Discount, Pembohongan Publik, dan Konsumtivisme

dicDan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” [Al-Baqarah : 188]

Turun harga…….!!! Up to 70%, 70% +20% discount gede-gedean, beli 2 dapet 3, cuci gudang, harga hancur dan lain sebagainya adalah bagian dari slogan promosi yang dengan mudah dibaca oleh semua lapisan masyarakat dengan media apa saja yang umumnya berada di sekitar pusat-pusat perbelanjaan yang dikemas dengan gambar dan bahasa yang sangat provokatif sehingga menarik bagi siapa saja yang melihatnya baik bagi konsumen yang suka berbelanja atau orang yang hanya sekedar ‘ngadem’ di pusat-pusat perbelanjaan, mall atau toko-toko disepanjang jalanan kota-kota besar di indonesia dalam menyambut akhir tahun maupun hari-hari besar lainnya.

Sejatinya discount adalah salah satu strategi promosi yang dilakukan untuk mendongkrak penjualan dengan berbagai macam cara. Tujuan pokok dari cara-cara itu membuat seolah-olah barang yang berlabel discount adalah barang murah dan kesempatan terbatas yang akan sangat menguntungkan apabila kita membelinya, seolah-olah orang akan merugi jika meninggalkan kesempatan emas itu. Pada dasarnya dulu discount adalah murni dan benar-benar merupakan potongan yang diberikan kepada konsumen dengan alasan-alasan tertentu. Tapi ada perkembangannya discount menjadi strategi jitu dalam pemasaran, khususnya barang retail yang pada kenyataanya sudah meninggalkan norma etis maupun keabsahan jual beli itu sendiri.

Pada dasarnya syariat Islam membolehkan potongan dalam transaksi jual beli, potongan atau discount adalah sah dalam syariah apabila itu adalah karena kebaikan hati dan tanda terimakasih penjual kepada pembeli ataupun kerena alasan-alasan tertentu selama itu tidak dilarang. akan tetapi yang berkembang saat ini discount sudah dijadikan strategi pemasaran yang bebas nilai, bebas moral, kebanyakan bertentangan dengan syariat dan sepertinya tidak ada pengawasan khusus dari pemerintah atas perlakuan tidak terpuji tersebut.

Strategi Discount dan Pembohongan Publik

Potongan harga atau discount adalah strategi pemasaran yang dilakukan oleh penjual di banyak pusat perbelanjaan, mall-mall ataupun toko apapun selalu marak dan gegap gempita dengan cara memberikan potongan dalam jumlah tertentu pada setiap item barang. Strategi ini biasanya dilakukan pada moment tertentu atau bahkan sepanjang tahun karena dirasa discount selalu menjadi fenomena menarik bagi para konsumen khususnya para ibu yang selalu menyerbu ke counter-counter sepatu, tas maupun baju dengan perilaku yang sangat konsumtif sehingga mereka membelajakan uang mereka pada hal-hal yang mungkin kurang perlu.

Pada dasarnya tidak ada pedagang yang dengan kebaikan hatinya mau merugi, maka discount sebenarnya adalah strategi pemasaran yang mereka lakukan untuk mendongkrak omset penjualan mereka sehingga mereka bisa meraup keuntungan besar dan bisa dengan mudah menguras isi dompet konsumen. Bahkan ada pusat perbelanjaan yang menggunakan strategi pemasaran sepanjang tahun, karena dirasa strategi itu sangat menguntungkan bagi mereka. Ada beberapa strategi dan motif dalam memberikan discount atau potonganyang dilakukan oleh penjual pada barang-barang dagangan mereka antara lain :

