TKW Itu Adalah Malaikat Kecil Kami

Pagi itu adalah hari pertama aku dan dua orang temanku mendapatkan cuti vacation dari Supervisor tempatku bekerja. Pagi yang indah, amat segar dengan hembusan angin yang masih menyisakan winter season yang akan segera berakhir. Cuaca peralihan musim dari winter ke summer adalah cauca yang sangat bersahabat, hembusan angin yang tidak terlalu dingin mengingatkan akan suasana kota Bandung sepuluh tahun yang lalu.

Tiga bulan bukanlah waktu yang pendek bagiku meninggalkan keluarga di rumah, oleh karenanya baru dua bulan bekerja sebagai TKI, aku sudah berani ngajuin cuti. Alhamdulillah setelah tiga bulan, cutiku di approve untuk tiga minggu. sebagai para TKI skill, kita memang di fasilitasi bisa membawa keluarga, tapi karena belum dapat rumah, dengan sangat terpaksa membujang dulu, sebuah masa yang tidak enak setelah sebelumnya selalu bersama keluarga.

Dengan semangat ingin segera bertemu keluarga kami meluncur ke Abu Dhabi Airport, setelah cek in kamipun langsung masuk ke boarding pass. Winter yang masih menyisakan kabut kabut tebal rupanya membuat Etihad Airways mengalami delay keberangkatan selama dua jam, itulah informasi yang kami dapatkan dari petugas airport. Ah sebuah masalah yang sangat tidak kita inginkan namun tak bisa kita tolak.

Demi menunggu waktu keberangkatan, setiap orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Puluhan TKW yang hendak pulang ke Jakarta bergerombol dalam komunitasnya di satu sudut ruang boarding pass itu, tapi ada juga beberapa TKW yang duduk tidak jauh dari kami. Aku lebih memilih membuka note book, memanfaatkan free hotspot airport aku membuka situs-situs berita. Sementara dua orang temanku sudah terlibat obrolan dengan beberapa TKW yang tidak jauh dari tempat kami duduk.

Semakin lama obrolan mereka makin menarik, aku memilih mematikan note book dan mendengarkan salah seorang TKW yang sedari tadi paling banyak bicara. Namanya Nursiyam, asli Madiun-Jawa Tengah. Dengan umur kira-kira 40 tahunan, membuat mbak Nursiyam ini lebih kelihatan sosok keibuannya. Orangnya kalem tapi tegas, tutur katanya lembut tapi tidak menggoda, bahasanya teratur rapih dan kelihatan berpendidikan.

Wanita lulusan sebuah Madrasah Aliyah di Madiun ini telah lima tahun bekerja di Yaman dan dia merasa beruntung sekali karena majikannya adalah seorang syeikh yang bertugas menjadi imam masjid besar di sana. Sehingga suasana rumah majikannya secara tidak langsung telah mencetak jiwa dan kepribadiannya.

" Kenapa mbak Nur mau jadi TKW? Orang seperti mbak kayanya lebih cocok jadi guru deh" Salah seorang temanku mencoba bertanya dengan gaya yang sok akrab. Demi mendengar pertanyaan yang seolah sudah biasa dia dengar itu, mbak Nur menjawab seperti orang yang sedang menceramahi kami.

Dengan logat khas jawanya yang medok, mbak Nur menjawab, lebih tepatnya menceramahi kami. "Menjadi TKW adalah pilihan terakhir dari semua pilihan tersulit, setelah suami saya meninggal saya tidak punya jalan keluar lagi untuk membiayai sekolah anak saya yang sekarang sudah SMU, lagian manjadi TKW kan bukan suatu yang hina, jauh lebih mulia daripada para koruptor berdasi di negeri kita tercinta, kalau kita niatkan untuk ibadah bukankah dapat pahala juga, Allah tidak buta dan tidak pernah tidur mas"

Kami tak mampu menghentikannya bicara sampai mbak Nur melanjutkan lagi ceramahnya "Lagian tugas seorang TKW kan membantu pekerjaan majikan, pekerjaan yang mulia kan? Membantu. Bukankah hakikat seorang manusia itu sebenarnya adalah seorang pembantu, budak dan abdi Allah, Tuhan pemilik alam semesta dan segala isinya. Saya selalu beranggapan kalau apa yang sedang saya lakukan ini adalah dalam rangka ibadah kepadaNya juga, saya hanya sedang mengabdi kepada Allah melalui melakukan pekerjaan membantu salah seorang hambaNya, apakah ada yang salah"? mbak Nur menutup ucapannya dengan mantap.

Kata-katanya bagaikan ribuan anak panah yang melesat dari busurnya dan menancap tepat di jantung kami, orang-orang yang mendengarnya. Aku, dua orang temanku bahkan beberapa orang temannya mbak Nur sendiri sampai bengong mendapatkan ceramah singkat dari seorang TKW ini. Subhanallah…, hanya itu gumamku dalam hati. Tidak ada yang berani membuka suara setelah itu, semua seolah terhipnotis oleh kata-kata TKW yang biasa pulang ke Indonesia setiap satu tahun sekali ini.

Sampai akhirnya mbak Nur membuka suara " Maaf mas-mas, bukannya saya sok tahu dan mau menceramahi, saya hanya ingin mengatakan kalau jalan hidup yang saya pilih ini tidak salah, meskipun tidak seratus persen benar, toh saya juga tidak mau selamanya mau jadi TKW, setelah cukup modal saya akan pulang ke Indonesia, membuka usaha kecil-kecilan sambil tetap bisa menemani anak-anak saya agar tumbuh kembangnya lebih baik"

Subhanallah… gumamku sambil manggut manggut, basic pendidikannya yang seorang lulusan Madrasah dan hidupnya bersama seorang syeikh di rumah majikannya telah membuat mbak Nur menjadi TKW berkualitas.

Waktu delay dua jam tidak terasa habis dengan sendirinya dan tentunya dengan kami telah mendapatkan hikmah yang luar biasa dari ceramah singkat seorang TKW. Sampai ada pengumuman kami sudah bisa masuk ke pesawat yang akan mengantarkan kami pulang ke negeri tercinta, Indonesia.

Segala puji bagi Allah atas karunianya menurunkan seorang malaikat kecil yang telah menyadarkan kami yang hanya seorang budakMu, memberikan banyak pelajaran pada kami bagaimana kami harus mensyukuri semua kemudahan dan nikmat yang senantiasa mengiringi langkah kami.

"Ya Allah jadikanlah kami hamba-hamba yang bersyukur"

Salam hangat dari kota Ruwais-Abu Dhabi.

Ali Alfarisi