Seorang Ayah

Tubuhmu yang dulu kekar Legam terbakar matahari
Kini kurus dan terbungkuk

(Ebiet G. Ade)

Hari berganti hari, tahun berjalan, pak Andi tetap menjalani kehidupannya sebagai seorang ayah, ia pegawai di sebuah perusahaan swasta.

’Ayah, besok Andi mau les sepak bola’’, si sulung mencegat sang ayah di depan pintu sebelum ia bergegas pergi ke kantor pagi itu.

‘’Iya Yah, Ria juga mau les berenang minggu depan, harus cepat dibayar uang pendaftarannya’’, sambut si bungsu.

‘’Baik nak, Ayah nanti bayar semua iuran pendaftaran kalian, Ayah cari uang dulu ya…’’

‘’Assalamu’alaikum..’’

Pak Andi pun bergegas ke luar pintu, saat itu sudah pukul 6 tepat, ia harus mengejar kereta ekspress Pakuan arah Gambir. Belum lima langkah ia berjalan, terdengan teriakan bu Andi,

‘’Yah..Yah…siang ini ibu mau belanja urusan dapur..lusa kan sudah mulai puasa…tambahin dong uangnya..’’

Pak Andi terdiam sejenak, terlihat ia merogoh kantongnya sedikit tergesa-gesa, ia taruh tas gendongnya di sisi jalan. Selembar uang lima puluh ribu ia keluarkan untuk isterinya.

Di dalam kereta Pak Andi berdiri bergelantungan sebagaimana penumpang lainnya. Hari itu penuh sesak seperti biasa, kereta ekspres lebih cepat namun kenyamanan juga biasa.

Pak Andi sedikit terdesak ke arah pintu, wajahnya terus memandangi suasana perjalanan, sawah dan rumah di sisi jalur kereta Bogor – Jakarta. Pandangannya kosong, ia teringat sms ibunya hari kemarin,

‘’ Di, ibu harus ke dokter, kamu bisa bantu nggak, ibu cuma ada sedikit’’.

Sudah lebih satu bulan Pak Andi belum sempat menengok sang ibu yang memang rutin mengunjungi dokter karena penyakit asthma-nya. Walau rumah mereka masih dalam satu kota, namun kesibukan kantor dan keluarga membuat Pak Andi harus berupaya keras membagi waktu untuk bisa mengunjungi sang ibu. Beberapa bulan sebelumnya Pak Andi sempat mengunjungi ibu untuk membantu sejumlah uang biaya kuliah adik Pak Andi.

Hari itu pukul lima sore Jakarta padat merayap seperti biasa. Pak Andi bersiap menuju Gambir. Ia sempatkan mampir di sebuah anjungan tunai, ada sisa tiga ratus ribu rupiah di saldo rekeningnya. Sedikit berkerut dahinya teringat segala kebutuhan rumah tangga satu pekan ke depan, sebelum keluar uang gajian.

Hari berganti hari, tahun berjalan, pak Andi tetap menjalani kehidupannya sebagai seorang ayah. Ia tetap setia memberi nafkah anak isterinya, demikian juga orang tua dan adik-adiknya.

Pak Andi sadar betul, itulah ‘’beban’’ yang ia baca sebagai tanggung jawab seorang lelaki. Lelaki yang sejak lama telah menjadi seorang ayah. Sebuah kehormatan bagi Pak Andi jika ia selalu dibutuhkan dan diminta, walau beban itu semakin berat.

Dalam setiap diam Pak Andi menyebut nama Tuhannya,

‘’Ya Allah mudahkalah urusanku…ampuni dosa-dosaku’’

Hari berganti hari, tahun berjalan, pak Andi tetap menjalani kehidupannya sebagai seorang ayah. Tidak ada yang berubah, kecuali bungkuk tubuhnya, dan uban putih di rambutnya.

***

Eindhoven, Agustus 2008

Menjelang 35
Tetap seorang lelaki Yang telah menjadi ayah