Mana Makan Pagiku?

Ini adalah kisah nyata, dari tetangga kami di Australia, sudah beberapa hari kami menyewa apartemen di Houston Rd, beberapa petang kami melihat nenek tua bertopi rajut kuning menyulam di kursi goyang. Dia nampak manis duduk di belakang rose pink dan cherry blossom yang merekah, dia selalu bersenandung dengan nada yang sama dan tak pernah selesai, dan tak lama terdengar isak tangisnya dan kemudian rembang petang berganti malam, si nenek mematikan lampu dan semua rumah terlihat gelap. Memang lucu, di Australia semua rumah selalu terlihat gelap ketika di malam hari, seakan penghuninya pergi keluar kota (mungkin karena jarang ada maling kali ya?!).

Suatu pagi, aku berjalan dengan mendorong kereta bayi pulang dari Randwich -pengajian buat para students New South Wales- dan melihat sang nenek terjatuh di tepi kotak surat. Lalu aku membantunya masuk kedalam rumah, dan sambil duduk di sofa, nenek bercerita, yang kemudian kutahu namanya mirip denganku Sophia. Nenek Sophia bercerita, beliau punya dua anak kecil yang sangat manis Jill dan Greta, suatu hari Jill bermain bola dan memecahkan kaca rumah, ketika ibunya (sophia) sedang memasak bersama Greta. Hari itu Greta ulang tahun dan Jil terlihat jelous dan selalu mengganggu kesibukan mereka berdua. “Uangku tak cukup untuk membeli roti tart yang lezat, maka aku berinisiatif membuat kue ulangtahun sendiri dan Gretaku yang hari itu berusia 8 tahun boleh menaruh semua boneka dwarfts (kurcaci) diatas kuenya, pagi itu Jil sudah melakukan kesalahan besar yaitu memakan empat boneka dwarfts yang semuanya ada tujuh dengan lahap, katanya karena dia sangat lapar, sehingga, terpaksa aku menggantikannya dengan stik coklat yang tersisa di kulkas, ketika kue hampir rampung dan kami bersiap untuk membuat juice jeruk, tiba tiba “prang,” Jil kembali membuat ulah dengan menendang bola sekuatnya ke jendela ruang tamu dan kaca berhamburan kemana-mana, membuat pekerjaan kami semakin lama selesai, dengan marah aku berteriak pada Jil: “main kelapangan sana, dan kamu tidak boleh mencicipi kue ini sedikitpun,” sekilas aku melihat Jill menghempaskn pintu dengan marah dan berteriak padaku dan Greta: “aku benci ibu, dari pagi aku lapar, tapi ibu tak membuatkan makanan untukku, ini hadiah buat Greta, aku menulis puisi untuknya, Jill (9 tahun) memasukkan surat kedalam kotak pos di depan jendela, dan berlari sekuatnya, dan tak lama kemudian aku mendengar suara decitan dan benturan keras dari sebuah truk dan mobil tua tetangaku dan samar-samar aku melihat dari jendela kaca yang sudah tak ada kacanya lagi, rambut pirang berkaus garis-garis biru dengan mendekap bola dan sepotong roti, terjepit diantara dua buah mobil,dan itulah kali tarakhir aku melihat Jil, pada hari ulangtahun Greta."

"Aku dan Greta menjadi trauma dengan hari ulangtahun, dan kamipun menjadi benci melihat kue tart,karena hal itu semua mengingatkan kami pada kesendirian Jil dan rasa diabaikannya, juga rasa laparnya ketika aku hanya mencurahkan perhatianku pada Greta, mengapa aku selalu bersenandung, karena lagu itu yang selalu disenandungkan Jil bila dia datang dari bermain bola dan masuk rumah dengan tetap bersenandung, aku senang duduk di teras rumah mengahadap ke jalan raya, karena kuharap Jil akan melihat bahwa aku hanya sehari saja mengacuhkannya pada ulangtahun Greta, tapi untuk seterusnya aku menungguinya sepanjang tahun, setiap hari di tepi jalan ini, menungguinya bermain bola."

Sambil tersenyum, akhirnya si nenek tertidur lelap di sofa, dan aku melihat dibawah sofa ada bola rugby coklat kusam yang berukuran kecil dan akupun mengerti arti sebuah pepatah; “sesal kemudian, tak ada gunanya”.