Pembuktian Ilmu Hisab dengan Gerhana Matahari 29 April 2014

matahariOleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid

13 Jumadal Akhiroh 1435 H./13 April 2014 M.

Insya Alloh pada tahun 1435 H./2014 M. akan terjadi 4 kali gerhana, yaitu 2 kali gerhana bulan total, 1 kali gerhana matahari cincin, dan 1 kali gerhana matahari sebagian.

Pertama :

Gerhana Bulan Total, Selasa Wage,15 Jumadal Akhiroh 1435 H./15 April 2014 M. Pukul  06:00 UT (13:00 WIB) sampai 09:35 UT (16:35 WIB.). Gerhana bulan ini meliputi Australia, Pasific, Indonesia Timur, Afrika Barat dan Amerika. Sementara itu Asia, Timur Tengah, Eropa,  Afrika Tengah dan Afrika Timur tidak mengalami gerhana karena pada saat gerhana terjadi wilayah tersebut masih siang hari dan bulan masih dibawah ufuk. Wilayah Indonesia bagian barat, termasuk Surabaya juga tidak mengalami gerhana. Adapun wilayah Indonesia yg mengalami gerhana adalah wilayah Indonesia Timur yaitu Maluku dan Papua. Dari wilayah tersebut gerhana hanya bisa diamati menjelang akhir gerhana karena saat awal dan tengah gerhana, bulan masih dibawah ufuk timur. Berikut kronologi gerhana dilihat dari Indonesia Timur dengan waktu WIT : Awal umbra : 15:00.  Awal total : 16:07. Tengah gerhana : 16:47. Akhir total : 17:27 dan Akhir umbra : 18:35.

Kedua:

Gerhana matahari cincin terjadi pada hari Selasa Pon, 29 Jumadal Akhiroh 1435 H atau 29 April 2014 M. Secara global gerhana berlangsung mulai pukul 03:59:59 UT (10:59:59 WIB) sampai pukul 08:20:48 UT (15:20:48 WIB). Gerhana terlihat seperti cincin hanya di daratan Antartika (kutub selatan) dengan durasi 49 detik melintasi wilayah Antartika, selain wilayah tersebut, gerhana hanya terlihat sebagai gerhana parsial, meliputi selatan Samudera Hindia, seluruh Benua Australia, pesisir selatan pulau Jawa serta Nusa Tenggara.

Ketiga:

Gerhana Bulan Total, Rabu Kliwon, 14 Dzulhijjah 1435 H./ 8 Oktober 2014  jam 09:16 UT (16:16 WIB) sampai 12:35 UT (19:35 WIB). Gerhana bulan ini meliputi Australia, Asia dan Amerika. Sementara itu Timur Tengah, Eropa, dan Afrika tidak mengalami gerhana karena pada saat gerhana terjadi wilayah tersebut masih siang hari dan bulan masih dibawah ufuk. Indonesia tengah dan timur bisa mengamati semua proses gerhana ini, sementara Indonesia barat awal gerhana tidak bisa diamati karena bulan belum terbit

Keempat :

Gerhana Matahari Sebagian, Jum’at Legi, 29 Dzulhijjah 1435 H./24 Oktober 2014 M. Secara global gerhana berlangsung mulai pukul 19:34:55 UT (02:34:55 WIB) sampai pukul 23:48:25 UT (06:48:25 WIB). Gerhana meliputi Pasifik Utara dan Amerika Utara, sementara Amerika Serikat, Asia(termasuk Indonesia), Timur Tengah, Afrika, Australia dan Eropa tidak mengalami gerhana sama sekali

PROSES TERJADINYA GERHANA

Saat konjungsi/ijtima adalah saat bulan berada diantara matahari-bumi, dimana permukaan  bulan tidak nampak dari Bumi. Para astronom menyebut ijtima atau konjungsi itu sebagai New Moon (bulan baru) atau disebut juga bulan mati, di dalam bahasa Jawa disebut Tilem. Dengan kata lain, konjungsi bulan terjadi saat bulan baru.

Ijtima terjadi jika nilai Bujur Astronomis Matahari sama dengan nilai Bujur Astronomis Bulan. Kemudian jika pada saat ijtima tersebut nilai Lintang Astronornis Bulan sama atau hampir sama dengan nilai Lintang Astronomis Matahari, maka kemungkinan akan terjadi Gerhana Matahari. Nilai maksimum dari Lintang Astronomis Bulan adalah 5° 8’ (lima derajat delapan menit). Jika nilainya positip (+) berarti bulan berada di sebelah Utara Ekliptika, dan jika nilainya negatif (-) berarti bulan berada di sebelah Selatan Ekliptika.

Kedudukan bidang orbit bulan mengelilingi Bumi membentuk sudut 5 derajat terhadap bidang orbit bumi mengelilingi matahari (bidang ekliptika). Atau biasa dikatakan bidang orbit bulan mempunyai inklinasi 5 derajat dari bidang ekliptika. Hal inilah yang menyebabkan tidak terjadinya gerhana bulan maupun gerhana matahari pada setiap konjungsi maupun purnama.

Gerhana matahari terjadi pada saat Ijtima/konjungsi, yakni ketika bulan berada diantara bumi dan matahari. Pada saat konjungsi potensi terjadinya gerhana matahari yaitu ketika nilai Khishotul Ardli (Busur ecliptika yang diukur ke arah timur dari simpul naik sampai kaki lintang atronomi bulan) berada diantara 0-20 atau 160-200 atau 340-360 derajat.

