Laki-laki Mesjid

Senyum, itulah sedekah yang selalu saya dapatkan setiap kali bertemu dengannya. Seolah senyum itu tak pernah bosan bertengger di bibirnya. Seakan senyum itu tak pernah redup dari pancaran wajahnya. Ia tampak indah dan memikat. Mampu merasuk ke jiwa dan mengaduk-aduk rasa. Ia bisa membangkitkan kerinduan untuk bersua. Oh, betapa indahnya.

Saya selalu terkenang padanya. Sikapnya yang ramah, tutur kata yang lembut dan sopan, menjadi magnet kuat yang membuat saya ingin selalu dekat dengannya. Beberapa hari tak bertemu ada kerinduan di relung hati untuk bertatap muka walau sekedar melihat senyum itu, sekedar ingin merasakan getaran ketulusan itu.

Saya diam-diam menggelarinya laki-laki mesjid. Seorang laki-laki yang begitu mencintai masjid dengan sepenuh jiwanya. Laki-laki yang kesehariannya lebih suka berada dalam masjid. Sebelum azan berkumandang ia telah melangkah ke mesjid. Setiba di dalam mesjid ia dirikan sunah tahiyyatul mesjid lalu duduk membaca al-Quran. Begitulah setiap harinya.

Saya seringkali kalah dengan laki-laki itu, terkadang saya menjadi malu padanya. Selalu saja ketika tiba di mesjid ia tengah shalat sunnah atau membaca al-Qur`an di shaf pertama. Jika saya beralasan keterlambatan saya karena sudah berkeluarga dan punya anak, iapun juga sudah berkeluarga dan sebentar lagi akan punya anak. Saya jadi teringat kisah perlombaan Umar Ra. dan Abu Bakar Ra. dalam kebaikan, dimana dalam setiap kesempatan Abu Bakar Ra. selalu mengungguli Umar. Abu Bakar selalu bergerak lebih cepat dan awal dari Umar.

Dalam kisahnya, Umar Ra. bercerita, "Suatu ketika Rasulullah Saw. memerintahkan untuk bersedekah, waktu itu saya memiliki sedikit harta kekayaan. Saya merenung, setiap saat Abu Bakar membelanjakan lebih dari apa yang telah saya belanjakan di jalan Allah. Saya berharap dengan karunia Allah, semoga saya dapat membelanjakan lebih darinya kali ini, karena saat itu saya mempunyai dua harta kekayaan untuk saya belanjakan. Saya pulang ke rumah dengan perasaan gembira sambil membayangkan buah pikiran saya tadi. Segala yang ada di rumah, saya ambil setengahnya."

Rasulullah Saw. bersabda, "Apa ada yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, wahai Umar?"

Saya menjawab, "Ya, ada yang saya tinggalkan, wahai Rasulullah!"
Rasulullah bertanya lagi, "Seberapa banyak yang telah kamu tinggalkan?"
Jawab saya, "Saya telah tinggalkan setengahnya."

Tidak berapa lama kemudian Abu Bakar datang dengan membawa seluruh harta bendanya. Saya mengetahui bahwa beliau telah membawa seluruh miliknya. Begitulah pembicaraan yang saya dengar antara beliau dengan Rasulullah.

Rasulullah bertanya, "Apakah yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, wahai Abu Bakar?" Abu Bakar menjawab dengan penuh tenang, "Saya meninggalkan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka."

"Sejak saat itu, saya mengetahui bahwa sekali-kali saya tidak dapat melebih Abu Bakar," kata Umar Ra. menutup kisahnya.

Saya mencoba membandingkan antara laki-laki itu dengan pemuda-pemuda lain, yang lebih suka berada di internet dan rumah. Yang tak pernah datang ke mesjid, atau hanya kadang-kadang dan itupun sering terlambat. Begitu jauh perbedaan antara keduanya. Antara orang-orang yang larut dalam urusan dunia dan lupa ada kewajiban yang harus ditunaikan kepada Allah dengan orang-orang yang selalu mengingat Tuhan-nya di kala pagi dan petang.

Jika si fulan tahan berlama-lama, berjam-jam di ruangan internet, maka laki-laki itu tahan berjam-jam di rumah Allah. Jika si fulan lain tahan berjam-jam main game, maka laki-laki itu seolah tak pernah bosan membaca al-Quran. Jika pemuda lain asyik bermesraan dengan wanita yang belum halal baginya, maka laki-laki itu pun merasakan kemesraan dengan wanita yang telah Allah halalkan untuknya.

Saya sering merasa iri pada laki-laki itu. Iri pada kebaikan dan keistiqamahannya. Merasa iri dengan senyum yang selalu mengembang di wajahnya. Iri pada keteguhannya menjaga shalat 5 waktu tepat waktu di shaf pertama. Saya ingin mengetahui, apakah yang menjadi rahasia keteguhannya untuk istiqamah dalam kebaikan tersebut. Adakah kekuatan maha dahsyat yang telah mempengaruhi jiwanya? Hanya Allah yang tahu, sayapun belum sempat bertanya padanya.

Sungguh laki-laki itu telah menjadi inspirasi dan motivasi bagi saya dalam kebaikan. Dekat dengannya mampu mencerahkan hati, menjernihkan pikiran dan jiwa. Bergaul dengannya memberikan pada saya mutiara-mutiara keimanan dan kebaikan. Subhanallah.

[email protected]