Cinta Dalam Pernikahan

Saat kau goreskan luka dan kecewa
biarlah
kutulis pada hamparan pasir
dan
luka dan kecewa itu sirna
ditelan ombak kecintaanku pada-Nya

Saat kau beri aku bahagia
izinkanlah
kuukir pada batu karang
dan bila
ombak kehidupan garang menerjang
karang itu
tetap kokoh
dalam naungan cinta-Nya

Dulu, ketika saya memutuskan untuk menikah, yang terbayang di benak saya adalah semua yang indah-indah. Betapa tidak, seumur hidup akan saya habiskan bersama orang yang saya cintai.

Berbunga-bungalah hati ini saat sang pujaan hati datang pada ayah bunda, bermaksud melamar, menjadikan saya sebagai istrinya. Dan hari pernikahan itupun tiba, sungguh hari terindah…

Bagaikan kisah dongeng “Cinderella”, hari itu sayalah si gadis jelita yang dinikahi sang pangeran tampan, akan diboyong menuju istananya and they lived happily ever after… begitulah akhir kisah dongeng "Cinderella".

Bagaimana dengansaya? Setelah resmi menjadi pasangan suami istri, setelah melewati hari-hari bersamanya, ohh ternyata… tersadarlah saya, kalau saya dan suami sangat jauh berbeda.

Perbedaan itu bagaikan bumi dengan langit! Saya yang suka becerita, suami yang tidak suka mendengar cerita … Saya yang suka bertemu orang banyak, suami yang tidak suka keramaian… Saya yang sensitif, suami yang bicara ceplas-ceplos…

Hari demi hari berlalu, tahunpun berganti. Telah hampir sepuluh tahun kami kayuh biduk rumah tangga ini. Biduk rumah tangga yang penuh nuansa. Suka, tawa, bahagia, duka, dan lara ada di sana.

Batin ini kemudian bertanya… Setelah sepuluh tahun berlalu, masih adakah cinta tersisa? Kemana gerangan perginya getaran cinta itu? Yaa Allah… saya tak mau cinta itu hilang, jangan sampai cinta menjadi redup dan kemudian mati. Saya harus menghidupkan kembali cinta diantara kami…

Saya sadar, manusia tidak ada yang sempurna, begitu juga saya dengan segala ketidaksempurnaan saya. Sia-sia mencari pasangan yang sempurna, karena tak kan pernah ada, karena hanya Allahlah yang Maha Sempurna.

Setiap manusiapun unik dengan karakter yang dimilikinya. Ini membuktikan bahwa Allah Maha Kaya. Allah yang sanggup memberikan karakter yang berbeda-beda pada setiap hamba-Nya. Subhanallah…

Perbedaan yang ada bukanlah menjadi jarak yang memisahkan kami, melainkan untuk saling melengkapi. Seperti saling melengkapinya bumi dan langit.

Saya menikmati hidup berumah tangga dengan segala nuansanya. Berumah tangga adalah perjuangan. Saya harus pandai mengelola hati, saat hati ini luka dan kecewa, saya maafkan suami. Karena saya melihat kesungguhannya memperbaiki kesalahannya. Karena luka bagaikan beban berat di punggung kita.

Maukah saya berjalan dengan terus membawa beban berat di punggung? Dan tentang cinta… Cinta dalam rumah tangga ternyata lebih luas, bukanlah cinta sesaat yang menggetarkan… jauh lebih indah, lebih dewasa, berwujud rasa kasih sayang kepada pasangan kita.

Dan kutemukan kembali cinta itu, tak pernah hilang, semakin berkilauan…

Saat saya menatapnya, tertidur dalam lelahnya… Dialah lelaki yang telah bekerja keras untuk saya, rela bekerja siang malam, berpeluh keringat…Seumur hidupnya dihabiskan untuk bekerja.

Semua itu untuk saya! Menafkahi saya, menafkahi kedua anak kami. Satu tujuannya, membahagiakan kami. Dia teristimewa dipilihkan Allah untuk saya… Yaa Allah… segala puji dan syukur kupanjatkan kepada Engkau…

Duhai suamiku… Engkaulah Langit bagiku. Engkau senantiasa menaungiku, memberi kehangatan sang mentari, melindungi dengan awan putih nan lembut, mencurahkan air sejuk di kala dahaga, melukiskan semburat warna pelangi… Saat mentari tenggelam, kau beri aku rembulan dan taburan bintang, hanya untukku…

Duhai Suamiku… berpijaklah engkau kepadaku sebagai Bumimu, kan kuberi Engkau cinta, cinta yang tak mengenal lelah, untuk selamanya.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Q.S Ar Rum: 2)

Wallahu’alam bishshowaab.

Bangkok, 28 Februari 2011.