Jalan Menuju Kematian

Kematian. Setiap orang menemukan jalannya sendiri-sendiri. Tak banyak orang yang menjadikan kematiannya sebagai peristiwa yang paling berharga. Di mana setiap orang akan mengingat kematiannya. Namanya akan lebih panjang dibandingkan dengan umurnya.

Mungkin sudah menjadi takdirnya. Allah Azza Wa Jalla, mentakdirkan orang yang dengan kematiannya itu, mengakhiri sebuah kekuatan besar, yang tak pernah dibayangkan oleh siapapun. Mengakhiri kesombongan. Mengakhiri kedurjanaan. Mengakhiri keangkara-murkaan. Mengakhiri kedzaliman, yang tak ada tandingannya. Kematiannya mengakhiri kekuatan cita-cita. Kematiannya mengakhiri ideologi, yang dianut lebih satu milyar manusia. Kematiannya mengakhiri sebuah sistem. Sistem yang paling kokoh, yang menolak Tuhan. Sistem yang menjadikan Tuhan sebagai musuhnya. Karena, mereka tak mengenal apa yang disebut Tuhan. Kematiannya mengubah keseimbangan.peradaban. Keseimbangan kekuatan peradaban materialisme yang menjadi musuh Allah Azza Wa Jalla.

Di usianya yang masih sangat belia, ia sudah terlibat pergerakan. Dan baru duduk di bangku kelas I SMP, ia sudah masuk dalam Jamaah. Jamaah al-Ikhwan al-Muslimun, yang didirikan Hasan al-Banna, di Mesir, tahun 1928. Ia menunjukkan bakat kepemimpinannya. Ia memiliki keberanian yang luar biasa. Ia memiliki empati terhadap orang-orang yang lemah. Dan, barangkali tak dimiliki orang yang lain. Ia memiliki kehalusan hati, yang amat peka. Selalu memperhatikan yang ada di sekelilingnya.

Ia lahir di Jenin. Daerah pergolakan sepanjang sejarah. Antara Islam dan Yahudi. Antara orang-orang yang mencintai Islam dengan penjajah Yahudi. Ia lahir ketika tanahnya dirampas penjajah yang sangat arogan, yaitu Yahudi. Ia lahir di tahun l941 di desa “Silah al-Haritsiyah”, kurang lebih 20 kilometer dari Jenin. Di daerah itu sering disebut sebagai ‘qariyatul jihad’ (desa jihad). Desa yang melahirkan tokoh-tokoh penting dalam perjuangan pembebasan Palestina, seperti Syeikh Yusuf Sa’id Abu Durrah, yang memimpin perlawanan terhadap penjajah Inggris, di tahun l936-l939. Di desa ini pula lahir seorang mujahid besar yang namanya hingga hari ini terus memberikan inspirasi bagi perjuangan rakyat Palestina, yaitu Izzuddin al-Qassam. Izzuddin al-Qassam, namanya diabadikan sebagai nama gerakan perlawanan ‘jihad’ melawan Yahudi-Israel, sampai hari ini.

Pertemuannya pertama dengan Syeikh Fariz Jarar dan Syeikh Syafiq As’ad mengantarkannya ke dalam Jamaah al-Ikhwan. Ia menjadi anggota yang palig muda. Di usia yang amat belia itu, ia memberikan sumbangan yang sangat berharga, bagi gerakan itu. Di tengah-tengah berkecamuknya penjajahan Inggris, dan masuknya orang-orang Yahudi di tanah Palestina, yang merampas dan mendzalimi umat Islam wilayah itu, ikut menempa kehidupannya lebih cepat matang dan dewasa.

Di usia yang amat muda itu. Ia sudah bertemu dengan Muraqib Aam Ikhwanul Muslimun, yaitu Syeikh Muhamad Abdurrahman al-Khalifah. “Saya yang mengundangmu untuk mengunjungi desaku”, tutur anak itu. Abdurrahman al-Khalifah sangat terkesan dengan keberanian anak itu. Ia duduk bersama teman-temannya di pojok masjid, ketika rombongan Abdurrahman al-Khalifah datang. Pemimpin Ikhwan itu sudah mempunyai firasat, bahwa anak yang ada dihadapannya akan menjadi pemimpin yang penting.

Kehidupan terus berlangsung. Sejarah manusia mengikuti proses kehidupan. Tanpa henti. Sampai satu episode. Di mana bangsa Arab kalah perang melawan Israel di tahun l967. Tanah-tanah Arab di duduki dan dikuasai Israel. Termasuk desa “Silah al-Haritsiyah” dikuasai oleh Israel. Ia melihat kekejaman penjajah Israel memperlakukan saudara-saudaranya dengan kejam. Mereka diusir. Mereka ditembaki. Tanpa belas kasihan. Rumah-rumah mereka dirobohkan dan dihancurkan. Ladang-ladang gandum dan anggur, yang mereka miliki dibakar. Tak tersisa. Israel melakukan bumi hangus. Seluruh harta milik rakyat Palestina luluh lantak. Ia meninggalkan kampung halamannya. Ia pergi berjalan kaki dengan teman-temannya menuju Yordania.

