Shalat Berjamaah di Restoran

Sekitar sebulan yang lalu, aku pergi ke sungai nil untuk melepas lelah ujian yang baru berakhir. Bagi kebanyakan mahasiswa di sini, libur musim panas yang ditandai dengan berakhirnya ujian termin dua, sering diawali dengan mengikuti paket Tour ke tempat wisata yang ada. Dari yang terdekat seperti pantai ‘Ain sukhnah sampai yang terjauh ke Luxor.

Bagiku sendiri, mengunjungi Nil untuk berehat sejenak dan merefresh otak adalah pilihan yang tepat. Di samping letaknya yang masih di kota Cairo, susana alami yang dipadukan dengan kemodrenan itu seolah meyulap setiap mata yang memandangnya. Terutama di malam hari, kilauan lampu yang menghiasi kapal-kapal kecil di dalamnya menambah keindahan panorama bersejarah itu.

Setelah dua sampai tiga jam menikmati keindahan Nil malam, aku beranjak pulang. Kulangkahkan kaki ke terminal tahrir tepat di belakangnya. Dan kudapati bis dengan arah tujuan hay ‘asyir, tempat kediamanku. Lalu aku naik.

Dalam perjalanan, kira-kira lima belas menit dari terminal, di kawasan Ramses ada sebuah restoran. Aku lupa namanya, namun seingatku setiap kali melintasi jalan tersebut, tempat itu selalu ramai dengan pengunjung. Tidak sedikit pembeli yang rela antri untuk membeli makanan di sana.

Ketika itu waktu isya telah masuk. Dari dalam bis aku memerhatikan restoran itu. Ramai orang yang menunggu di luar, dan di dalamnya penuh orang bershaf-shaf sedang mendirikan shalat berjamaah. Aku tertegun melihatnya. Lalu sejenak merenung.

Teringat ayat al-quran yang menjelaskan akhlak seorang pedagang dalam berniaga. Pedagang yang sukses yaitu pedagang yang senantiasa mengingat Allah. Keuntungan yang diperoleh dari usahanya tidak menyebabkan ia lupa terhadap Zat yang Maha Pemberi rezeki. Ia tetap menjaga kewajibannya sebagai hamba dalam melaksanakan shalat. Dan dari keuntungannya tersbut, ia keluarkan zakatnya.

Firman Allah swt, "laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (QS.an Nur: 37)

Inilah barangkali yang membuat restoran itu laris-manis. Sebab dalam aktivitas dagangnya senantiasa mengindahkan akhlak dan nilai-nilai Islam. Bagi mereka berdagang hanya merupakan wasilah memperoleh rezeki. Tentunya kalau hendak memperoleh rezeki yang lebih haruslah juga dihiasi akhlak terhadap Zat pemberi rezeki. Dan akhlak itu tercermin dari rasa syukur dengan shalat pada waktunya. Karena yang demikian akan menambah karunia yang bakal diperoleh.

Firman Allah swt, " (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas." (QS.an Nur: 37)

Oleh karena itulah, di samping kegigihan usaha yang telah ditempuh, prinsip dasar takwa harus selalu menghiasi diri setiap orang yang mencari rezeki. Dengan menjalani perintahnya dan menjauhi larangannya, niscaya akan mempermudah dalam memperoleh rezeki.

Allah swt berfirman, "…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya…" (QS:at Thalaq:2-3).

[email protected]