Semua Ada Saatnya





Selama sata bulan ini, sudah dua kali aku menerima sms dari dua orang adik tingkatku semasa kuliah dulu. Mereka memang cukup dekat denganku. Maklumlah, dalam satu angkatan yang berjumlah sekitar 30 orang, kaum perempuannya hanya terdapat sekitar sepertiganya. Kondisi ini membuat, aku hampir mengetahui semua kakak atau adik tingkat perempuan di kampusku. Dengan keduanya aku cukup dekat. Selain aku pernah menjadi asisten keduanya di beberapa praktikum lapangan, aku juga sering menginap di kos keduanya. Kebetulan, keduanya berada di kos yang sama.

Walaupun keduanya berada di kota yang berbeda, satu di Jakarta dan satu lagi di Bengkulu, keduanya seakan mempunyai feeling yang sama, bercerita tentang kebosanan ketika terlalu banyak waktu luang dalam keseharian. Memang, keduanya telah menamatkan kuliah sekitar enam bulan yang lalu. Aku hanya membalas sms mereka dengan sebuah kalimat: Dek, Insya Allah semua ada saatnya. Kalimat ini aku selipkan di antara sekian kata yang bercerita tentang hal lain. Mungkin kalimat itu adalah nasehat yang klise. Atau mungkin juga sebuah penghiburan yang kental dengan basa-basi. Mungkin juga. Entahlah. Namun, aku hanya mempunyai kalimat itu untuk mereka. Aku hanya tidak ingin bernasehat-nasehat dalam sederatan kata yang panjang. Terlalu membosankan nantinya bagi mereka.

Yah, semua ada saatnya. Apapun itu. Aku percaya dengan kalimat itu. Ada saat malam. Ada saat siang tiba. Ada ketika hujan turun. Ada saat kemarau melanda. Ada saat kelahiran. Kematianpun juga ada saatnya. Ada saat kita berhadapan dengan waktu luang. Kesibukanpun yang seakan sebuah bayangan yang mengejar setiap detik-detik kitapun juga ada saatnya. Ada saat kita berhadapan dengan kesulitan ekonomi. Ada saat ketika kehidupan kita sudah dikatakan mapan secara ekonomi. Ada saat kita berstatus sebagai seorang lajang. Ada saat ketika gelar isteri si anu atau suami si anu menjadi bagian hidup kita. Ada saat ketika kita dipanggil ayah atau bunda. Ada saat ketika kita bayi, balita, anak kecil, remaja, dewasa dan orang tua. Ah, terlalu banyak kalau semua saat itu diuraikan dalan tulisan ini. Dan mungkin yang membacapun akan bosan. Begitulah, semua ada saatnya. Bagi siapapun dan apapun. Manusia. Tumbuhan. Begitu juga hewan.

Semua ada saatnya. Mungkin, kita pernah mengeluh saat berhadapan dengan situasi dan kondisi yang sebelumnya tidak pernah berada dalam alam pikir kita. Saat menganggur terlalu lama misalnya. Atau saat asa akan seorang pendamping hidup hampir berada di ujung pengharapan. Mungkin juga saat tangis sang buah hati belum meramaikan kedamaian keheningan rumah mungil kita dalam hari-hari panjang pernikahan kita. Ketiga saat itu mungkin sering kita jumpai pada kehidupan seseorang. Ada rasa cemburu ketika teman kita sudah bekerja di perusahaan ini atau perusahaan itu. Ada rasa perih di hati saat berjumpa dengan teman-teman kita sudah mempunyai pasangan hidup di sebuah resepsi pernikahan, sedangkan kita masih saja sendirian. Ada rasa sedih ketika di sekian tahun usia pernikahan kita, sang penyejuk mata belum juga diamanahkan kepada kita, sedangkan teman-teman yang lain dengan wajah bersinar bercerita tentang ‘kenakalan-kenakalan indah’ buah hatinya. Ah, mungkin saat-saat itu adalah saat-saat ‘terburam’ bagi kita. Atau mungkin juga ada saat-saat yang lain yang membuat kita menangis, merasa sendirian dan bertanya: adakah orang lain yang juga memiliki saat-saat ini? Dan tidak ada seorangpun yang mampu menguraikan jawaban atas pertanyaan kita. Begitulah.

Semua ada saatnya. Begitulah. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Al-Quran surat Al-Insyirah ayat 5-6 berkata mengemukakan kalimat agung itu. Khusus bagiku, kalimat itu begitu indah dalam ruang dengarku. Meninggalkan kesan yang amat dalam di setiap saat-saat yang harus aku lalui. Yah, semua ada saatnya. Sebuah kesulitan, akan didampingi oleh kemudahan. Kesedihan akan berganti dengan kebahagiaan. Kelapangan akan menjadi ujung sebuah kesulitan. Kita, mungkin, memang terkadang terhempas saat ada saat-saat sedih melanda. Kita, mungkin, memang terkadang terjatuh saat pengharapan tidak menemukan wujudnya. Namun, percayalah semua ada saatnya.

Yah, semua ada saatnya.

Bandung, April 2007.