The Power of Smile

Ada banyak aspek dalam kehidupan ini yang nilainya jauh lebih besar daripada uang. Salah satu di antaranya adalah senyuman. Senyuman merupakan ekspresi fisik yang memiliki sejuta arti, baik dalam konotasi negatif maupun positif.

Begitu kuatnya arti sebuah senyuman, sehingga hanya karena sebuah senyuman, kehidupan seseorang bisa berubah. Berubah dalam arti sebuah keberuntungan. Namun juga bisa berakibat fatal hanya karena senyuman. Meski demikian, dalam pandangan Islam, Rasulullah (SAW) mengajarkan bahwa senyuman adalah amal kebaikan.

Minggu lalu, dibuka sebuah kesempatan kerja pada sebuah perusahaan di Doha. Saya termasuk salah satu orang yang dipercaya dalam proses rekrutmen calon tenaga kerja perusahaan tersebut. Tidak ada kriteria pasti yang mereka tetapkan sebagai persyaratan terhadap calon pendaftar. Namun begitu, saya mengajukan sejumlah syarat penilaian guna memperoleh calon tenaga kerja yang tepat. Sebuah proses yang saya nilai bukan persoalan yang mudah.

Saya masih ingat, sepanjang perjalan karir, penekanan dalam penyaringan calon tenaga kerja selalu ditekankan kepada curriculum vitae (CV). Apa yang tertulis dalam CV dianggap sebagai gambaran yang nyata dari orang-orang yang mengajukan lamaran pekerjaan. Sebuah kesimpulan yang sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Namun juga tidak harus membuat kita harus percaya penuh.

Banyak kejadian dalam pengalaman kerja kita ternyata keliru terhadap performance seseorang hanya karena melihat CV nya yang benar-benar dikemas manis. Bahkan semanis mungkin. Saya sering menemui sejumlah rekan kerja yang dalam hati saya bertanya: apa proses seleksinya seenaknya saja ya, sehingga perusahaan seringkali kecolongan? Dari mereka yang suka mbolos dalam kerja, malas kerja, sering terlambat, hingga yang namanya korupsi. Padahal, sewaktu melamar pekerjaan, mati-matian mereka bilang bahwa mereka adalah calon pekerja yang baik. Bahkan mereka mengatakan akan memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Akan tetapi, begitu mereka sudah diterima kerja, baru kelihatan belangnya.

Bagi saya, pengalaman ini adalah sebuah pelajaran yang baik, yang bisa diterapkan dalam proses penyaringan kandidat. Karena itu, sejumlah factor dalam menjaring calon karyawan harus diperhatikan. Calon karyawan bukan hanya dinilai dari aspek ilmu pengetahuan serta ketrampilan yang tercantum dalam CV saja. Lebih dari itu, aspek perilaku calon karyawan perlu dinilai, tidak terkecuali peran senyuman. Karena bagi saya (barangkali bagi sebagian anda, senyuman merupakan pertanda keramah-tamahan pemiliknya).

Bukan hanya dari calon pekerja saja. Para pencari kerja yang mendapatkan sambutan meski hanya sebuah senyuman, akan membuat calon pekerja merasa bahwa dia diterima. Setidaknya, mendukung moral sebelum interview dimulai.

Meski demikian, hal itu bukan berarti bahwa interview menjadikan factor penentu diterimanya seseorang dalam melamar pekerjaan. Tentu tidak demikian. Hanya saja, betapapun seorang kandidat itu pintar ilmu serta terampil dalam pekerjaan, tanpa senyuman, saya tidak yakin apakah dia bakal menjadi calon pekerja yang ramah, pada rekan-rekan kerja, supervisor hingga orang lain. Dalam kacamata manajemen, ini menanggung sebuah risiko!

Begitulah!

Ada sepuluh orang kandidat yang datang, untuk empat posisi yang berbeda. Rata-rata mereka memiliki CV yang bagus. Artinya, semuanya punya latarbelakang pendidikan yang baik serta pengalaman kerja yang cukup. Dalam istilah kompetensi, semuanya boleh dikatakan sebagai calon pekerja yang ‘layak’ untuk diterima. Jika demikian, apa yang perlu kita cari sebenarnya? Dan, bagaimana mendapatkan mendapatkan yang terbaik?

