Ayahku, Pahlawan Keluarga

Lamat-lamat kudengar suara berisik dari kamar sebelah, “siapa ya yang belum tidur,“ pikir Andy bingung. Jangan-jangan pencuri, bukankah penduduk di kota kecil ini, rata-rata miskin dan hidup sederhana, walau mereka nampak beriman, dan memang setelah 3 hari berlibur di kota kecil tempat kelahiran ayah dulu, Andy banyak menjumpai hal yang menakjubkan, betapa sederhananya penduduk di kota ini, televisipun mereka hanya punya satu yang ditonton beramai-ramai, itupun dinyalakan hanya seminggu sekali, dan dinyalakan di rumah kepala kampung. Bahkan film kartun hanya satu kali saja boleh dilihat anak anak di kampung ini, karena orangtua tidak membolehkan anak anak nonton tivi terlalu banyak, kata sesepuh di desa, budaya orangkota tidak patut ditiru, membuat kampung ini rusak.

Walau kampung ini miskin, namun kemiskinan tidak begitu membuat mereka menderita, bahkan seringkali senyum ramah tersebar di wajah mereka, mendatangkan rasa nyaman, sayang tidak ada sekolah yang bagus dan bermutu di kampung ini, adanya hanya sekolah agama. Bila ada, mau rasanya Andy tinggal disini dengan nenek, tapi teringat bahwa dia harus meninggalkan sekolahnya yang semarak, dan juga keinginan nonton tivi yang tidak atau belum bisa dibatasi dan juga rasa sepi yang pasti sangat menyengat. Bila ayah dan ibu tidak ada dikampung ini, maka Andy menutup mulutnya rapat ketika kakek bergurau menanyakan apakah Andy akan tinggal dengan kakek dan tidak kembali lagi ke kota Jakarta yang ramai dan riuh. Wah walaupun suka di kota kecil ini, Andy belum bisa melepaskan kebiasaannya sebagai anak kota yang selalu ramai dan penuh mainan yang gegap gempita.

Kakekpun bercerita bahwa, semua orang dikampung ini walaupun hidup sederhana tapi tidak pernah kelaparan, bahkan bila ada perkawinan, semua orang beramai-ramai membantu membuat penganan yang dibutuhkan, kalau tak punya apa-apa, paling tidak tenaga yang disumbangkan untuk membuat ini itu, “tapi repot juga bila semua orang tidak punya apa-apa, hanya punya tenaga, maka apa yang akan dibuat,” pikir Andy geli. Dan diam-diam Andy bertekad bila sudah dewasa nanti dan kaya raya, dia akan menyumbangkan banyak untuk penduduk di kampung yang tentram ini.

“Jadi, sambung kakek, walaupun penduduk disini hidup miskin, tidak ada seorangpun yang mencuri, dan mereka lebih baik melalui malam dengan kelaparan, daripada mempermalukan keluarga dengan mencuri, karena dikampung ini kami semua sudah seperti saudara sendiri, jadi tidak mungkin menyakiti hati saudara sendiri dengan mencuri milik saudara yang kami cintai dan dekat dengan kami,” demikian terang kakek pada kami yang memandangnya dengan termangu-mangu, ditemani sepiring singkong rebus yang agak keras namun sedap, karena dibuat dengan penuh cinta, oleh nenek yang selalu terenyum dari pagi hingga malam hari.

“Kresek, kresek, kregghh, gubrak…aaaw, subhanalloh, masya ALLAH,” jerit seorang lelaki tertahan dari kamar sebelah, membaut Andy semakin merapatkan selimutnya karena takut, “siapa yaa dikamar sebelah, kata kakek, ditempat ini tak ada maling, atau kakek berbohong supaya aku mau tinggal dikampung ini,” tapi, akkh…mana mungkin kakek berbohong, agama kakek kan kuat, “ astaghfirullohal adzhiim.”

“Besok sudah pulang, kalau semua barang diambil sama maling itu, aku nanti pulang gak punya baju, kasihan ayah, bila laptopnya dicuri dan bagaimana nanti dengan ibu yang suka membuat cerita di eramuslim, pasti ibu akan menangis sedih, melihat artikel yang sudah diketik di laptop ayah di bawa maling, aduh gimana yaa, kalau baju bisa cari gantinya, kalau laptop dan segala isinya…” kasihan ibu, kasihan ayah, aku harus membangunkan mereka sekarang juga,” demikian tekad Andy.

Dengan bergegas dan memberanikan diri, Andy berjingkat keluar pintu kamar, dan masya ALLAH, ini kan pakaian dalamku, yang sudah 2 hari tidak kucuci, aduh, gimana ni… dan tak lama beberapa meter dari tempat itu, Andy melihat sebungkus oleh-oleh terserak keluar, dan kemudian tiba-tiba, sinar senter menyoroti muka Andy, “wah matiaku, aku sudah ketahuan si maling sebelum ayah ibu bangun…” desis Andy ngeri. Ayuh, berdzikir, cepat, kata hatinya yang paling dalam meneriaki Andy yang terduduk dengan wajah pucat.

“Andy, apa yang kau lakukan disitu? Kata ayah dengan suara baritonnya yang membuat hati Andy hangat dan segera Andy berlari dan memeluk ayah. Yang kemudian membawanya kedalam kamar sebelah.

Ternyata ayah semalaman tidak tidur, rupanya ayah menolong penduduk kampung yang ladangnya diserang babi hutan, dan ketika babi hutan menyerang ladang, ayah mengajak penduduk kampung menggunakan senapan angin dan mengisinya dengan peluru karet untuk menakuti babi hutan, juga beberapa katapel yang disiapkan dari sejak siang hari, dan ketika perburuan babi hutan selesai, maka ayah yang tidak bisa tidur, merapikan koper ibu, kak Ina dan Andy, juga ayah mencuci beberapa pakaian kotor anak-anak yang dilihatnya tergeletak di pojok kamar mandi, dan baru saja ayah beranjak untuk mengambil wudhu, mau sholat malam, ayah menjumpai Andy yang terduduk lemas tak berdaya.

Malam itu Andy punya satu cerita yang akan disharingkan dengan kak Ina, ternyata ayah diam-diam ketika malam menjadi pahlawan keluarga, walau siang suka galak seperti singa, namun ayah betul-betul pahlawan keluarga yang mencintai keluarga dan menjadi pahlwan bagi penduduk dikampung yang sederhana itu, dan Andy merasa bangga pada ayah, lebih dari hari kemarin dan lebih dari bulan-bulan lalu, sungguh ..!