Tangis Kecil Raisha

Jam telah menunjukkan pukul 3.30 pagi.Sejak tadi aku belum bisa memejamkan mata, mondar mandir sambil sesakali berhenti menahan sakit yang terlalu melilit bagian bawah perutku.Tak tahan menahan sakit, ku sentuh lengan suamiku yang sedang tertidur, melihat wajahku yang menyeringai menahan sakit, suamiku langsung bergegas meraih Hp yang tak jauh dari tempat tidur.Menelpon taksi yang biasanya datang 10 menit kemudian.

Raut kecemasan tak dapat disembunyikan dari wajahnya, "Sabar ya sayang, sabar ya..insyaAllah sebentar lagi ketemu Raisha..berdo`a ya, mohon kekuatan sama Allah", ucap suamiku memberi semangat.

Dalam perjalanan sesekali aku menyeringai kesakitan, sakit yang selama ini belum pernah aku rasakan, ku pegang erat handle taksi seolah ingin menyalurkan rasa sakitku."Istighfar ya sayang, berdo`a", ucap suamiku lagi dengan wajah ingin membantu.

Lima belas menit perjalan, akhirnya sampailah di depan rumah sakit daerah.Pintu gerbang yang masih tertutup rapat, hanya beberapa lampu yang menerangi lobi tempat aku biasa menunggu panggilan saat ingin membayar biaya perawatan.Hanya pintu dekat pos satpam yang terlihat terbuka, bergegas suamiku membukakan dan melirik jajaran kursi roda yang tak jauh dari pintu, didorongnya satu dan di suruhnya aku naik setelah dilihatnya aku sulit berjalan.

Berbaring di tempat tidur rumah sakit sambil mengaduh sakit.Mengikuti petunjuk perawat agar mengatur nafas.Namun sangat sulit bagiku, sehingga sang perawat memutuskan memasangkan pipa oksigen dihidungku untuk membantu pernafasan aku dan bayiku.Sakit yang bertambah-tambah membuatku sulit untuk bernafas normal, bibir yang mengering mengatur nafas, tangan suamiku yang makin erat di genggaman, wajah kaku bersimbah keringat, sesekali terdengar jeritan kesakiktan."Sabar ya sayang, istighfar, berdo`a ya..insyaAllah ada pahala besar, insyAllah sebentar lagi ketemu Raisha..sabar ya sayang", tak jemu jemunya suamiku menyemangatiku.Ya Allah berikanlah hambamu ini kekuatan.

Kira kira empat jam lebih di atas pembaringan dalam ruang perawatan, sakit yang makin menjadi, akhirnya sang perawat membawaku ke ruang melahirkan.Tak terasa beberapa menit setelah itu tangis kecil terdengar memenuhi ruangan.Tangis kecil buah hatiku, tangis lelah awal perjuangannya, perjuangan lahir ke dunia fana yang kelak akan membawanya larut dalam kefanaan jika tak punya bekal yang kuat.

Allahu akbar, alhamdulillah, Segala puji bagi Allah.Kini amanah besar itu telah ada di dekapan.Wajah mungilnya yang polos yang menunggu goresan-goresan indah dari kedua orang tuanya.Goresan-goresan akan indahnya iman dan nikmat Islam.

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ajarkan kebaikan kepada dirimu dan keluargamu.” (Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Mustadrak-nya (IV/494), dan ia mengatakan hadist ini shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim, sekalipun keduanya tidak mengeluarkannya)

Tak hanya si kecil yang berjuang, seorang ibu yang baru saja memulai perjuangan baru, setelah mengawalinya dengan mengandung dan perjuangan berat melahirkan.Perjuangan menyapih dan mendidiknya untuk mengenal indahnya Islam.

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung dan menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (QS. Al-Ahqaf: 15)

Sungguh jika seorang anak mengetahui betapa sulitnya seorang ibu ketika mengandung dan melahirkannya, mempertaruhkan segenap jiwanya, maka tak pantaslah seorang anak durhaka kepada ibunya.

Sudah sepantasnyalah kita berbuat kebaikan pada Ibu seperti yang telah Rasulullah sebutkan dalam sebuah hadist.“Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling berhak bagi aku untuk berlaku bajik kepadanya?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ayahmu.” (HR Bukhari, Kitab al-Adab no. 5971 juga Muslim, Kitab al-Birr wa ash-Shilah no. 2548)

Wahai jundi kecilku, bertaqwalah pada Allah, janganlah engkau sekutukan Allah dengan suatu apapun, ikutilah ajaran Rasulmu, dan berbaktilah pada kedua orang tua mu, niscaya engkau akan kembali ke kampung halamanmu, kampung halaman kita, kampung yang penuh kenikmatan, Al-jannah.