Senyuman Membawa kebahagiaan

Hidup tidak selalunya indah
Langit tak selalu cerah
Suram malam tak terbintang
Itulah lukisan alam

(Hijaz)

Namanya Pak Mijan, dia tukang becak. Hampir setiap hari dia mangkal di depan kampus, tepatnya di pertigaan jalan kampus tempat saya menempuh studi. Layaknya seperti tukang becak lainnya, setiap hari menggantungkan hidupnya di sana, menunggu para penumpang, diantarkan ke suatu tempat dan dari itu dia mendapatkan penghasilan.

Tapi, ada satu hal yang beda.

Dia lekas bergegas ke masjid kampus saat azan sholat berkumandang. Itu yang membedakan Pak Mijan dengan tukang becak lainnya. Biasanya, kalau tukang becak lainnya, mereka malah kerap berjudi kecil-kecilan ketika menunggu penumpang. Kebanyakan mereka begitu. Tapi tidak untuk tukang becak yang satu ini. Dia rajin sekali sholat lima waktu. Itu kesan saya selama mengenal Pak Mijan selama ini.

Awal mengenalnya, saat saya masih aktif di lembaga dakwah kampus. Mulanya saat hari raya Idul Qurban, waktu itu kita kebingungan untuk mencari kira-kira siapa yang cocok untuk mendapatkan daging korban. Setelah menimbang-nimbang ketemulah dia, Pak Mijan itu, karena ternyata teman-teman yang lain juga sering mengamati gerak gerik Pak Mijan. Ada nilai plus dari Pak Mijan, rajin sholat berjamaah.

Kebetulan, waktu itu saya yang kebagian tugas untuk memberikan daging kurban ke dia. Di saat itulah kemudian saya menjadi akrab dengannya. Kalau kebetulan kuliah lagi kosong, untuk mengisi waktu luang, kadang saya sering berbincang dengannya, di pangkalan becaknya. Cerita macam macam seputar kehidupan keseharian. Saya banyak mendapatkan pengalaman berharga dari cerita-ceritanya. Terutama terkait tentang kebahagiaan.

Ya, Pak Mijan telah mengajarkanku akan arti kebahagiaan.

Suatu ketika, saya bertanya ke dia, “Pak, gimana, udah narik belum”, “Belum, Mas,” dengan seutas senyuman tersungging di bibirnya. Ketika saya memcermati peristiwa itu, saya lantas merenung, sebenarnya apa kunci kebahagiaan yang melekat dalam diri Pak Mijan, lelaki sederhana ini. Senyuman, ya.senyuman.

Pak Mijan menghadapi dunia dengan senyuman, darinya akan lahir sebuah kebahagiaan. Ketika belum ada penumpang, dia menghadapinya dengan senyuman, tidak terlalu mengeluh atas keadaan yang sedang dirasakannya. Barangkali, melalaui seyuman itulah tanda kesabaran itu ada sehingga dia tenang-tenang saja menghadapi dunia itu dengan berbagai kehidupan yang keras. Hasilnya, dia akan merasa bahagia.

Terimakasih Pak Mijan atas pelajaran itu.

Hemmm…. saya jadi ingin membuat motto dalam kehidupan saya, “Hadapi massa lalu dengan senyuman, tatap masa depan dengan optimis.” Terlihat begitu sederhana ya, tapi, kayak-nya susah untuk dilaksanakan, tapi ingin saya coba agar saya selalu menjadi orang bahagia, selalu hidup bertabur kebahagiaan, tanpa keluh kesah yang terlalu sering.

Semoga, ketika saya ingat Pak Mijan, saya tidak lagi bersedih atas semua keadaan yang menimpa saya. Saya ingin menjadi orang bahagia. Semoga.

Kota Satria 3 April 2006 pukul 02.23.

freeelance_corp (at) yahoo.com