Hari Tanpa TiVi

Kelihatannya tak terlalu banyak yang tahu ada gerakan Hari Tanpa TV yang diprogram 20 Juli 2008 ini. Entah di mana macetnya publikasi gerakan ini, namun anjuran tersebut baik untuk dicermati. Dari selebaran yang dibawa pulang suami hari Ahad 20 Juli siang, penulis baru tahu bagaimana bentuk program ini. Sebelumnya penulis sempat menonton potongan berita di televisi tentang program ini dan dalam berita tersebut stasiun tv yang memberitakan justru menyoroti “tak terdengarnya gaung acara ini”. Biasalah, semacam mencibir bahwa program yang kontra dengan kepentingan mereka (stasiun televisi) ternyata tak bergaung di masyarakat.

Terlepas dari itu semua, anjuran mengurangi dan mengontrol televisi sudah lama menjadi nasehat para pakar masalah anak dan pendidikan.
Tak ada di antara para pakar yang menafikan masih adanya manfaat televisi dalam kehidupan kita, namun dewasa ini perbandingan manfaat dan mudharatnya sungguh tak seimbang. Karena ketimpangan ini banyak da’i sudah sejak lama menganjurkan untuk tak usah punya tv. Perlu se-ekstrim itukah? Penulis lebih cenderung agar setiap rumahtangga mempertimbangkan sendiri-sendiri baik buruknya memiliki televisi dan bagaimana mengatur pemanfaatannya. Asalkan faham dan terampil mengaturnya, kita masih bisa mendapatkan manfaat kehadiran televisi sambil mereduksi/ mengurangi keburukannya.

1. Pertama kita tinjau lebih dahulu apa manfaat yang kita ingin peroleh dari tv. Misalnya untuk mengetahui berita, mengikuti acara ilmu, memantau perkembangan pemikiran di masyarakat dan lain sebagainya, selain mungkin ada juga keinginan untuk menikmati acara hiburannya. Perhatikanlah jam-jam tayang setiap acara yang ingin diambil manfaatnya tersebut dan siapa saja yang boleh menontonnya.

2. Kedua tinjau situasi dan kondisi rumahtangga kita, siapa sajakah penghuni rumah dan bagaimana seharusnya kita menempatkan benda tersebut. Anjuran penulis: tempatkan di tempat yang agak terpencil namun terpantau dengan mudah oleh orangtua. Misalnya di arah berhadapan dengan depan pintu kamar orangtua. Atau bahkan lebih baik jika di dalam kamar orangtua. Kadang kita ketahui satu rumahtangga memiliki lebih dari satu pesawat tv. Sebenarnya tak bisa dikatakan berlebihan jika alasannya justru untuk mengendalikan pemanfaatan tadi. Tempatkan pesawat tv untuk orangtua di kamar tidurnya dengan aturan yang berbeda daripada tv keluarga di luar kamar tidur orangtua. Bahkan tv keluarga sebaiknya berkunci sehingga tidak bisa di akses tanpa izin. Jangan sekali-kali memanjakan anak dengan memberikan mereka tv khusus di kamar pribadi mereka. Lebih baik membelikan komputer karena lebih besar manfaatnya.

3.Ketiga buatlah bagaimana sistem pengaturannya, siapa yang boleh nonton, jam berapa dan hari apa. Tentukanlah berapa banyak anak boleh menonton dalam sehari. Aturlah bagaimana yang lebih kecil tak menonton acara yang tidak diperbolehkan untuk mereka sesuai tingkat usia mereka. Misalnya, acara berita yang perlu untuk kita, belum tentu baik bagi anak-anak, sebab sering ada berita-berita vulgar, atau kekerasan.

4.Buatlah aturan khusus dalam mensikapi iklan, ajarkanlah anak untuk mematikan suara tv saat iklan atau pindahlah ke saluran lain saat iklan. Jingles iklan dan gerak geriknya seringkali memang dibuat sedemikian cermat sehingga mudah diikuti dan diingat (ada ahlinya lho), dan korban iklan pertama biasanya justru balita. Sejumlah besar iklan tidak mendidik, bahkan tidak jarang berbohong.

5.Konsistenlah dengan aturan yang sudah dibuat, buatlah evaluasi peraturan setelah berlangsung beberapa waktu atau ketika acara tv-nya sendiri sudah berubah.

6.Selalulah meneliti perkembangan dan perubahan acara. Biasanya stasiun tv mengubah susunan acara rutinnya paling cepat satu bulan sekali. Garis besar daftar acara stasiun tv lokal dapat dilihat di koran-koran lokal, sementara untuk tv kabel atau tv satelit berlangganan biasanya menyediakan majalah gratis bagi pelanggannya.

