ramah berjilbab hijau itu merapikan jarum suntik yang baru saja ‘menghisap’ lengan kiriku. Tak lama ia pun keluar sambil tak lupa pamit pada suami yang baru saja selesai mengantar bapak ibu mertuaku dari parkiran rumah sakit.

Hening, dingin. Seolah hanya kami pasien rumah sakit ini. Huffh.. seperti malam terpanjang. Teh manis hangat mengawali untuk menghibur perut kosongku. Melirik ke arah roti cokelat bulat, aku lebih tertarik dengan pecel ayam jatah makan malam kami yang tertunda, suamiku tau itu. Sambil mengunyah suapan dari tangan kekasihku, sesekali aku menahan nyeri yang masih tersisa tentu saja.

Kami mengingat-ingat hampir dua jam non stop ’perjuangan’ disertai momen ’banjir darah’ hingga tengah malam tadi, lemah dan kekhawatiran panjang mengantarkan kami menerobos rintik hujan ke tempat ini. Mengejutkan lelap kedua mertuaku untuk mengantar sepasang anaknya di tengah gelap.

Di tengah lunglaiku, mengirim pesan singkat pada kakakku dan menelpon kedua orang tua, dan ibu mertuaku yang juga tampak letih tampak terus menghiburku. Sedang suami bergegas-gegas mengurus administrasi ke UGD hingga ke bagian tindakan khusus.

”Yang kuat ya..” bisiknya pelan. ”Istirahat, kalo kamu terjaga bangunkan aku ya..” katanya lagi pelan sambil mengusap kepalaku, kemudian menelungkupkan wajah lelahnya di sisi lenganku. Setelah seharian bekerja mengurasnya, ditambah dengan mengurus segala ’urusanku’ tentulah ia teramat letih saat ini. Aku tersenyum membelai wajahnya dan berusaha berhenti menatap jam dinding yang detaknya terasa sangat lamban tik..tok.. tik..tok.. menggiring sakit dan ketakberdayaanku ke alam tidur.

Sabtu 07:50. pagi
Selepas dari musolah tadi, belahan jiwaku kembali menemaniku, mewudhukanku, mendampingi subuhku, dan menguatkanku. Ah.. Robbi.. dunia ini fana, sementara, tak ada yang tak mungkin buatMu, meski begitu kuat kami ingin memilikinya. Kebahagiaan, kesulitan semestinya selalu menghasilkan kebaikan.

Teringat ayat – ayat yang beberapa waktu lalu kuhafal, juga menjadi tausiyah di halaqoh qur’an 2 bulan lalu, serta merta senantiasa teringat di kepalaku. Terutama kian hari, kian kuingat “wa yarzuqhu min haitsu laa yah tasib, wa man yatawakkal ‘alallah fa huwa hasbuh..” dan Ia memberikan rizki dari arah yang tak disangka-sangka, barang siapa bertawakkal pada Allah niscaya akan dicukupkan(keperluan)Nya.

Rasanya begitu kuat, begitu nampol buatku. Apalagi buat kami pasangan muda, tentu ‘rizki’ yang kami butuhkan tak sedikit dan tak ringan untuk semua ujian ini. Kepada siapa lagi jika tak kami pinta, sandaran mana lagi selain pada-Nya. Allahusshomad..

Hanya beberapa orang saja yang kuberikan pesan singkat, itupun sebatas agar tak ada prasangka atas ketidakhadiran janji-janji kami yang terpaksa tak ditunaikan. Juga tak lupa permohonan do’a demi kelancaran momen yang tinggal beberapa saat lagi. Tak berapa lama, sebuah sms masuk dan kembali mengingatkan kami, ”Alla bidzikrillahi tathma’inul quluub..” tulisnya singkat, dari Ustadzah ma’hadku.

Beberapa menit tersisa, suamiku menggenggam tanganku dan berbisik ”Kita ma’tsurotan bareng..” aku mengangguk. Menghenyakkan bulir-bulir sedihku, haru dan pasrah yang kian tak kuasa untuk kupejamkan mata.. mengagumi kuasaNya, merasakan syukurku di tengah genggaman tangan hamba-Nya yang mencintai-Nya.

Tak berapa lama, beberapa perawat berjilbab hijau memasang selang-selang di tubuhku, menyatukan dengan monitor disampingku, membetulkan selang infus, menyiapkan alat – alat operasi. Dr.Riris SPOG ku yang cantik sudah hadir, dan menyapa ramah sesaat. Juga seorang ibu berpakaian ’dinas’ hijau tua, tersenyum ramah dan menguatkan ku, yang kuketahui belakangan seorang spesialis anastesi.

”Yang sabar ya bu, insya Allah nanti dikasih lagi sama Allah yang lebih baik..” bisiknya, yang kemudian memasukan cairan ke selang infus.

Sesaat aku masih mendengar obrolan para ’tim operator’ ini, suara detak dari monitor, alat-alat medis.. subhanallah, subhanallah, subahanallah.. lirihku, tahap akhir perjalanan buah hatiku yang tak jadi hadir. Allah selalu punya rencana indah, hanya kita yang tak selalu tau…

Tunggu bunda nak.. benakku berujar sambil tak henti bertasbih.. setelah ini tak ada lagi yang tersisa darinya menjadi bagian dari diriku.

Subhanallah.. Subhanallah…

Tunggu bunda di syurga ya nak…doakan bunda bisa bersamamu kelak..
Subhanallah.. Subhanallah… Subhanallah.. Subhanallah…

lalu aku tak mendengar suara apapun lagi…