Ampaw

Wajahnya terlihat memelas dan menunggu, namun tanpa ragu kuulurkan seplastik kue-kue dan coklat, permen dan lolipop pada anak-anak kecil tamu-tamuku, ketika aku buka openhouse dirumah. Halal bihalal openhouse yang mengundang kerabat dan kawan-kawan makan ketupat sekedarnya, yang penting telah berjumpa dan silaturahminya, bukan makannya, walau makan juga penting, namun ketemu tanpa beban dan senyum dengan wajah manis saja sudah membuat kami bahagia.

Anak demi anak bersalaman dan aku tahu atau mungkin soktahu, beberapa anak yang besar-besar mereka menanti pemberian uang dalam amplop ampaw, yaa walau hanya seribu, duaribu limaribu, atau duapuluhribu, bila diberi ampaw, anak-anak terlihat lebih gembira daripada kue-kue.

Di pojok rumah, aku menangkap segerombolan anak-anak sedang menghitung uang di dompetnya, ada yang membanggakan hasil silaturahminya, ada juga yang merasa kecut karena nilai uangnya paling sedikit, ada juga yang biasa-biasa saja menutupi perasaanya yang sedih karena jumlah uang yang dimiliki tak sesuai harapan.

Beda dengan anak yang sudah dewasa, walau diam saja terdengar bisik-bisik lirih,"makin gede, ampawnya makin kecil, kenapa ya.." tanya anak yang sudah remaja pada kawannya. Sementara kawannya menjawab acuh tak acuh,"yaa…tahu sendirilah, kita kan sudah dianggap besar, jadi wajar aja kalau gak dapat apa-apa, lihat tuh nenek-nen ek di ujung sana, dia juga diam saja dan gak dapat ampaw."

Yaa, budaya ampaw, makin meluas dan membuat orang yang dituakan atau orang yang terkenal paling kaya, atau memiliki kedudukan paling tinggi atau orang yang mengundang halal bihalal dirumahnya merasa harus menyediakan amplop-amplop kecil berisi uang kecil yang dinanti anak-anak dengan gembira, dan beruntunglah anak-anak yang orangtuanya memiliki kerabat yang banyak atau rajin bersilaturahmi kemana-mana, dengan menggeret anaknya maka tebaran amplop berisi uang, membuat sang anak rajin bersilaturahmi dan rajin ikut orangtuanya berhalal bihalal ke mana-mana walau dengan terkantuk-kantuk sekalipun.
Hal ini, membuat saya berfikir, bila orangtua tidak membekali anak pemahaman bahwa pentingnya silaturahmi adalah untuk mnghidupkan sunnah Rasul mengeratkan ukhuwah, memperpanjang umur, memperbanyak rezeqi, maka akan sangat berbahaya bagi si anak, ketika mau ikut karena mengharapkan ampaw, dan akan menggerutu bila tidak dapat apapun atau hanya dapat sedikit saja. Yang dikhawatirkan bila dalam hati atau secara bisik-bisik sang anak mengutuk atau menyumpah tuan rumah atau kerabat yang dijumpai dengan ucapan simpel namun tidak baik seperti; “dasar pelit! Rumahnya aja besar, ampawnya sedikit…"
Astaghfirullah, berhati-hatilah bila ungkapan tersebut membuat anak kita menjadi memiliki jiwa materialistis, jiwa menyumpah dan bersilaturahmi hanya bila ada maunya.