Lingkungan Yang Tidak Kondusif Untuk Anak

Assalamualaikum Wr.Wb. Saya ibu seorang anak perempuan berusia 4,5 tahun. Masalah berawal dari peraturan dari keluarga suami yang mengharuskan suami dan saudara laki-lakinya untuk tidak keluar dari lingkungan keluarga besar suami. Perbedaan prinsip hidup dan latar belakang saya dengan kelarga suami lumayan banyak.Tapi dengan suami sendiri saya tidak ada alasan yang berarti. Karena tinggal bersama di komplek keluarga besar, maka keputusan dan apapun yang kami terapkan dalam keluarga selalu disorot dan mendapat kritikan tajam dari keluarga besar suami. Tak terkecuali masalah pendidikan anak. Mereka membebaskan apapun yang dilakukan sang anak, bahkan kadang cenderung lepas kontrol. Sedangkan saya mereka anggap terlalu protective dan paranoid tentang apapun yang dilakukan anak saya. Sebagai gambaran, mereka membiarkan anak mereka main hujan2an bahkan saat subuh sekalipun, sedangkan saya melarang anak saya main hujan-hujanan. Mereka tidak mengajari anak mereka berpantang makan dan minum apapun, bahkan untuk makan minum yang mengandung zat aditif berbahaya.Sedang saya selalu berpesan pada anak saya untuk hati-hati dan tidak makan minum yang mengandung zat berbahaya.Salah benar bagi mereka anak yang besar harus mengalah pada yang kecil, sedang saya mengajarkan untuk sportif tanpa memandang usia. Puncaknya ketika anak saya pilek tidak sembuh-sembuh selama 4 bulan dan sering demam, saya melarang anak saya minum es dan makan sembarangan.Ternyata di belakang saya, anak saya diberi makanan dan minuman yang saya larang bahkan mengajari anak saya untuk tidak bilang pada saya agar tidak dimarahi.saya protes, dan seperti biasanya berhembus cerita bahwa anak saya tidak boleh dipegang orang dan diberi makanan apapu. Muka masam,omongan sinis,diacuhkan, dan didiamkan seringkali saya adan anak saya terima. Berbeda dengan sepupunya yang lain, anak saya jarang bahkan cenderung tidak pernah diajak pergi, digendong, dicium, atau perlakuan lain yang seharusnya diperoleh anak kecil oleh keluarga suami. Ini berbeda ketika anak saya berada di keluarga saya. Di sekolah ternyata anak juga menjumpai perlakuan tidak menyenangkan dari temannya. Dia diam ketika dikasari, tapi ketika di rumah dipraktekan. Jika menjemput anak sekolah saya sering melihat siswa di sekolah anak saya memukul teman sampai berdarah, bicara kasar pada guru sekalipun, naik ke atas meja ketika pelajaran berlangsung, bahkan banyak yang lebih asyik di luar kelas dan sampai ke jalan, meludah ke muka teman juga ada. Anak saya pernah disuruh makan sandal dan dipukul pakai batu oleh teman sekolah meski itu di luar sekolah. Padahal sekolah anak saya itu TKIT dan bayarannya cukup mahal untuk ukuran tempat kami. Saya pikir apakah seperti ini gambaran TKIT di daerah? mengingat saya dulu juga guru di sebuah TKIT yang lumayan ternama di Jakarta dan mendapati suasana ysangat berbeda dengan TKIT sekolah anak saya ini. Akhirnya anak saya pindah sekolah di kota bapak saya. Karena kebetulan tantenya juga guru TKIT di sana dan jaraknya dekat dari rumah. Biaya TKIT di sini lebih murah dari sekolah anak sebelumnya. Alhamdulillah, banyak perubahan positif pada anak. Keluarga saya memang lebih terbuka dan menerima anak saya. Tapi masalah lain muncul, saya harus bolak-balik gantian menemani anak dan suami karena lain kota. Jika saya menemani anak ada gunjingan saya menelantarkan suami, dan begitu sebaliknya. Padahal jujur saja saya dan suami lebih tenang jika anak di lingkungan keluarga saya. Anak saya jadi sensitif jika saya tidak tepat waktu menjenguknya. Tapi saya dan suami juga tidak terima kalau anak saya mendapat perlakuan buruk lagi jika kami bawa kembali ke lingkungan keluarga besar suami. saya mesti bagaimana?

Budiarti

Jawab :

Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh, Bu Budiarti yang dirahmati Allah, saran saya adalah suami ibu harus berani mengambil keputusan sebagai kepala keluarga, tinggalkan lingkungan yang berpengaruh buruk pada keluarga dan anak-anak, karena nanti dia yang akan dimintai pertanggung jawaban di akherat. Maka itu semua kultur yang dibuat oleh manusia selama mendatangkan kemudaratan sebaiknya ditinggalkan namun kita tetap selalu bersilaturahmi dan berkasih sayang dengan mereka.

Bila saat ini belum mampu untuk keluar dari lingkungan kompleks perumahan keluarga suami, maka Suami dan ibu saja yang banyak tinggal dekat sekolah anak, jangan ibu sendiri yang bolak balik, lalu sesekali pada akhir minggu baru ajak semuanya kembali ke kompleks perumahan keluarga dan ketika itu diniatkan ibadah saja sehingga semua kata-kata dan perlakuan yang tidak nyaman tidak menjadi pemikiran yang mendalam dan tidak menjadikan ibu dan anak anak sakit hati, jadi senyum saja dan balas dengan baik baik, bila semakin panas diam saja dan kerjakanlah yang bermanfaat sambil dalam hati berdzikir.

Bila sikap ibu baik dan tegas dan selalu berusaha menolong (namun tetap dalam kemampuan dan porsinya), saya yakin sikap mereka akan berubah dan akan menjadikan keluarga ibu panutan dalam berbagai hal yang penting suami dimotivasi juga untuk terus soleh dan memperdalam agama. Insya Allah akan terdapat pencerahan dalam keluarga suami, semoga berhasil ya bu.

Mohon ma’af, saya pikir anak akan tetap kurang baik bila tidak hidup dalam suatu rumahtangga yang lengkap ada ayah dan ibunya, jadi bujuk suami untuk tinggal bersama ibu dan anak, dengan cara yang ihsan. Insya Allah, salam sayang dan semoga Allah bukakan jalan.

Terakhir, bagaimana biladibuat seperti ini: senin sampai kamis di dekat sekolah anak (suami dan ibu tinggal disana ), lalu hari jumatnya suami pulang duluan ke kompleks keluarganya dan ibu menyusul dengan anak ibu pada hari jumat sore, memang agak melelahkan namun semoga menjadi solusi sementara, semoga ibu dan suami memiliki kekuatan lahir batin untuk membina rumah dan keluarga sendiri dengan lingkungan yang Islami, ingatkan suami ya bu, masuk surga tidak ada yang sekompleks, jadi utamakan keluarga inti dulu yang didalamnya suami sebagai penangungjawab utama yang akan dimintai pertanggungjawaban. Maaf bila jawaban saya terlalu saklek, semoga keluarga ibu dan keluraga suami diberkahi Allah, dan dikumpulkan dalam kesakinahan didunia dan akhirat, Amiin. Wassalammu’alaikum