"Ngiler" Kita, Ngiler Mereka

Ini hari-hari yang panas di kota Malang. Sudah lebih dari sebulan hujan tiada sudi kirimkan air tuk kota ini. Meski Malang identik hawa dingin, tapi kalau urusan kemarau, terlebih ketika langit tiada berawan dan siang hari, toh panas jua. Terlebih ini bulan Ramadhan, panas terik kemarau tentulah jadi ujian plus bagi yang berpuasa.

Dan disela siang terik Ramadhan yang panas itu, dimana berdiam di rumah yang sejuk adalah kenyamanan, saya diharuskan keluar untuk beberapa urusan.

Hari itu 24 Ramadhan, Ini jam satu siang, kupacu motorku menelusuri jalan Bendungan Sigura-gura. Teringat bahwa pulsaku habis, aku pun mampir sejenak ke sebuah konter pulsa di pinggir jalan.

Namanya konter tentulah jualan pulsa, namun ada yang unik di konter itu. Jika kebanyakan konter pulsa tak berbau (atau kalaupun ada berbau wangi), maka begitu motorku berhenti di depan konter tersebut, spontan sebuah bau tercium. Ini bau yang khas, dan satu hal… ini bau yang sangat Sedaap! Ugghh!

Rupa-rupanya konter pulsa tersebut jadi satu dengan sebuah warung soto. Ini jam satu siang, artinya waktunya "makan siang". Kulihat penjualnya dengan nyamannya melayani para pembeli yang juga begitu nyamannya makan soto. Tak ada kain yang menutupi warung tersebut, dan para penikmatnya pun seolah tak peduli dengan orang puasa yang lalu lalang di sekitarnya. Ah, orang sopan makin langka… Barangkali pikirnya ini akhir bulan Ramadhan, ddan menghormati orang puasa hanya perlu di awal ramadhan saja. Atau jangan-jangan sekarang yang ada bukan lagi "Hormatilah Orang yang Puasa", melainkan egoisme "Hormatilah yang Tidak Puasa"?

Kuperhatikan mereka sejenak, betapa cerianya wajah mereka, anak-anak muda seusia saya, seolah tanpa beban "berbuka" disiang hari bulan puasa. Sambil bercanda dengan teman-temannya, gembira dan begitu menikmati makanannya. Semangkuk soto sedap dengan segelas es yang segar. Jujur saya tanya pada Anda, Orang puasa mana yang tak bakal "ngiler" melihat pemandangan seperti itu…??

Andai ini bukan Ramadhan, barangkali saya pun akan ikut duduk bersama mereka. Meski saya tak terlalu doyan soto, namun bau soto yang sedap itu benar-benar membuat saya mupeng juga. Terlebih paginya saya tak sempat makan sahur. Ugh! Jadilah saya hanya bisa menelan ludah menahan lapar, karena Saya masih berpuasa!. Tapi yang namanya ludah, meski ditelan ribuan kali, sampai kapanpun takkan pernah berasa soto.

Selesai? tidak juga… Sorenya saya pun pergi ke pasar di dekat rumah untuk beli soto. Hari itu istri memang sedang ingin makan soto untuk menu buka puasa. Pagi yang belum sahur ditambah pemandangan tadi siang, makin membuat perut saya meronta-ronta. Kalau kata teman saya bilang "Cacing-cacingnya sudah pada demo, bakar ban dan lempar telur!". Tapi Jam masih menunjukkan pukul setengah lima sore, artinya waktu berbuka masih kurang satu jam lagi.

Ini warung soto yang sebenarnya biasa saja, tak terlalu enak, namun karena tak ada soto yang lebih enak dan murah di radius 4 kilometer dari sini, maka warung ini pun ya ramai-ramai saja. Jadilah aku mengantri diluar bersama sekian pembeli lainnya membungkus untuk dibawa pulang buka puasa. Namun didalam warung ternyata ada dua orang yang makan di tempat. Ah, tapi setidaknya yang kali ini lebih sopan. mereka makan membelakangi kami yang tengah mengantri sehingga tak kelihatan. Pun yang makan toh orang yang sangat tua yang barangkali memang sudah tak kuat lagi tuk berpuasa.

Cukup? rupanya tidak. Selang beberapa menit mengantri, rupa-rupanya ada seorang anak muda, masuk, duduk, mengambil gelas minumnya dan glek glek glek… satu gelas besar es jeruk itu dinikmatinya tanpa wajah beban, bahkan sambil senyum-senyum! Buka puasa masih satu jam lagi, dan sore seperti ini, tentulah fase haus-hausnya orang puasa. di hadapkan pemandangan seperti ini lagi-lagi orang puasa mana yang tak akan "ngiler". Di"pameri" seorang anak muda dengan segelas es jeruk segar, Sekalilagi saya tanyakan pada Anda, Orang puasa mana yang tak bakal "ngiler" melihat pemandangan seperti itu…?? Dan lagi-lagi saya hanya bisa menelan ludah, dan dengan penuh kesadaran saya tahu bahwa meski ratusan kali saya menelan ludah, tak akan satu pun yang berasa es jeruk segar.

Barangkali selama puasa di tahun ini, ataupun di tahun lalu Anda pun juga sering bertemu dengan mereka-mereka ini. Orang-orang yang sebenarnya mampu puasa, dengan "nikmatnya", tanpa beban, tanpa malu, makan dikhalayak umum, ketika orang-orang disekelilingnya tengah menahan lapar berpuasa. Lucu, disatu sisi katanya kita harus saling toleransi di negeri ini, namun kini kita dihadapkan pada orang2 yang tak lagi toleran.

Dan kita pun dibuat "ngiler" oleh mereka…. Panas terik, haus menahan puasa, eh didepan ada orang minum segelas es yang segar…. Lapar berat semalam tak sempat sahur, eh didepan ada orang sedang makan dengan lahapnya. Andai ini cerita komik, tentulah "air liur" kita membanjir deras melihat mereka semua. Beryukur kita masih cukup normal sehingga kita hanya bisa "ngiler" dan bukan ngiler beneran.

Toh akhirnya kita semua menahan perasaan ini. Dan kita pun teringat bahwa kita sedang berpuasa karena iman kepada Sang Pemberi Rezeki.

Sebagaimana pepatah rakyat, "Lakon kuwi menange keri" (tokoh utama selalu menang di akhirnya)…. Maka sudah saatnya pula kita sadar, bahwa setiap kita-lah lakon dalam skenarioNya. Ini adalah filmNya, dan scene "ngiler kita" ini hanyalah salah satu scene dari babak klimaks ujianNya. Dan kita yakin di antiklimaks, Lakon kan selalu menang!

Jadi sudah saatnya kita berkata pada setiap lakon scene "Ngiler Kita" yang tengah berpuasa, untuk mengingatkan satu paragraf penting dari naskah cerita.

"Sudah Biar saja hari ini kita ngilermelihat mereka,
Sudah biar kita telan ludah saksikan mereka makan minum sepuasnya.
Karena kita telah dijanjikan surga olehNya,
dankita tahusiapa yang akan ‘Ngiler’ pada akhirnya…."

Sidoarjo, 28 Agustus 2011
mendoa Hidayah sapa mereka