TV oh TV

Sejak kelahiran anak pertamaku-agar lebih fokus mengurusnya- maka aku merasa perlu memiliki pembantu. Nah, sejak anak pertama ku lahir, hingga kini, paling top pembantu bertahan di rumahku selama 6 bulan.

Setiap pembantu yang masuk rumah, pasti mereka berkomentar. Si A berkata,”Rumah kok nggak ada TV-nya.”

Si B berkata, ”Bu, TVnya lagi rusak yaa?”

Si C celingak-celinguk sebelum akhirnya bertanya,”Bu, TVnya emang di taruh dimana?”

. . .

Baik orangtua maupun kerabat dan handai tolah memberiku wejangan, yang rata-rata ungkapannya seperti ini,…”Pembantu mana ada yang betah kalo di rumah nggak ada TV. Mereka kan bosan, seharian kerja nggak ada hiburan.”

Dilematis? sedikit. Pengen sih membuat pembantu merasa terhibur, tapi haruskah dengan break our own rules? Harapannya sih dapat pembantu yang paham dan tidak bermasalah dengan tidak adanya TV di rumah.

Kalau kata abinya anak-anak sih, ”It’s not about TV. Sesungguhnya rezeki Allah yang mengatur. Jika Allah tetapkan seseorang mendapatkan rezeki lewat kita, maka Allah akan antarkan orang tersebut memasuki rumah ini. Kalau dia tidak lagi ingin bekerja di rumah ini, sesungguhnya Allah yang Maha Membolak-balikkan hati manusia dan sesungguhnya memang rezekinya Allah pindahkan lewat jalur lain.”

. . .

Kondisi tidak ada TV di rumah cukup memberi issue kontroversial, pada awalnya, di mata kerabat dan tetangga maupun teman-teman. Yang baru pertama kali datang, pasti bertanya,”Emang kenapa nggak ada TV?”

Susah-susah gampang ngejelasinya. Memang, TV tidak selalu berdampak negatif, walaupun mudharatnya lebih banyak. Jadi kami hanya menjawab bahwa tidak adanya TV di rumah lebih kepada kesadaran kami akan lemahnya iman kami. Wong nggak ada TV aza ibadah masih gitchu deh, apalagi ada TV, wuaah kosentrasi bisa kebagi-bagi. Dan agaknya TV bakalan menang. Makanya kami merasa lebih baik nggak ada TV.

Walaupun bisa diatur, nontonnya acara-acara yang manfaat aza, tapi lama kelamaan pasti, pas lagi BT, setel TV, pas lagi stress setel TV, pas lagi iseng setel TV. Walhasil pas lagi ngapain aza pengennya sambil nonton TV. Jadi, daripada dihadapkan pada “ujian” yang tak terhindarkan lebih baik cari jalan aman. No TV at home.

Syetan itukah da’wah mengajak pada keburukannya 24jam. Dan mereka(syetan-syetan) benar-benar sabar dan gigih dalam mengajak, tak akan bergeming sampai usahanya berhasil. Bisik-bisik syetan,”Dah liat aza TVnya, cuma berita kok.” Besoknya,”Liat tuh bagus, acara nyanyi-nyanyi doang.” bisik syetan lagi. Akhirnya tanpa sadar semua acara jadi bagus di mata kita. Hmm, TV itu sihirnya memang luar biasa.

. . .

Pernah ibu dari teman sekolah Tk anak-ku Ali bertanya, ”Memang anak-anak tidak pernah “ribut” nggak ada TV di rumah?”

Pernah juga sih, …tapi karena sejak mereka bisa melihat dan mendengar, sudah tidak ada TV di rumah, jadinya lebih mudah memberi mereka pengertian.

Tidak ada larangan bagi mereka untuk menonton TV (acara khusus untuk mereka tentunya) ketika berkunjung ke rumah Nyai, Mbah atau saudara. Hanya peraturan di rumah memang tidak ada TV.

Alhamdulillah, so far kami baik-baik aza. Ada yang bilang nanti ketinggalan zaman donk, ah zaman tidak akan meninggalkan kita, kitalah yang meninggalkannya dengan tutup usia. Lagipula, masih banyak media lain untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Alhamdulillah, jadinya sebagian waktu mereka dihabiskan dengan mendengar aku membacakan buku-buku cerita. AKu juga, jadinya punya waktu untuk membacakan mereka cerita. Alhamdulillah lagi, anak-anak jadi bisa menikmati ketika diajak pergi ke toko buku.

Alhamdulillah, pendengaran anak-anak jadi lebih terjaga.

Alhamdulillah, pandangan anak-anak jadi lebih terjaga.

Alhamdulillah, sikap anak-anak jadi lebih terjaga.

Alhamdulillah, ucapan-ucapan anak-anak jadi lebih terjaga.

Manfaat lain, anak-anak tidak konsumtif. Mereka jarang melihat iklan-iklan di TV. Jadi, no TV lebih hemat. Hemat listriknya, hemat pengeluaran karena pengaruh iklan-iklan di TV.

Tulisan ini bukan propaganda untuk tidak menyediakan TV di rumah, hanya curhatan manfaat yang bisa dipetik dengan tidak adanya TV di rumah.

Ummu Ali