Puasa dan Kejujuran

Nabi muhammad Saw pernah mempredeksi, bahwa suatu saat nanti, diakhir zaman,manusia dalam mencari harta,tidak mempedulikan lagi mana yang halal dan mana yang haram. (HR Muslim).

Ramalan Nabi pada masa kini telah menjadi realitas sosial yang mengerikan, bahkan implikasinya telah menjadi patologi sosial yang parah, seperti menjamurnya korupsi, pungli, suap, sogok,uang pelicin dsb. Banyak kita temukan pencuri-pencuri berdasi melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam mengelola proyek. Manusia berlomba-lomba mengejar kekayaan dan kemewahan dunia secara massif, tanpa mempedulikan garisan-garisan syariah dan moralitas.

Era reformasi yang telah berlangsung lebih tujuh tahun, dengan tekad untuk memberantas segala bentuk kolusi,korupsi dan nepotisme, -bahkan telah ditetapkan lewat Tap MPR- belum menunjukkan tanda-tanda dan hasil yang mengembirakan,sebab, praktek kolusi,korupsi dan suap menyuap masih saja menjadi kebiasaan masyarakat kita . Untuk mengatasi dan mengurangi segala destruktip tersebut, puasa merupakan ibadah yang paling ampuh dan efektif, asalkan pelaksanaan puasa tersebut dilakukan dengan dasar iman yang mantap kepada Allah, dan ihtisab (mawas diri), serta penghayatan yang mendalam tentang hikmat yang terkandung di dalam puasa Ramadhan.

Puasa melatih kejujuran

Berbeda dengan sifat ibadah yang ada, puasa adalah ibadah sirriyah (rahasia). Dikatakan sirriyah, karena yang mengetahui seseorang itu berpuasa atau tidak, hanyalah orang yang berpuasa itu sendiri dan Allah SWT.

Dalam ibadah puasa, kita dilatih dan dituntut untuk berlaku jujur. Kita dapat saja makan dan minum seenaknya di tempat sunyi yang tidak terlihat seorangpun. Namun kita tidak akan mau makan atau minum, karena kita sedang berpuasa. Padahal, tidak ada orang lain yang tahu apakah kita puasa atau tidak. Namun kita yakin, perbuatan kita itu dilihat Allah swt..

Orang yang sedang berpuasa juga dapat dengan leluasa berkumur sambil menahan setetes air segar ke dalam kerongkongan, tanpa sedikitpun diketahui orang lain. Perbuatan orang itu hanya diketahui oleh orang yang bersangkutan. Hanya Allah dan diri si shaim itu saja yang benar-benar mengetahui kejujuran atau kecurangan dalam menjalankan ibadah puasa. Tetapi dengan ibadah puasa, kita tidak berani berbuat seperti itu, takut puasa batal.

Orang yang berpuasa dilatih untuk menyadari kehadiran Tuhan. Ia dilatih untuk menyadari bahwa segala aktifitasnya pasti diketahui dan diawasi oleh Allah SWT.Apabila kesadaran ketuhanan ini telah menjelma dalam diri seseorang melalui training dan didikan puasa, maka Insya Allah akan terbangun sifat kejujuran.