Suatu Pagi di Negeri Para Nabi

Rasa kantuk menggelayut dipelupuk mata membuatku harus pergi meninggalkan Masjid menuju apartemen temanku tempat aku berdiam malam itu.

Karena masih pagi, jadi tidak banyak terlihat kedai-kedai yang terbuka. Seperti di Negeri kita, bila pagi menjelang tokoh terbuka lebar menunggu pelanggan datang berbelanja. Mungkin faktor cuaca di Mesir, apa lagi dimusim panas, penduduk negeri kebanyakannya menjelang jam delapan subuh mereka lelap dalam tidur, membayar tidur malamnya.

Tidak jauh disebelah kananku terlihat sebuah kedai kecil penjual goreng-gorengan makanan khas Mesir, seperti tha’miyah yang terbuat dari tepung diaduk dengan air ditambah sedikit garam secukupnya dan kemudian digoreng.

Sepertinya baru beberapa menit saja sebelum aku keluar dari mesjid toko ini dibuka. Tampak disana berdiri seorang lelaki Mesir berbadan tinggi kekar, sepertinya ia lagi berbelanja dikedai itu.

Lelaki itu melotot kearahku yang sedang berjalan menuju apartemen temanku, sambil tertawa ia terus memandang kearahku. Tidak cukup dengan itu ia tampak mengajak penjaga toko itu, tampak tawa mereka melebar.Tak tahan dengan perlakuan ini aku lalu mendatangi mereka. Emosiku semakin meledak saat teman-temannya yang lain juga ikut tertawa.

“’aiz eh anta?” tanyaku tertuju kepada lelaki itu dengan bahasa arab pasaran Mesir, menanyakan kepadanya apa yang ia inginkan dariku, sehingga tampak sinis. Ia tampak masih saja nyengir memandangku.

“ta’al huna” serunya mengajakku mendekat.
“tafaddhal” ia meneruskan basa-basinya mempersilahkanku. Barangkali karena kaget melihatku berani mendatanginya. Dengan nada menantang.

Kalimat-kalimat kotor itu tanpa sadar mulai meluncur mulus dari mulutku. Aku terbakar emosi, ingin rasanya aku melempar gorengan-gorengan itu kemuka mereka. Lebih dari itu terbayang olehku ingin membuat remuk wajah lelaki yang satu itu.

Lelaki itu dan beberapa penjaga toko yang tampak bersekongkol terlihat diam membisu mendengar ocehanku.

Berangsur-angsur kutinggalkan tempat itu. Sambil duduk dihemperan apartemen temanku, menikmati udara subuh. Bibirku bergetar, panas dada ini masih membungkam seakan tak terleraikan. Aku hampir hilang kendali. Perlahan kuredakan amarahku dengan beristighfar berkali-kali.

Berbagai perasaan hadir dibenakku. Aku merasa tindakan diluar batas telah dilakukan sebagian penduduk negeri ini kepadaku dan orang-orang asing lainnya. Terbukti, sepanjang tahun terakhir ini selalu ada orang-orang asing di Mesir, khususnya Indo yang menjadi korban, baik itu korban perampokan dan kriminal lainnya, terlebih parah lagi tindakan asusila.