Perjalanan Penuh Pengorbanan

Pada umumnya setiap perjalanan memiliki nilai pengorbanan dan kesulitan tersendiri, senyaman apapun dan sesantai apapun perjalanan tersebut.
Ada sebuah perjalanan yang wajib bagi Muslim, bernilai ibadah yang tinggi, dan mempunyai tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Karena nilai wajibnya dan karena ke-khas-annya, penting bagi Muslim untuk mengenal sifat dan tantangan perjalanan ini.

Ibadah Hajji wajib sekali seumur hidup. Ibadah ini hanya dilakukan pada jadwal tertentu setahun sekali dan hanya di tempat tertentu. Begitulah ibadah, harus dilakukan sesuai dengan aturannya dan tidak boleh ditambah atau dikurangi atau diubah tanpa dalil syar’i pula.

Ke-khas-an ibadah hajji ini tercermin dari tantangan yang kemudian dihadapi oleh para Tamu Allah di Tanah Suci.


Setiap Muslim dari belahan manapun di dunia, ia harus berhajji ke Baitullah Ka’bah, bukan tempat lain. Dan karena pelaksanaan hajji hanya pada tanggal-tanggal tertentu sejak paling lambat 8 Dzulhijjah hingga paling akhir 13 Dzulhijjah, maka pada tanggal-tanggal tersebut negara yang memangku Baitullah mendadak penuh sesak. Kota suci Mekkah di luar musim hajji cukup lengang, namun di musim hajji sangat-sangat padat. Bahkan untuk beberapa areal tanah suci seperti Arafah, Muzdalifah dan Mina pada hari di luar tanggal 8 sampai 13 Dzulhijjah nyaris tidak berpenghuni.

Suasana padat mendadak ini membawa banyak implikasi lain, misalnya harga hotel dan penerbangan yang naik turunnya luar biasa dan hanya pada tanggal-tanggal tertentu. Sebagai contoh harga hotel di Mekkah yang cukup tinggi sebelum tanggal 8 Dzulhijjah mendadak turun antara tanggal 8-12 Dzulhijjah, sebab pada hari-hari itu seluruh jamaah hajji seharusnya berada di Arafah atau Mina. Bahkan karena jamaah hajji harus mengikuti rute tertentu pada waktu tertentu, kota mati Arafah Muzdalifah dan Mina mendadak macet total di 9 (sembilan) jalur highway-nya.

Crowded-crowded-crowded, apa boleh buat, begitulah adanya. Sejak turun dari pesawat menunggu antrian imigrasi, antri jatah bis, antri kamar mandi, antri makan, sampai antri jumroh. Sabar adalah obat dan solusinya, selain berbagai kiat lain yang mampu meringankan beban ini.

Tantangan lain bagi para calon hajji khususnya dari negeri-negeri yang jauh adalah iklim dan budaya. Iklim kering yang jarang sekali hujan di Arab Saudi akan sangat mengganggu jamaah hajji Indonesia yang terbiasa dengan kelembaban udara hariannya nyaris 100%. Iklim tropis basah kita sangat berbeda dengan subtropis kering berangin gurun di sana. Problem kesehatan yang paling umum adalah batuk kering.

Sejak kulit dan bibir pecah-pecah hingga batuk yang sangat mengganggu semua karena penyesuaian udara. Khusus bagi jamaah yang memiliki penyakit kronis berkaitan dengan peredaran darah dan air, keadaan mereka sering menjadi semakin komplikatif. Belum lagi karena suasana penuh manusia dari berbagai belahan dunia dan semua jamaah hajji adalah musafir yang pastilah kondisinya sedang kurang fit karena lelah dan adaptasi, maka berbagai penyakitpun mudah menular.

Dengan pengecualian di prosesi Wuquf, sifat ibadah hajji adalah aktifitas fisik. Sejak perjalanan yang jauh, aktifitas Umroh dengan Tawwaf dan Sa’i, sampai jumroh 3-4 hari berturut-turut, semua menuntut aktifitas fisik yang banyak. Jika seseorang baru tergerak berhajji pada usia senja, sungguh kurang tepat sebab itu berarti kurang prima dalam menjalankan rangkaian ibadah ini.

Berhajji sebenarnya lebih mirip pergi bertualang, sebab ibadah hajji menuntut kita bergerak dari satu tempat ke tempat lain dan juga ada acara bermalam dalam tenda seperti sedang camping. Jika seseorang berhajji pada usia muda ia akan menikmati berbagai tantangan termasuk jalan-jalan ke gua Hira yang sangat tinggi sambil membayangkan betapa perkasanya Nabi Muhammad SAW yang sempat mengasingkan diri di sana selama beberapa waktu. Jamaah hajji yang sudah lebih berumur memilih untuk jalan-jalan di dalam kota saja karena udara kering sangat melelahkan.

Selain yang sudah disebutkan di atas, ibadah hajji juga merupakan ibadah yang penuh emosi. Setidaknya itulah yang penulis alami dan juga amati. Emosi penuh penghayatan berada di tempat-tempat suci, tempat-tempat bersejarah maupun tempat-tempat mustajab.

Kadang ada juga nuansa emosi akibat kurang sabar dengan berbagai cobaan khas ibadah hajji. Macet total berjam-jam, lelah berjalan kaki, suasana ketidak pastian menunggu bis, tidak kebagian makanan, berdesakan dan saling dorong saat Tawwaf maupun Jumroh, belum lagi antri kamar mandi pada saat sedang ”terdesak” ingin buang air, semua seolah menggelitik emosi tidak sabar, ingin marah, kesal, merasa tidak berdaya dan lain-lain. Itulah ke-khas-an ibadah hajji. Tidak ada duanya! Tidak ada ibadah lain yang sedemikian menuntut kesabaran dan tawakkal kita.

Nuansa penuh emosi sejak yang positif seperti rasa haru menangis mengingat Allah SWT di depan Ka’bah, hingga yang negatif karena berbagai cobaan-cobaan tadi amat terasa dalam berhajji. Kestabilan pribadi dan kemampuan mengendalikan emosi amat diperlukan sejak sebelum berangkat.

Bagi jamaah hajji Indonesia bahkan sejak mendaftar ingin berhajji sudah menuntut kesabaran luar biasa karena rumitnya persoalan kuota hajji dan seringnya departemen terkait mengeluarkan berbagai peraturan yang menyulitkan secara mendadak.

Apa obatnya: Taqwa. Sebaik-baik bekal adalah Taqwa. Shadaqallahuladzim. Maha Benar Allah dengan segala FirmanNya.

Taqwa, Tawakkal penuh kepada Allah SWT Semata. Tidak menduakan niat dengan yang lain selain kepada Nya. Dengan ketaqwaan yang penuh, sepenuh kapasitas hati kita, Insya Allah pasti segala cobaan dan rintangan akan dengan mudah di atasi. Yang berat terasa ringan, yang rumit jadi mudah, yang jauh jadi dekat. Apa yang tak mungkin jika hati selalu tersambung kepada Allah SWT dan selalu mememohon KepadaNya dalam setiap keadaan. Daripada mengeluh panjang meupun pendek, marah dan ribut yang membuat hati semakin sumpek. Jika sudah demikian, yang ringan malah jadi berat, yang mudah malah ruwet, yang dekat terasa jauh.

Ibadah hajji adalah ibadah yang menempa kita untuk semakin menghayati ketergantungan kita kepada Allah SWT, sejak baru mendaftar sampai kembali pulang ke kampung halaman.
(san11112008)