Belajar Dari Sebuah Pohon

Ada sebuah pertanyaan setiap kali membaca surat Al Baqarah ayat 30-39. Sebuah episode awal sejarah kehidupan yang penggalannya menjadi kisah hingga akhir zaman. Tidak ada salahnya hening sejenak. Meninggalkan rutinitas kehidupan yang tak pernah berhenti. Sebentar kembali pada ‘zero mind’ untuk bersama mengingat, apa sebenarnya yang terjadi, dan untuk apa keberadaan kita hadir di dunia ini.

Allah SWT memberitakan kisah yang pernah terjadi jauh sebelum kehidupan ini ada, sabdaNya:
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir

Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.
Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (QS 2: 34-36)

Pertanyaannya adalah mengapa peristiwa ini begitu penting di sisi Allah SWT. Sehingga, menjadi penyebab awal adanya peristiwa dahsyat yang melahirkan perubahan di alam semesta. Rangkaian kisah dengan klimaks di satu ayat (QS 2:36) yang membawa perubahan besar pada terjadinya alam semesta dan bumi yang menghampar dengan segala strukur alam raya yang terbentang luas dan tak terjangkau akal manusia. Dan, perilaku Adam dan Hawa di sisi Allah SWT yang menyebabkan-Nya mengeluarkan Adam dan Hawa untuk tinggal di bumi yang kecil dibandingkan alam semesta yang begitu luasnya.

Allah SWT berfirman : "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. (QS 2: 35)
Allah SWT memerintah Adam untuk mendiami surga dengan segala fasilitas dan kenikmatan yang diberikan kepada Adam setelah ia menjalani beberapa tahapan kehidupan yang baru saja dijalaninya yaitu, pertama setelah ia berhasil mempresentasikan ilmu pengetahuan yang Allah berikan dengan memberitahu nama-nama benda kepada para malaikat juga iblis. Dan kedua setelah jelas posisi iblis pada akhir perdebatan iblis dan pernyataan sikap penolakannya kepada Allah SWT yang membuatnya menjadi reposisi menjadi makhluk yang dilaknat.

Jadi Allah SWT mempersilahkan Adam untuk bersenang-senang bersama Hawa, untuk menikmati makanan yang begitu bervariasi macam dan banyak. Di mana saja tempat yang Adam sukai tanpa dibatasi jumlah kenikmatan dan seberapa banyak fasilitas yang bisa dinikmati kecuali satu hal, yaitu janganlah kamu dekati pohon ini.

Dari beberapa tafsir dijelaskan bahwa kata jannat berarti suatu tempat yang dipenuhi pohon, taman – taman yang indah. Jannat dan juga limpahan kebutuhan didalamnya termasuk izin keleluasaan yang Allah berikan kepada Adam adalah simbol kenikmatan dan fasilitas kebebasan juga kewenangan untuk melakukan segala keleluasaan surga yang begitu luasnya kecuali satu hal yaitu sebuah pohon, hal yang teramat kecil bila dibandingkan dengan kenikmatan yang Adam peroleh.
Lalu marilah kita sama-sama menilik kisah ini dalam – dalam, mampukah bekalan-bekalan ilmu pengetahuan yang sebelumnya Adam peroleh di ayat sebelumnya, termasuk bertatap langsung dengan keagungan Allah SWT yang menciptakannya dan juga terusirnya iblis atas pembangkangannya menjadikannya sebagai sebuah pelajaran mampu mencegahnya dari ingkar kepada Rabnya?

Ternyata, ilmu yang Adam miliki, kehormatan karena kemuliaan yang diberi, keistimewaan bertemu dengan sang Khalik langsung dan juga menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa murkanya Allah SWT kepada iblis yang membangkang perintahNya, itu semua tidak cukup menahan Adam untuk tidak mendekati pohon tersebut. Maka peristiwa itulah yang menyebabkan perubahan alam dan kita semua ada saat ini. Betapa mahal harga yang ditebus untuk mendidik kita menjadi hamba mulia dan mampu kembali ke tempat asal di surga sana. Maka maukah kita menjadikan ini sebagai pelajaran berharga?

Kalau mendekati sebuah pohon saja mengakibatkan perubahan alam yang luar biasa, menjadikanNya mencipta tempat singgah (bumi) bagi Adam yang terusir, padahal perintah Allah SWT sangat sederhana, bahkan tidak merusak tatanan lingkungan disana. Lalu, pertanyaannya adalah dimana tempat yang cocok buat kita? Bagaimanakah dengan ahli ilmu yang melakukan kedustaan? Bagaimanakah dengan pencuri dan koruptor yang membunuh masyarakat dengan perlahan, bagaimanakah kaum munafiqin yang berlaku nista dengan selendang ketaqwaan? Bagaimanakah tempat yang cocok untuk orang yang bersiul-siul tenang, menutup mata, hati dan fikiran? Wahai, dimanakah tempat bagi orang yang tak mampu lagi membedakan dzulumat wa nur….

Ketahuilah, bukanlah soal pohonnya yang membuat perubahan reposisi Adam, lihatlah lebih dalam jernihkan hati. Bukanlah halal haram, bukanlah masalah objek dan materi kebendaan, tapi bagaimana setiap kita menghargai eksistensi Allah SWT diatas segala hasrat, keinginan, dan ambisi. Adakah makna Laa ilaahaillallah benar-benar menghujam kuat dalam perilaku, bagaimanakah tubuh – tubuh ini bisa bersikap santun dan begitu percaya dan menghargai eksistensiNya, trust filaah.

