Wahai saudaraku, Maafkan aku

Assalamu’Alaikum Wr.Wb.

Setelah tulisanku yang terakhir dimuat ( di kolom oase iman ), aku sangat banyak menerima email yang intinya agar aku bermuhasabah diri, agar tidak mempersoalkan hal-hal yang seharusnya tidak perlu di permasahkam. Aku tersentak dan kaget, ternyata aku telah menyakiti perasaan sesama saudara muslim.

Aku yang pada awal menulisnya dengan niat untuk memberikan masukan, demi partai yang telah megikat hatiku itu, ternyata aku menyakiti perasaan mereka. Walau apapun argumentasi yang akan aku berikan, tetap saja aku memang bersalah.

Aku sebagai penulis pemula yang sering kali tidak tahu menempatkan kata dan tidak mengetahui benar efek apa yang akan di timbulkan dari tulisanku, ternyata membuatku sangat cemas, dan gelisah.

Cemas karena merasa bersalah hanya melihat satu sisi sebuah partai yang sebenarnya tidak sebanding dengan perjuangan mereka. Perjuangan yang banyak mengorbankan waktu, tenaga, harta dan keluarga demi membantu sesama untuk berjalan di jalan kebenaran. Mereka termasuk orang-orang yang diciptakan Allah sebagai Rakhmatan Lil ‘Alamin.

Gelisah karena aku malu pada diriku sendiri, pada partai yang aku kagumi dan pada lingkunganku. Aku merasa terhukum karena aku lalai untuk memaknai apa yang telah aku tuliskan sebelum aku kirimkan. Aku bertindak bodoh, untuk urusan yang sebenarnya hampir tidak ada apa-apanya di banding perjuangan partai yang tujuannya hanya mencari ridho Allah Swt,

Sebuah persoalan yang sangat berat aku rasa saat ini. Aku ingin menangis, tapi air-mataku tak bisa tumpah. Aku yang belajar menulis untuk berbagi hikmah ternyata hanya membuat sebuah kebodohan. Ya Allah, ampuni hambamu yang tidak bisa melihat sisi terang sebuah kebaikan seseorang, hanya sibuk dengan kekurangannya, tanpa bertanya pada diri sendiri : “Apa yang telah aku perbuat untuk umat ini?”

Wahai saudaraku, maafkan aku.
Malunya dirasa. Baik pada diri, pada saudaraku kaum muslim, dan pada Allah Swt. Aku terlalu naïf dan egois. Egois untuk sebuah permintaan, yang aku tahu mereka sudah sangat kepayahan untuk menangkis pemurtadan hingga di ujung kampung terpencil. Mereka ikhlas dengan sejumlah pengorbanan, yang aku tidak mungkin bisa melakukannya. .

Wahai saudaraku, maafkan aku.
Air-mata ini akhirnya mengalir deras. Aku tidak ingin mengatakan : “Aku hanya manusia biasa yang seringkali melakukan kesalahan. Aku merasakan dalam hidupku ini, inilah dosa besar yang telah aku perbuat. Partai itu telah membuatku merengkuh hidayah Allah. Membuatku bahagia dengan segala pertemanan di dalamnya, membuatku bersemangat untuk selalu memperbaiki diri, tapi apa balasannya dariku? Bagaikan aku menggunting dalam lipatan!” Ya Allah, ampuni aku yang tidak tahu balas budi ini.

Wahai saudaraku, maafkan aku.
Aku memang berhak untuk di marahi, untuk dimaki atau apapun yang menurut saudaraku itu terbaik buatku, aku akan menerimanya dengan lapang dada. Karena memang aku harus menanggung semuanya atas perbuatanku ini. Perbuatan yang lalai untuk selalu bercermin pada diri sebelum mempertanyakan kerja orang lain. Bertanya pada diri : “Mampukah aku berbuat seperti mereka, dengan segala tetes keringat dan meninggalkan keluarga demi orang-lain?”

Aku ucapkan terima-kasih atas semua email yang ditujukan kepadaku. Semoga semua saran dan kritikan kalian yang tujuannya hanyalah agar aku memperbaiki pola pikirku ini, mendapatkan balasan setimpal dari Allah Swt. Amiin.

Wassalamu’alaikum wr. Wb.

Halimah taslima