Syair Untuk Negeriku Yang Berduka

Syair Untuk Negeriku Yang Berduka

Belum habis kecupanku bersandar
di dinding gadang
Kini sudah terukir petuah menyayat-nyayat
di bilik hati anak-cucucucuku
Belum habis bibir ini kering terucap
Kini sudah terdengar genderang luka
di selaput telingaku
Tersiar kabar negeriku
yang sedang luluh lantak
Tak berdaya!

Syair diatas sengaja saya tulis sebagai hadiah untuk sebuah rasa ungkapan simpati saya terhadap negeri ini—yang saya cintai dan khususnya untuk saudara-saudara saya yang sedang mengalami bencana musibah gempa di Sumatera, Padang dan Pariaman. Entah sudah berapa kali bencana musibah gempa melanda di negeri ini hingga saya semakin sadar bahwa Tuhan (memang) sedang menguji umatNya. Belum usai tragedi musibah gempa di Tasikmalaya dan Garut kini terjadi kembali. Bahkan belum hitungan sebulan kini sudah terjadi kembali. Musibah gempa!

Hingga saya bertanya-tanya adakah yang salah pada negeri ini? Atau, Tuhan memang sedang menyayangi umatNya? Mungkin! Agar umatNya sadar dan memahami musibah yang sudah terjadi di negeri ini. Bahkan saya masih teringat dengan dialog saya kepada kawan saya saat tragedi musibah gempa di Tasikmalaya—dengan rasa keingintahuan saya terhadap kawan saya itu akhirnya saya pun menelepon dirinya. Menanyakan kabar serta bagaimana kondisi kampung halamannya saat tragedi musibah itu terjadi.

“Assalamualaikum…., gimana bro keadaan kampung lu sekarang? Moga-moga nggak terjadi apa-apa ya?” tanya saya saat musibah tragedi gempa terjadi.

“Alhamdulillah, kampung ane nggak apa-apa,” jawab kawan saya dari balik telepon genggam di seberang jalan sana.

Begitulah kabar berita yang disampaikan kepada kawan saya mengenai keadaan kampung halamannya.

Lega.

Bersyukur ketika saya mendapatkan kabar seperti itu. Bahwa kampung halaman kawan saya saat itu tak terjadi apa-apa apalagi keluarga besarnya. Maklumlah kawan saya itu berasal dari Tasikmalaya. Dan ternyata targedi musibah gempa itu masih jauh dari kampung halamannya. Namun yang menyedihkan kampung halaman sanak-saudaranya yang mengalami musibah itu. Tetapi hanya tempat tinggalnya yang sedikit retak–retak tanpa mengalami cendera apalagi sampai ada yang mengalami yang tak diinginkan. Namun kawan saya itu tetap turut bela sungkawa sebagai orang yang berasal dari Tasikmalaya.

Kini terjadi kembali tragedi musibah yang serupa bahkan lebih miris dan menyedihkan ketika mata memandang. Terlebih dalam tragedi musibah ini memakan korban jiwa kurang lebih dari 500 jiwa nyawa melayang dalam tragedi musibah tersebut. Entah sampai kapan tragedi musibah ini tak terulang kembali? Saya pun sebagai makhluk sosial amat merasakan kepedihan saudara-saudara saya disana. Amat terpukulnya mereka atas kejadian tragedi musibah yang mereka alami.

Apakah harus meratapi selamanya? Serta harus bersedih setiap hari?

Hmm, saya rasa sebagai makhluk yang ber-Tuhan Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Tahu tentunya kita tahu apa yang harus kita lakukan seharusnya. Karena sebagai umatNya kita tak cukup hanya meratapi apalagi bersedih. Dan tragedi gempa bumi yang ada sekarang mungkin ujian kecil untuk kita lebih menyukuri dan sadar bahwa tak ada yang lebih tinggi selain Sang Khalik. Dan mengenai musibah ini janganlah memandang sebagai ujian bahwa Tuhan tidak menyanyangi kita. Malah sebaliknya kita diperintahkan tetap harus lebih meninggikan rasa kesabaran dan keikhlasan kita terhadap ujian ini. Maka dengan kesabaran dan keikhlasan itu saya hanya dapat memberikan hadiah syair ini—yang semuanya semata-mata untuk menghibur saudara-saudara saya yang terkena tragedi musibah gempa.

Belum habis bibir ini kering terucap
Kini sudah terdengar genderang luka
di selaput telingaku
Tersiar kabar negeriku
yang sedang luluh lantak
Tak berdaya!


Ulujami—Pesanggrahan, 12 Syawal 1340 H