Konon ada begitu banyak pohon di dunia yang menggoda, tiga diantaranya begitu tersohor muatannya yaitu pohon harta, pohon tahta dan pohon wanita. Memang banyak yang mendekati pohon itu karena belum diberitakan ilmunya, namun banyak juga yang teramat kuat dorongannya bahkan badannya masih jauh tapi tangannya sudah menggapai – gapai, angan – angannya lebih panjang lagi, lidahnya menjulur – julur pula. Sebagian diantaranya sudah cukup bekalan ilmunya.
Ambisi untuk hidup abadi dalam kesenangan sebagaimana hembusan rayuan iblis pada Adam untuk mendekati pohon agar mendapat kenikmatan abadi.

Iblis bermuslihat dalam argumentasi yang seolah fakta bahwa kenikmatan yang Adam nikmati tidak kekal itulah yang menyebabkan Allah SWT melarang mendekati pohon tersebut, dan terbukti hembusan iblis berhasil menipu daya Adam, itulah saat di mana terbukti dan tersingkap kebenaran Allah SWT dan kedustaan iblis.

Kemuliaan Allah SWT dan keterpurukan akibat tipu daya iblis. Iblis juga menjadikan manusia memandang baik perbuatan buruk, menghiasinya dengan kecintaan-kecintaan secara perlahan dengan memandang halal perbuatan haram. Kecemasan kalau kenikmatan dan fasilitas tidak kekal, atau mempertahankan kondisi nyaman yang ingin dipertahankan terus menerus tak ingin bila segera usai.

Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis diantara mereka (QS 15:39-40)

Di zaman globalisasi seperti ini dimana sistem informasi begitu cepat dan pesat, rasanya sulit mencari orang yang tidak tahu tentang kebatilan. Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah siapa hari gini yang tidak tahu bahwa berdusta adalah perbuatan dosa? Siapa yang tidak tahu bahwa korupsi adalah nista? Siapa yang tidak tahu berbuat maksiat adalah perbuatan amoral? Mungkin yang paling mudah adalah siapa yang tidak tahu bahwa mengerjakan shalat, hingga berpakaian menutup aurat adalah wajib hukumnya dalam Islam? Kita semua tahu, tapi mengapakah keinginan dan dorongan pendustaan itu lebih kental dan kuat.

Ada sebuah nasihat yang selalu diingat hingga saat ini, nasihatnya adalah : “ ketahuilah bahwa hati yang bersih akan melahirkan kebenaran, sebaliknya hati yang kotor hanya akan melahirkan pembenaran-pembenaran dan alasan-alasan yang kuat”. Jadi ketika seseorang banyak berargumen melakukan pembenaran dan begitu banyak alasan disaat tangannya nyata-nyata berlumpur, itu hanyalah mencerminkan kekotoran jiwa yang sesungguhnya. Ketika seseorang nyata-nyata melakukan perbuatan haram tapi bersikap tenang dengan alibi, dalih dan pembenaran maka itulah cerminan kekotoran jiwa, kekotoran aqidah yang dikemas dengan rapi sehingga mampu meyakinkan banyak orang.

kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir. (QS: 6:130)

Mereka adalah orang-orang kafir yang tertutup matanya, hatinya, atau mereka sendiri yang menutup kebenaran sesudah sampai kebenaran pada akalnya.

Allah SWT mengatakan dalam firmanNya : Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).(QS: 17:72)
Maka, hendaknya jihad dilakukan sejak ia masih merupakan bisikan hati. Bukankah setan menjerumuskan manusia dengan membisikkan ke hatinya, sebagaimana iblis menghembuskannya kepada Adam. Selain itu potensi fujur dan taqwa dalam diri manusia tidak terjadi begitu saja. Tapi, melalui proses yang panjang. Kebaikan seseorang pasti dimulai dari niat, dari ide-ide positif yang melahirkan perbuatan yang baik dan bila dilakukan berulang-ulang akan menjadi sebuah kebiasaan yang baik.

Begitupula keburukan seseorang tidak terjadi begitu saja. Tapi, pasti melalui proses yang panjang sedikit demi sedikit sejak masih berupa bisikan, rencana-rencana, gagasan-gagasan, ide-ide yang diwujudkan dalam aktivitas, kegiatan, proyek-proyek dan segala hal yang dilakukan terus menerus. Sehingga, maksiatnya semakin tak bisa dikendalikan. Sebagaimana Allah SWT memberi pahala pada seseorang yang berniat melakukan kebaikan meskipun tidak terlaksana, maka menghalau fikiran buruk dan membatalkan aktivitas yang fasik adalah sebuah jihad hati dan fikiran.

Kalau Nabi Adam menjadi terusir dari kedudukannya yang terhormat ke bumi, manusia mungkin tidak perlu terusir kebumi-bumi lain yang lebih rendah, cukuplah martabat itu menjadi grade bagi kedudukan dan kemuliaan seorang hamba di hadapan Allah SWT. Kalau diatas dibahas, mampukah segala ilmu yang Adam peroleh mencegahnya dari tipu daya iblis, maka pelajaran dan hikmahnya adalah mampukah ilmu yang kita miliki mencegah kita dari melakukan perbuatan fasik, munafiq dan kekafiran yang diilhami iblis dan antek-anteknya. Begitulah, sesungguhnya segala perbuatan yang dilakukan oleh manusia adalah cerminan dari kedekatan seorang hamba pada Rabnya

Semua informasi tentang kisah yang dialami oleh Adam as dan Hawa merupakan pelajaran yang teramat mahal dan sangat berharga bagi kehidupan dunia yang kenikmatannya hanya bersifat sementara. Semoga kisah ini menjadi inspirasi panjang yang tak pernah bosan untuk dipelajari bagi hamba-hamba yang ikhlas dan rela menahan kesabaran di dunia yang fana ini. Semoga bisa pulang ke kampung akhirat dengan bahagia.
Wallahualam bishawab

Maryam