Mengapa Mereka Enggan Mendekati Pintu Penguasa?

Para Ulama Salaf Menolak Pemberian Penguasa.

Muhammad bin Rafi’ An Naisaburi,ulama hadist di zaman Imam Bukhari, menerima utusan dari Amir Thahir bin Abdullah al Khuza’i, seorang penguasa waktu itu. Utusan itu menemui Rafi’ yang sedang makan roti, dan menyodorkan uang lima ribu dirham. Sekantong uang diletakkan didekat Muhammad Rafi’. “Ambillah harta itu untukmu, saya tidak membutuhkan. Saya sudah berumur 80 tahun, sampai kapan saya akan terus hidup?”, ujar Muhammad Rafi’ .

Akhirnya, utusan itu pergi dengan sekantong uang dirham. Namun, setelah utusan itu pergi, putra Muhammad, muncul dari dalam rumah, seraya berkata, “Wahai ayah, malam ini kita tidak memiliki roti!”, ujar anaknya,sebagai dikisahkan Ad-Dzahabi di dalam Thabaqat al Huffadz.

Imam al Auza’I setelah memberi nasehat Khalifah Al-Mansur, beliau meminta izin, pergi demi menjenguk anaknya di negeri lain. Al Mansur merasa Al Auza’I berjasa, karena nasehat-nasehatnya, dan Al Mansur bermaksud memberikan ‘bekal perjalanan’ untuk ulama itu. Namun, sebagaimana dikisahkan dalam kitab Al Mashabih al Mudzi, Imam Al Auza’I menolak. “Saya tidak membutuhkan semua itu. Saya tidak sedang menjual nasehat, walau untuk seluruh dunia seisinya”, tegas Al Auza’i.

Abu Hasan Al Karkhi termasuk yang menolak pemberian penguasa. Saat beliau menderita sakit keras, empat shahabatnya menjenguk, merasa iba dengan keadaan Al Karkhi. Akhirnya, mereka berunding mengenai biaya pengobatan. Karena tidak ingin memberatkan umat Islam, mereka bersepakat untuk meminta penguasa waktu itu, yaitu Saif Ad Daulah agar memberikan bantuan. Selanjutnya, mereka mengabarkan kepada Al Karkhi.

Tetapi, ulama itu bukan malah senang dengan kabar yang datang. Al Karkhi menangis, dan berdo’a , “Ya Allah. Jangan Engkau jadikan rezeki untukku, kecuali apa yang biasa engkau berikan”, do’anya. Dan, do’a Al Karkhi itu terkabul. Beliau wafat terlebih dahulu, sebelum bantuan itu sampai. Barulah, setelah Al Karkhi wafat bantuan itu tiba, berupa sepuluh ribu dirham. Itulah kehidupan para ulama salaf di zaman dahulu.  (sumber : gardumuslim)