Itsar dan Palestina

Itsar merupakan akhlak yang mulia, akhlak orang-orang yang meneladani kehidupan Nabi Muhammad saw, akhlak utama dalam berteman dengan saudaranya seiman dan seperjuangan.

Itsar artinya adalah mendahulukan kepentingan kawan atau saudaranya seiman dan seperjuangan dibandingkan kepentingan dirinya sendiri.

Dalam sejarah perjuangan kaum muslimin menegakkan dan membela al haq (kebenaran), berjihad di jalan Allah, kita akan dapat menemukan kisah teladan mengenai itsar, sejarah yang begitu indah untuk dipelajari, merupakan suatu kenikmatan tersendiri jika diamalkan.

Ketika terjadi perang Yarmuk, perang yang terjadi antara kaum muslimin melawan pasukan Romawi (Bizantium), negara super power saat itu, tahun 13 H/ 634 M.

Pasukan Romawi dengan peralatan perang yang lengkap dan memiliki tentara yang sangat banyak jumlahnya dibandingkan pasukan kaum muslimin, dengan perbandingan 5: 1.

Pasukan Romawi berjumlah sekitar 240.000 orang dan pasukan kaum muslimin berjumlah 45.000 orang.

Pasukan kaum muslimin dipimpin oleh Panglima Khalid bin Walid yang diangkat oleh Khalifah Abu Bakar Shiddiq di akhir masa jabatannya, sebelum beliau wafat dan kemudian diganti oleh Umar bin Khatab.

Dalam perang Yarmuk, pasukan Romawi memiliki tentara yang banyak, pengalaman perang yang mumpuni, peralatan perang yang lengkap, logistik lebih dari cukup, dapat dikalahkan oleh pasukan kaum muslimin, dengan izin Allah.

Ini adalah bukti yang nyata bahwa sesungguhnya kemenangan itu bersumber dari Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Maka kalau ingin menang dan berkah, mendekatlah dan carilah keridhaan Allah swt dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.

kemenanganmu itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS: Ali Imran/3 : 126).

Setelah perang selesai dan dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin, di medan Yarmuk tergeletak beberapa pejuang Islam, sahabat Rasulullah saw dengan badan penuh luka.
Mereka adalah Ikrimah bin Abi Jahal, disekujur tubuhnya tidak kurang ada 70 luka, Al Harits bin Hisyam (paman Ikrimah) dan Ayyasy bin Abi Rabi’ah, dalam riwayat lain Suhail bin ‘Amru.

Saat ketiganya sedang letih, lemah, dan kehausan serta dalam keadaan kritis, datanglah seorang yang mau memberikan air kepada salah seorang diantara mereka yang sedang kepayahan.

Ketika air akan diberikan kepada Al Harits dan hendak diminumnya, dia melihat Ikrimah yang sedang kehausan dan sangat membutuhkan, maka dia berkata, “Bawa air ini kepadanya !”.

Air beralih ke Ikrimah putra Abu Jahal, ketika dia hendak meneguknya, dilihatnya Ayyasy menatapnya dengan pandangan ingin minum, maka dia berkata, “Berikan ini kepadanya !”.

Air beralih lagi kepada Ayyasy, belum sempat air diminum, dia sudah keburu syahid. Maka orang yang membawa air bergegas kembali kepada kedua orang yang membutuhkan air minum, akan tetapi ketika ditemui keduanya juga sudah syahid.

Subhanallah, Allahu Akbar Walillahilhamd.

Begitu indahnya ukhuwah diantara mereka, itsar bagian dari kehidupannya, akhlak merupakan pakaiannya, prilaku yang patut dicontoh oleh generasi sesudahnya.

Pada saat saya ke Sumatera Barat di akhir bulan Ramadhan yang lalu, tepatnya hari Sabtu, 20 Ramadhan 1429 H untuk i’tikaf di masjid Syuhada Sariak, Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam.

Saya teringat dengan kisah para sahabat nabi Muhammad saw yang telah mempraktekkan itsar dalam kehidupannya, khususnya para sahabat yang syahid di dalam peperangan Yarmuk melawan pasukan Romawi.

Walaupun tidak sama percis, akan tetapi substansinya tidak jauh berbeda, yaitu itsar !

Ketika itu, saya berta’ziah ke rumah ustadz Famul Samiran, Ketua Ikatan Da’i Indonesia (IKADI) Bukittinggi yang sedang sedih dan berdukacita.

Dia berdukacita karena orang tuanya, Samiran Sutan Marajo, 86 tahun, meninggal dunia, Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.

Sebelum saya sampai, jenazah sudah dikubur, sehingga saya tidak dapat mensholatkan jenazahnya, maka selanjutnya berziarah ke pusara almarhum Samiran Sutan Marajo di pandam yang tidak jauh dari rumah keluarga besar istrinya di Guguk Bulek, Bukittinggi.

Setelah berziarah, saya di dampingi ustadz Famul melangkahkan kaki, mengayunkan tangan menuju “rumah duka” . Dalam perjalanan tersebut, agar tidak diketahui oleh orang banyak, saya memasukkan “uang duka” sebesar Rp. 50.000 (Lima Puluh Ribu Rupiah); ke dalam saku baju koko ustadz Famul.

Alangkah kagetnya saya, ketika dia menolak uang tersebut, walaupun saya paksa untuk menerimanya, dia tetap menolaknya, bahkan dia masukkan “uang duka” tersebut ke dalam saku jas saya, saku sebelah kanan.

Saya mengira uang itu terlalu sedikit diberikan, atau caranya yang kurang bijak, akan tetapi bukan itu sebabnya.

“Berikan ini (“uang duka”) untuk Palestina ! “, itulah jawabannya, saya tertegun, kagum dan terharu.

Dia tahu bahwa saya adalah sekjen Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (KISPA), suatu insttitusi yang kelahirannya pada tanggal 14 Mei 2002 M dibidani oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang senantiasa melakukan penggalangan dana untuk rakyat Palestina dan masjid Al Aqsha.

Saat sedih dan berdukacita di tinggal orang tua tercinta yang telah wafat, domisili di Bukittinggi, suatu negeri yang jauh dari Palestina, masih ada orang yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap Palestina, khususnya rakyat Gaza yang sedang di blokade Zionis Israel.

Saya hanya dapat berdoa semoga makin banyak orang-orang yang memiliki sikap itsar dalam kehidupannya, memiliki kepedulian yang tinggi untuk membantu membebaskan negeri para nabi, Palestina, yang di dalamnya ada Masjid Al Aqsha, dari penjajahan Zionis Israel.

Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang memiliki itsar. Amin.

H. Ferry Nur S.Si

Email : [email protected]
Website : www.kispa.org

Salurkan Infaq Peduli Al Aqsha :
Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Slipi,
No. Rek. 311.01856.22 an. Nurdin QQ. KISPA