Saya yakin dan percaya, bahkan sebelum interview dimulai, mereka pasti bakal mengatakan bahwa mereka adalah calon terbaik. Good education, best training and enough work experience. Mereka juga bakal mengatakan bahwa jika terpilih menjadi karyawan, mereka bakal memberikan the best bagi perusahaan. Maka dari itu, pihak interviewer perlu jeli melihat semua aspek. Agar kelak, perusahaan benar-benar mendapatkan yang terbaik.

Saya pula percaya, bahwa ilmu, bisa dicari dan dipelajari. Ketrampilan, betapapun sulitnya, masih bisa dilatih. Ala bisa karena biasa. Pengetahuan dan ketrampilan, intinya bisa didapatkan melalui pelatihan. Namun perbuatan baik, sikap yang ramah, kebiasaan memberikan sebuah senyuman sekalipun, bisa jadi menunjukkan karakter pemiliknya, yang tidak mudah dirubah.

Barangkali oleh karena itulah, suksesnya sebuah industry layanan, misalnya hotel, travel agent, airlines, restaurant, selalu mengedepankan keramah-tamahan karyawannya. Kesopanan yang diutamakan dan yang mereka ‘jual’, bukannya produk semata.

Ingatkah kita bahwa sewaktu jalan-jalan atau berbelanja di supermarket, mall besar, seringkali kita membeli sesuatu yang sebenarnya tidak atau kurang kita butuhkan? Kita tidak atau kurang sadar hanya karena senyuman sales person saja, sebelum mereka menjajakan barang-barang dagangannya, membuat daya tarik tersendiri. Pada akhirnya kita membeli. Baru setiba di rumah kita sadar, ternyata barang-barang yang dibeli tidak terlalu dibutuhkan. Ini menunjukkan, betapa besar pengaruh senyuman dalam perdagangan, sebagai senjata pemikat customer.

Berangkat latarbelakang inilah, saya membuat sebuah daftar kriteria selain kompetensi semua applicants , attitude merupakan salah satu factor yang tidak boleh dikesampingkan. Saya sadar, barangkali tidak semua orang setuju terhadap konsep ini. Misalnya saja bidang permesinan, kapal, minyak serta berbagai bidang teknik lainnya yang membutuhkan keseriusan dalam kerja, apa hubungannya atau arti senyuman dalam pandangan mereka?

Namun mereka sebenarnya tidak sadar bahwa senyuman memiliki kekuatan yang besar. Senyuman seorang manajer atau supervisor terhadap bawahan yang lelah stau menghadapi persoalan yang rumit, membuat mereka meresa terdukung. Senyuman manajer membuat anak buah yang mengalami persoalan besar merasa lebih ringan. Senyuman seorang rekan sejawat terhadap kolega yang sedang ditimpa musibah membuat dia sedikit terhibur.

Jadi, tidak ada alasan, bahwa peran senyuman tidak memiliki arti dalam semua jenis pekerjaan. Maka, tidaklah berlebihan jika senyuman adalah amal baik yang memiliki potensi kebaikan.

Oleh sebab itu, mulailah belajar tersenyum kepada siapapun agar kita tidak dipandang sebagai orang yang pelit dalam hidup. Jika untuk memberikan senyuman saja kita sungguh merasa berat, bagaimana mungkin kita akan mau atau bersedia menyumbangkan sebagian rejeki kita kepada orang lain yang membutuhkan?

Akan tetapi jangan lupa, banyak orang yang tertipu lantaran senyuman. Senyuman disalah-gunakan artinya. Bukan sebagai amal baik apalagi ibadah. Namun untuk memeras, menipu, menyepelekan orang lain bahkan menghina.

Bila ini yang terjadi, maka jangan salahkan orang yang tidak segera tergiur untuk menerjemahkan arti sebuah senyuman sebagai pintu masuk mulut lubang buaya! Senyumanmu dalah deritaku!

Wallahu a’lam!

Doha, 25 January 2011

[email protected]