  1. strategi discount cuci gudang

Sebenarnya ada dua motif dalam memberikan discount dengan alasan cuci gudang. Pertama,memang cuci gudang dilakukan setiap tahun oleh pusat perbelanjaan atau toko tertentu karena target omset dan pendapatan penjualan sudah tercapai, sehingga barang-barang dengan kwalitas yang rendah dan sudah tidak up to date mereka menjuanyal dengan potongan yang besar, biasanya mulai 5% sampai 50% bahkan 70% agar barang-barang yang sudah usang segera keluar dan tidak membebani stock gudang, hal ini sebenarnya tidak bertentangan dengan syariat karena tidak ada unsur gharar atau penipuan , akan tetapi kansumen harus hati-hati dan jeli dalam memilih barang kebutuhannya karena biasanya barang sudah lama, kwalitas rendah dan sudah tidak up to date atau kadaluwarsa.kedua,cuci gudang yang dilakukan sebagai strategi pemasaran agar menarik minat konsumen, sebelum discount dilakukan biasanya cara seperti ini mereka menaikan harga dulu setiap barang proporsional sesuai dengan persen yang mereka potong pada setiap item barang, sehingga ketemu harga setelah discount adalah harga aseli atau harga sebenarnya. Hal ini mengandung unsur penipuan atau gharar pada dua hal yaitu pembohongan publik bahwa yang mereka lakukan bukanlah cuci gudang dan pembohongan publik bahwa harga sebenarnya bukanlah harga sebelum discount akan tetapi harga yang direkayasa terlebih dahulu.

  1. strategi discount menyambut moment istimewa

Menjelang akhir tahun, lebaran, liburan sekolah atau hari-hari istimewa lainnya dimana tingkat belanja kebutuhan masyarakat lebih besar dari biasanya , nyaris semua pusat perbelanjaan , mall-mall dan toko –toko kebutuhan lain menyambutnya dengan program potongan atau discount besar-besaran mulai dari sepati, tas, baju, elektronik dan barang-barang sekunder lain dari merk terkenal maupun merk KW semua dikemas dengan strategi discount, baik mulai 10% , 70%, beli 2 dapat 3 dan lain sebagainya. Program itu dibuat untuk memberi daya tarik yang besar untuk berbelanja lebih banyak, mungkin juga untuk barang-barang yang tidak dibutuhkan.

Pemberian discount ada beberapa motif bagi pedagang pertama , discount/potongan yang diberikan memang benar-benar harga aseli atau harga sebenarnya yang kemudian diberikan potongan persen tertentu yang biasanya ditutup kemudian dengan biaya promosi. tapi kebanyakan item barang yang didiscount sebenarnya adalah barang-barang old fashion atau barang lama yang sudah tidak diminati konsumen. Kedua, discount dibuat dengan menaikan harga sampai dua kali lipat atau lebih kemudian didiscount dengan persenan yang bervariasi yang pada kenyataannya harga yang sebenarnya adalah harga setelah discount. Realitasnya motif kedualah yang biasa dipakai sebagai bentuk taktik marketing yang tidak peduli walaupun yang mereka lakukan adalah bentuk pembohongan kepada publik.

  1. strategi framing/referensi harga

Strategi framing sebenarnya tidak ada hubungannya dengan cuci gudang maupun moment-moment tertentu, karena pola discount semacam ini bisa dilakukan sepanjang tahun . Strategi framing sangat erat kaitannya dengan titik referensi, yaitu sebuah titik yang dijadikan patokan dalam sebuah perbandingan. Taktik framing dilakukan dengan cara membuat harga dengan harga awal atau referensi selanjutnya dicoret dan diberikan lebel harga dibawahnya yang lebih rendah dengan maksud untuk memberikan kesan bahwa harga menjadi lebih rendah .

Teknik ‘mencoret harga awal’ yang dilakukan pada bisnis retail biasanya awalnya mereka menuliskan dengan harga yang relatif tinggi dan mahal, misalnya Rp.750.000. Angka yang besar itu secara otomatis menjadi titik referensi bagi para pembeli, Kemudian para retail tersebut ‘mencoret harga awal’ tersebut dan memberikan angka Rp. 325.000 di bawahnya. Tidak lupa dengan menambahkan kata-kata semacam “turun harga!” atau “Diskon besar-besaran!” atau mungkin kata-kata bombastis lainnya.

Selisih antara titik referensi, yaitu Rp.750.000 dengan harga yang dibayar, yaitu Rp. 325.000, akan terlihat sebagai keuntungan bagi pembeli. Mereka akan merasa membayar jauh lebih murah bila dibandingkan dengan apa yang bisa mereka dapatkan. Hal ini tentu saja membuat mereka, setidaknya beberapa dari mereka, mulai menyadari keuntungan yang mereka peroleh. Perasaan ‘untung’ itulah yang dikejar para retail untuk meningkatkan keinginan konsumen membeli barang yang dimaksud. Methode framing juga biasa dilakukan dengan menggunakan kartu member atau kartu discount yang biasanya dibeli atau dengan biaya administrasi tertentu yang dengan cara yang sama konsumen juga akan merasa diuntungkan dengan mempunyai kartu member dan lain sebagainya.

