Manajemen Stress

pusingOleh: Iredho Fani Reza, S.Psi.I

 

Di era yang serba modern ini, banyak kemajuan yang tidak dapat dihindari lagi. Kemajuan dan perkembangan yang terjadi di bidang ekonomi, sains dan teknologi, bahkan budaya dan tradisi mengalami perubahan yang begitu signifikan. Bila kita melihat pertumbuhan sektor perekonomian di Indonesia, banyak gedung-gedung bertingkat didirikan, hampir merata di kota-kota seluruh Indonesia. Hal ini, menandakan perekonomian di kota Republik Indonesia mulai mengalami kemajuan. Di segi sains dan teknologi, zaman sekarang sudah mengandalkan penggunaan IPTEK (Ilmu pengetahuan dan Teknologi). Contohnya, seperti pendaftaran sekolah dan kuliah telah menggunakan sistim online semua. Hal ini juga menunjukkan kemajuan di bidang pendidikan. Akan tetapi, kemajuan dan perubahan zaman ini, tidak semua masyarakat dapat mengikutinya dengan baik dan merasa bahagia.

Ada sebagian masyarakat yang mengalami stress akibat perkembangan dan kemajuan zaman yang cenderung tidak dapat diikutinya. Hal ini, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2011, bahwa populasi orang dewasa Indonesia yang mencapai 150 juta jiwa, sekitar 11,6 persen atau 17,4 juta jiwa mengalami gangguan mental emosional atau gangguan kesehatan jiwa berupa kecemasan dan depresi (Disampaikan dalam “seminar dalam rangka hari kesehatan jiwa sedunia” 28 September 2011). Selanjutnya hasil riset yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013. Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Proporsi RT yang pernah memasang ART gangguan jiwa berat 14,3 persen dan terbanyak pada penduduk yang tinggal dipedesaan (18,2%), serta pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%). Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6,0 persen. Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur.

Melihat fakta dilapangan, hal ini menjadi sebuah PR besar bagi semua lini kehidupan, peran serta semua elemen masyarakat untuk menjaga hubungan yang harmonis antara sesama individu masyarakat dan peran pemerintah untuk memberikan stabilitas yang menyangkut masalah kenyamanan opinin masyarakat. Dari paradigma di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak masyarakat yang mengalami stress akibat dari tekanan kehidupan yang dari hari ke hari beragam permasalahannya.

Apa itu stress?

Selye mengatakan stress merupakan respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Apabila individu mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga individu tidak dapat lagi menjalankan fungsi pekerjaan dengan baik, maka individu disebut mengalami distress. Akan tetapi, apabila individu dapat mengatasi tekanan yang datang terhadap dirinya, tanpa ada keluhan fisik maupun mental, maka individu tidak mengalami stress melainkan disebut eustress.

 

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stress

Terdapat sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi atau penyebab timbulnya keadaan stress. Penyebab atau faktor-faktor yang mempengaruhi stress disebut dengan stressor. Dalam kajian ini, akan dijelaskan stressor yang berasal dari stressor psikososial. Menurut Dadang Hawari, stressor psikososial diantaranya: 1) Perkawinan; 2) Problem orang tua; 3) Hubungan interpersonal; 4) Pekerjaan: 5) Lingkungan hidup; 6) Keuangan; 7) Hukum; 8) Perkembangan; 9) Penyakit fisik atau cidera; 10) Keluarga; 11) Trauma.

Berdasarkan pendapat Hawari, dapat di ambil sebuah kesimpulan yang menjadi penyebab seseorang mengalami stress diantaranya: 1) Faktor Fisiologis; 2) Psikologi; 3) Faktor Sosial dan Budaya.

 

Reaksi terhadap stress

Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami stress, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Individu yang mengalami stress, akan menunjukkan reaksi dalam dirinya. Menurut Yusuf dan Nurihsan, gejala stress dapat dilihat dari gejala fisik maupun psikis. Gejala fisik diantaranya, sakit kepala, sakit lambung, tekanan darah meninggi, jantung berdebar-debar, insomnia (sulit tidur), mudah lelah, keluar keringat dingin, kurang selera makan, dan sering buang air kecil. Selanjutnya gejala psikis diantaranya, cemas, konsentrasi menurun, bersikap apatis (masak bodoh), pesimis, hilang rasa humor, pendiam, malas beraktivitas, melamun, menjadi pemarah. Selanjutnya seseorang yang mengalami stress dapat pula dilihat berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi tubuhnya. Menurut Dadang Hawari, seseorang yang mengalami stress akan mengalami perubahan fisiologis. Perubahan yang terjadi merupakan gangguan fungsional dari organ tubuh individu yang mengalami stress. Keluhan fisik mempengaruhi kondisi mental dan emosional, sehingga individu yang mengalami stress akan menjadi pemarah, pemurung, pencemas, dan mengalami gangguan emosional lainnya.

Strategi Menghadapi Stress

Setelah mengetahui faktor yang mempengaruhi stress dan reaksi tubuh (fisik dan psikologis) terhadap stress. Strategi menghadapi stress harus diketahui oleh setiap individu manusia. Berdasarkan ulasan dari Dadang Hawari, ringkasan upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress diantaranya:

  1. Menjaga pola makan dan istirahat yang cukup.
  2. Membiasakan untuk menggerakan badan minimal 2 kali seminggu (olahraga).
  3. Mengurangi atau bahkan meninggalkan rokok dan minuman keras.
  4. Menjalin interaksi sosial yang baik.
  5. Mendekatkan diri kepada Tuhan.

Melalui strategi menghadapi stress yang benar, seseorang dapat terhindar dari keadaan stress yang menjadi distress. Melalui strategi stress, keadaan tekanan yang dialami dapat menjadi eustress. Dalam arti kata, tekanan yang hadir dari pelbagai aspek kehidupan, dapat menjadi pencetus semangat untuk menyelesaikan dan memecahkan pelbagai masalah kehidupan.

 

Bacaan Lebih Lanjut:

Hawari, Dadang. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Gaya Baru, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.

Hidayat, Atep Afia, 17,4 Juta Orang Alami Stres dan Depresi. Diakses melalui http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2011/10/24/174-juta-orang-alami-stres-dan-depresi-406096.html  pada tanggal 20 Maret 2014 pukul 11.11 Wib.

Tim Balitbangkes. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013.

Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda, 2009.

 

[email protected]