7.Biasakanlah memantau isi setiap acara yang diperbolehkan untuk anak dengan sesekali menontonnya bersama dan langsung mengevaluasinya bersama anak yang menonton. Contoh, penulis melarang anak-anak untuk menonton kartun tertentu karena isinya buruk, misalnya Tom & Jerry, Sinchan, Legend of Aang dan lain-lain. Tom & Jerry mengajarkan kekasaran, gemar bertengkar, degradation theory of laughter (teori yang membahas bagaimana seseorang merasa senang atau gembira dengan melihat kesengsaraan orang lain), Sinchan jelas bukan pribadi yang baik, bahkan cenderung jorok mesum, sementara kartun semacam Legend of Aang mempromosikan berbagai dunia ghaib jin, perdukunan dan mistik lewat kartun. Dari filosofinya jelas berbahaya bagi aqidah. Jangan sekali-kali-pun memasukkan suatu acara ke dalam daftar boleh untuk anak tanpa pernah menontonnya sendiri terlebih dahulu. Tak peduli oleh stasiun tv-nya sudah dinyatakan lolos sensor ataupun memang sudah jelas diperuntukkan bagi anak-anak. Contohnya film-film kartun tadi, di balik kemasannya yang seolah untuk anak, ternyata nilai-nilainya sangat berbahaya. Di negeri Barat sana, film seperti Superman-pun disinyalir sebagai turut mengajarkan kekerasan.

8.Yang tak kalah pentingnya adalah memantau kepatuhan PLRT (penata laksana rumah-tangga) atau baby sitter kita dalam melaksanakan aturan yang kita buat. Sebagian ibu dengan setengah terpaksa memberikan mereka kebebasan menonton dengan dalih agar mereka betah bekerja dengan kita. Ini bukan alasan yang benar. Kita harus ingat, justru kita yang Insya Allah lebih berpendidikan dari mereka harus mengajarkan mereka kebiasaan-kebiasaan yang lebih baik. Tak jarang karena mereka bebas menonton, anak-anak balita kita-pun ikut nonton dengan mereka, padahal sedang menonton acara untuk orang dewasa. Akan lebih berani lagi jika kita sedang tidak di rumah atau sedang lengah karena mungkin sedang istirahat. Penulis menganjurkan untuk mengikut sertakan mereka dalam mengawasi anak-anak kita dengan cara juga memberi penerangan mengapa kita membuat peraturan ini, apa dampak buruknya acara-acara yang dilarang. Berikan mereka wawasan yang kita miliki, Insya Allah ini sudah bernilai dakwah kepada mereka.

9.Tegakkan peraturan agar menghormati adzan di masjid yang terdengar dari rumah, kecilkan volume tv saat adzan di masjid setempat agar kita dapat dengan khusyuk menjawab adzan. Tegakkan juga aturan untuk menghormati yang sedang sholat dengan mengecilkan volume di waktu sholat atau bahkan mematikannya saat acara dzikir bersama pagi sore. Jika kita berhasil mencontohkan hal-hal ini kepada anak, Insya Allah anak akan sadar bahwa tv bukan sesuatu yang mutlak harus didengarkan, bahkan justru harus diatur.

Selain mencermati dan mewaspadai acara siaran tv, pesawat televisi yang kita miliki juga perlu diatur penggunaannya sebagai pesawat untuk menonton vcd, dvd dan lain-lain. Untuk ini aturannya bisa lebih longgar:

1. Jika ada dana yang cukup, ada baiknya mempunyai pemutar vcd/dvd. Karena dapat menjadi alternatif hiburan tontonan selain siaran tv dan kita dapat sedikit-demi sedikit mencicil melengkapi koleksi cd pendidikan yang bermanfaat bagi anak.

2. Jika memiliki pemutar cd, jangan biarkan anak bebas meminjam atau menyewa cd dari mana saja. Baik dari teman maupun rental. Tetap tegakkan aturan pemantauan isi dan jumlah jam menonton. Jangan segan-segan merusak dan membuang keping cd yang buruk isinya, bahkan sekalipun milik teman anak kita. Mengapa? Sebab ketika kita merusak keping cd buruk tadi kitapun sedang berbuat baik terhadap pemiliknya dengan cara mencegahnya mendapatkan keburukan cd tersebut.

Bagaimana? Sudah siapkah kita menerapkan Setiap Hari Dengan TV Terkendali? Ataukah kita merasa cukup dengan sekali setahun mematikan televisi sepanjang hari dan membiarkan 363 ¼ hari kali 24 jam lainnya benda tersebut tetap berjaya menjadi penyebar kesesatan, keburukan dan racun bagi seluruh lekuarga? The Choice is ours together. Wallahua’lam. (SAN)