Tipisnya Batas Antara Hidup dan Kematian

kematianRasa capek menyelimuti ragaku pada suatu siang-menjelang sore. Aku harus menepati janji seorang kawan yang ingin bertemu denganku. Bismillah, aku pun bangkit dan bergegas pergi dengan mengendarai sepeda motor. Aku berusaha melawan rasa malasku dengan langsung mengerjakan apa yang harus kekerjakan siang itu. Just do it, itulah saran yang sering kubaca manakala rasa malas menyelimuti kalbu.

Di sepanjang jalan rasa kantuk mulai menyerang. Aku tahan sekuat daya dan berusaha mengusir rasa kantukku jauh-jauh. Rupanya rasa kantuk itu tidak mau pergi, selalu berusaha menyelinap dirongga-rongga kesadaranku. Zzzz…, rasa kantuk itu sukses mengelabuhiku. Tatkala kubuka mata, tiba-tiba ada mobil dihadapanku, aku segera menekan tuas rem sepeda motor dan Cii..it, suara rem yang mulai aus kanvasnya pun berbunyi, hatiku berdegup kencang. Whuu..aku membuang panik hatiku, rasa syukur pun muncul. Untung aku segera tersadar dan tidak menabrak mobil di depanku.

Perjalanan pun kulanjutkan. Beberapa menit berselang, rasa kantuk yang sempat hilang itu kini muncul lagi, di tengah-tengah kemacetan ibu kota yang sangat padat. Rasa kantukku benar-benar pantang menyerah merasuki ambang kesadaranku. Di tengah kemacetan, aku terlelap beberapa detik, hingga akhirnya suara klakson mobil belakangku menyadarkan kalau aku menghalangi mobil yang mau lewat. Aku segera menjalankan sepeda motor dan kulihat pengendara mobil itu kumat-kamit melampiskan rasa kesal. Ya, aku seharusnya tidur saja di peraduan bukan di atas sepeda motor. Begitu kali pikirnya..

Perjalanan tinggal beberapa menit saja kurasa. Jalan-jalan yang tadinya macet, kini sudah mulai lancar. Aku pun bisa melaju dengan mulus. Namun tidak tahu kenapa rasa kantuk mulai menyelimuti kembali. Justru di tengah kemulusan jalan, rasa kantukku makin menjadi-jadi. Aku segera berhitung untuk berhenti atau tidak. Ya, aku putuskan berhenti jika menemui sebuah masjid di samping jalan. Mataku melihat kiri kanan memperhatikan keberadaan masjid sambil menahan daun mata yang kian meredup pasrah.

“Daar!!!” motorku terjatuh menabrak batu besar di pinggir jalan. Motorku terpelanting dan aku terkapar tanpa sadar beberapa saat. Saat ku sadar ada beberapa orang menghampiriku dan menanyakan kondisiku. Alhamdulillah, Aku hanya lecet-lecet di kaki. Motorku hanya pecah pipa knalpotnya, motor bengkok sedikit, dan pecah kaca spionnya. Orang-orang yang mengerumuniku aku persilahkan bubar karena aku tidak apa-apa. Beruntung ada bengkel dekat tempat kejadian. Tertatih-tatih aku menuju ke sana, mohon tempat untuk istirahat dan minta agar motor saya diperbaiki seperlunya.

***

Aku bersyukur berulang kali dalam hati. Allah masih memberikan keselamatan padaku. Alangkah indahnya nikmat hidup-Mu ya Allah. Dengan kejadian itu Allah memberi pelajaran bagiku bahwa kematian itu bisa datang kapan saja. Batas antara hidup dan kematian teramat tipis. Barangkali lebih tipis dari lapisan yang memisahkan air dan minyak tanah, atau lapisan yang memisahkan arus panas dan arus dingin di samudera nan luas.

Terbayang jika kematian itu jadi datang, mungkin isteri dan anak-anakku akan merasa menjadi orang yang paling malang di dunia ini. Kehilangan orang yang paling dicintai, kehilangan orang yang menjadi tumpuan harapan, dan kehilangan penyemangat hidup dan pemberi kasih sayang yang menjadi penyubur benih-benih kebaikan. Aku pun mawas diri ternyata bekal-bekal yang kupersiapkan pun belum cukup. Dosa-dosaku masih menggunung dan banyak kewajiban yang belum kutunaikan.

Tidak ada kepastian di dunia ini kecuali kematian yang senantiasa mengintai dan menjemput pemiliknya. Fragmen kehidupan tersebut mengingatkanku akan nikmat kehidupan dan amal apa apa yang telah kuabdikan dalam rangka mensyukuri nikmat itu. Apakah aku selalu memberikan setiap detik hidupku sesuai haknya? Astaghfirullah, ampuni aku jika banyak berleha-leha dengan alasan beristirahat. Ampuni aku jika aku terlarut dalam ghibah dan berenang dalam genangan darah saudara-saudaraku. Ampuni aku jika harta bendaku datang lewat jalan yang syubhat, dan ampuni aku jika banyak terbuai oleh angan-angan yang menipuku.
Ya Allah ampuni aku…

Mulai kini, aku bayangkan betapa pendeknya umur manusia, banyaknya kesibukan yang harus dikerjakan, penyesalan yang dalam akibat segala kekurangan tatkala ajal menjelang, dan penyesalan setelah semuanya berlalu. Kubayangkan di pelupuk mata dan relung hatiku pahala dari orang-orang yang sempurna, sementara aku sendiri sangat kekurangan. Kubayangkan pahala orang-orang yang bekerja keras, sedangkan aku selalu saja bermalas-malasan.

Al-Jauzi memberi nasehat janganlah membiarkan jiwa kosong dari nasehat-nasehat yang Anda dengar dan jauhilah pikiran-pikiran busuk yang selalu membisiki Anda. Sesungguhnya nafsu laksana kuda yang liar, jika Anda pegang kendalinya, maka Anda dijamin tak akan terlempar olehnya. Demi Allah, jangan membuang percuma umur Anda dan jangan kotori jiwa Anda. Lindungilah diri Anda segera, sebelum Anda menjadi tak terlindungi.

Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (QS 26: 87-89)
Waallahu’alam.