Dalam perjalanan menuju Yordan. Romnbongan itu bertemu dengan tentara Israel. Mereka diperlakukan dengan kejam. Termasuk memeriksa setiap orang yang mau melintas ke negeri itu. Ia ikut digeledah tentara Israel. Tentara Yahudi hampir memegang sakunya, yang berisi mush’af al-Qur’an. Pemuda itu langsung memukul tangan tentara Yahudi. Sempat bersitegang. Dan, hampir terjadi peristiwa penembakan yang mungkin akan berakibat fatal bagi pemuda itu. Namun, peristiwa malang itu dapat dicegah oleh orang yang ada di sekelilingnya.

Di Yoirdan. Ia menjadi mahasiswa yang ternama. Selesai dengan ‘cum laude’. Ia mengajar anak-anak muda. Ribuan pemuda mendapat ilmu. Ribuan dari pemuda itu memililik komitment. Komitment terhadap Islam. Tak terbatas. Mereka memahami hakekat kondisi bangsanya. Bangsa Arab yang terancam penjajah Israel. Ribuan pemuda yang ‘siap’ menjadi pejuang itu, menimbulkan kekawatiran dikalangan para pemimpin negeri. Raja Husien merasa kawatir. Yordania membangun hubungan dengan Israel. Maka, Raja Husien mengusirnya agar meninggalkan Yordania. Agar tidak menimbulkan ‘masalah’ bagi pemimin Arab, yang sudah menjadi sekutu Israel. Ia pergi ke Arab Saudi dan mengajar di Universitas King Abdul Aziz. Ttak lama. Ia pergi ke Pakistasn, dan mengajar di Univeristas Islam Internasional, di Islamabad.

Sepertinya takdir kematian mendekat. Di tengah-tengah berkecamuknya situasi di Timur Tengah, di ujung dekade l980 an, Soviet menyerbu dan menduduki Afghanistan. Dengan menggunakan seluruh kekuatan militer yang dimilikinya. Afghanistan jatuh ke tangan Soviet. Kabul, ibukota Afghanistan, berada di bawah cengkeraman Soviet. Tak seimbang. Negeri miskin itu di caplok rejim komunis, dan mendudukkan bonekanya Babrak Karmal.

Lalu, ia berkeliling ke negara-negara Arab, Afrika Utara, dan Asia mengajak kaum muslimin menyelamatkan saudara-saudaranya di Afghanistasn yang dijajah Soviet. Ribuan pemuda Islam yang berdatangan dari berbagai negara. Tak terbatas. Mereka hanya satu tujuan ingin membebaskan Afghansitan dari penjajah Soviet. Ia memberikan dorongan kepada mereka betapa pentingnya melaksanakan jihad. Membela saudaranya yang dijajah musuh, kaum atheis. Pengalamannya di Palestina menghadapi penjajah Israel memberikannya isnpirasi yang kuat.

Di kota Peshawar ia mendirikan ‘Bait al-Anshar’ menampung dan membantu para muhajirin yang datang dari berbagai negara. Sebelum mereka pergi ke medan jihad. Ribuan orang yang ditampung di ‘Bait al-Anshar’. Suasana sangat akrab dan saling membantu di tengah-tengah berkecamuknya perang. Ia juga membantu mereka berlatih berperang, bagaimana menghadapi tentara Soviet. Kota inilah yang menjadi cikal bakal kemenangan Islam menghadapi Soviet. Dan, ambruknya rejim adikuasa Soviet.

Hari Jum’at, 24 Nopember 1989, waktu kota Peshawar menunjukkan pukul 12.20, sesudah mandi sunnah, Abdullah Azzam, berserta dua putranya Muhammad (20), dan Ibrahim (15), hendak pergi menunaikan shalat Jum’at. Ikut pula putra Syeikh Tamim Adnani.Tiba-tiba di tengah perjalanan terjadi ledakan yang dahsyat. Bom seberat 20 kg itu, mengakibatkan berkeping-kepingnya mobil yang ditumpangi Abdullah Azzam beserta putranya. Semua menjadi berkeping-keping. Tapi, Abdullah Azzam tubuhnya masih utuh. Ia terlempar dan tersandar di tembok. Ia hanya mengeluarkan darah dari mulutnya. Ketika dibawa ke rumah sakit ajal menjemputnya. Itulah jalan kematian yang ditemui Abdullah Azzam. Bersamaan dengan kematiannya itu, yaitu runtuhnya rejim komunis Soviet.

Inilah pilihan kematian Abdullah Azzam. Namanya tetap abadi. Tetap dikenang. Tak pernah hilang. Sepanjang sejarah manusia. Wallahu ‘alam.