Namun, patut diperhatikan bagi konsumen, bahwa titik referensi yang dipatok produsen terkadang terlalu tinggi atau harga patok sudah dinaikan dahulu sebelum dicoret. Mereka melebih-lebihkan harga patokan agar konsumen merasa, sekali lagi hanya merasa untung banyak. Padahal bisa jadi, hanya untung sedikit atau bahkan rugi sama sekali. Kalau sudah begini, maka mata konsumenlah yang mesti jeli melihat peluang untung atau buntung dalam fenomena framing, ini adalah kebohongan yang sudah menjadi kebiasaan para pedagang .

Gaya Hidup Konsumtivisme

Konsumtivisme memiliki dua akar kata yaitu “konsumtif” dan “isme”. Konsumtif adalah kata sifat yang memiliki kata dasar “consumptus” (Latin), “consume” (Ingg.), konsumsi (Ind.). Dengan demikian kata konsumtif berarti sifat mengkonsumsi, memakai, menggunakan, menghabiskan sesuatu.

Jika demikian, tidak salah jika dikatakan manusia memang “konsumtif” dalam pengetian ia memiliki kebutuhan untuk memakai atau menggunakan sesuatu. Menurut Rosandi (2004) perilaku konsumtif adalah suatu perilaku membeli yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Perilaku ini tidak terjadi begitu saja tanpa sebab-sebab dan rangsangan dari para pelaku dan strategi pemasaran di berbagai media yang sangat mempengaruhi pola dan gaya hidup konsumen menjadi sangat konsumtif.

Prinsip produksi pada masa industrialisasi mutakhir adalah memproduksi dalam jumlah yang sebesar-besarnya, dengan biaya yang semurah-murahnya dan waktu yang secepat-cepatnya. Hal itu akan mendorong orang untuk mengkonsumsi produknya dalam waktu yang cepat dan jumlah yang sebanyak-banyaknya sehingga akan mendatangkan keuntungan yang produsen bagi mereka (produsen). Untuk mempengaruhi konsumen dalam mengkonsumsi produk secara terus-menerus diperlukan strategi pemasaran dan ‘promosi’ tertentu yang terkadang dengan visual dan bahasa berlebihan.

Dengan strategi promosi yang berlebihan kemudian disertai dengan teori-teori psikologi publik mereka menanamkan pengaruh yang luar biasa kepada konsumen agar tertarik kepada produk mereka dan memberikan sugesti bahwa apa yang mereka promosikan adalah barang-barang yang sangat dibutuhkan dan akan memberikan nilai lebih bagi kehidupan konsumen. Akan tetapi dampak yang didapatkan oleh masyarakat adalah perilaku konsumtif yang tidak ada habisnya sehingga nilai-nilai moral dan etis-pun kalah populer dengan nilai-nilai ‘baru’ yang diciptakan oleh strategi promosi. Inilah sebenarnya penyebab terjadinya perilaku konsumtivisme yang berakar kepada paham kapitalisme yang menyesatkan.

Discount dalam syariat islam

Kalau dilakukan dengan jujur dan bukan hanya ‘siasat’ pemasaran, sebenarnya islam membolehkan discount atau memberikan potongan dalam jual beli, akan tetapi discount menjadi perilaku haram dan tidak sah apabila sudah mengandung unsur ketidak pastian atau gharar dalam transaksi jual beli. Transaksi yang dilakukan menjadi tidak pasti harga sebenarnya atau harga asli, yang berujung kepada penipuan besar-besaran atau pembohongan publik yang sangat berdampak negatif kepada masyarakat kita. Perilaku semacam ini sebenarnya harus menjadi perhatian pemerintah untuk diawasi dan dikendalikan karena bertentangan dengan UU perlindungan konsumen no 8 tahun 1999. Strategi discount yang dilakukan dewasa ini kebanyakan adalah penipuan dengan kedok promosi, cuci gudang dan sebagainya kepada masyarakat konsumen. Sebenarnya yang penipuan massiv atau kebohongan publik ini sudah memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Tapi anehnya di indonesia, penipuan berkedok discount ini bnyak diminati dan sangat ditunggu-tunggu. Allahu a’lam bishawwab.

tumanPenulis : Harun Santoso, SE

Praktisi Keuangan Syariah BMT TUMANG