Gerhana bulan terjadi pada saat bulan beroposisi dengan matahari, yakni ketika bumi berada diantara bulan dan matahari, dengan nama lain saat purnama bulan. Pada saat purnama, potensi terjadinya gerhana bulan

yaitu ketika nilai Khishotul Ardli berada diantara 0-12 atau 168-192 atau 348-360 derajat.

Ketika terjadi gerhana matahari pada awal bulan qomariyah(saat ijtima’), maka kemungkinan 15 hari berikutnya(saat purnama bulan) akan terjadi gerhana bulan, atau sebaliknya, saat terjadi gerhana bulan pada saat purnama maka kemungkinan 15 hari berikutnya akan terjadi gerhana matahari.

ILMU HISAB TIDAK CUKUP HANYA DIYAKINI SAJA, HARUS DIBUKTIKAN DENGAN OBSERVASI

Ilmu hisab tidak bisa dilepaskan dari rukyat/observasi, karena ilmu hisab adalah hasil dari penelitian rukyat yang panjang dan berkesinambungan sehingga menghasilkan data empirik yang menjadi dasar penyusunan data Zij astronomi. Walaupun hisab adalah termasuk ilmu eksak, bukan berarti bisa dipastikan yang sepasti-pastinya, karena banyaknya variabel-variabel didalam ilmu hisab yang tentu saja masih bersifat hipotesis prediction.

Seiring berjalannya waktu, ilmu pengetahuan dan teknologi juga ikut berjalan dan berkembang. Para ilmuwan terus berusaha menguak fakta-fakta dan fenomena alam baik yang sudah diketahui maupun yang masih menjadi misteri. Waktu kita belajar di bangku sekolah, Pluto adalah planet ke-9 dari tata surya kita. Namun, setelah melalui penelitian yang panjang sejak ditemukannya pada tahun 1930 ternyata Orbit Pluto tidak menentu. Planet-planet di tata surya kita semua mengorbit Matahari dengan bentuk yang relatif datar. Namun, pluto mengorbit matahari pada sudut 17-derajat. Selain itu, orbitnya sangat elips dan melintasi orbit Neptunus. Maka sejak konperensi persatuan astronom internasional, pada hari Kamis, tanggal 24 Agustus 2006 yang berlangsung di ibu kota ceko, Praha, telah memutuskan Pluto bukan lagi sebuah planet yang mengorbit matahari.

Hisab adalah jenis ilmu eksakta, namun keragaman ilmu ini di dalam konteks negara Indonesia terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok besar.

1.       HISAB HAQIQI TAQRIBI : yaitu Metode perhitungan posisi Bulan berdasarkan gerak rata-rata Bulan mengelilingi Bumi, sehingga hasilnya merupakan perkiraan atau mendekati kebenaran(aproksi). Hisab ini kebanyakan berdasarkan acuan data Zeij (tabel astronomi) Ulugh Beik (1449 M) yang berdasarkan teori Geosentris (bumi sebagai pusat tata surya). Secara ilmiah teori ini(geocentris) telah gugur setelah Nicolas Copernicus (1473-1543 M) menemukan teori Heliosentris, bahwa Mataharilah pusat tata surya dan bukan Bumi sebagaimana yang diyakini sebelumnya.

Metode ini perhitungannya hanya menggunakan penjumlahan dan pengurangan sederhana dan  belum menggunakan rumus segitiga bola (spherical trigonometry). Perhitungan tinggi hilal kedua hisab tersebut hanya berdasarkan saat Maghrib dikurangi saat Ijtimak lalu dibagi dua tanpa mempertimbangkan lintasan bulan dan lintang tempat sehingga ketika posisi bulan jauh dari ekliptika tidak sesuai kenyataan di lapangan saat observasi hilal awal bulan hijriyah.

2.       HISAB HAQIQI TAHQIQI : yaitu Metode perhitungan posisi Bulan berdasarkan gerak bulan yang sebenarnya. Dalam rumus perhitungannya metode ini sudah menggunakan kaedah ilmu ukur segitiga bola atau spherical trigonometry sehingga hasilnya cukup akurat. Metode ini menggunakan tabel-tabel yang sudah dikoreksi dan menggunakan perhitungan yang relatif lebih rumit dari Hisab Tahqiqi Taqribi.

Perhitungan irtifa’ hilal (tinggi hilal), metode ini sudah mempertimbangkan nilai deklinasi bulan, sudut waktu bulan dan lintang tempat dan dikoreksi dengan Parallaks bulan, refraksi, semi diameter bulan.

3.       HISAB HAQIQI TADQIQI : dan disebut juga dengan hisab asri/kontemporer. Metode perhitungan hisab ini sama dengan hisab Haqiqi Tahqiqi akan tetapi sudah menggunakan data yang up to date sesuai dengan kemajuan sains dan teknologi.

Berbasiskan ilmu astronomi modern dengan koreksi dan data-data empirik yang baru serta delta T (angka ralat) dari hasil penelitian para astronom.

Dalam menghitung irtifa’ hilal, metode ini sudah memasukkan unsur refraksi (pembelokan cahaya karena obyek mendekati ufuk), Aberasi (pembiasan cahaya), Dip (perubahan sudut karena faktor tinggi pengamat), kelembaban udara serta kecepatan angin dan lain-lain.

Dari ketiga kelompok hisab tersebut muncul varian-variannya yang jumlahnya lebih dari 30 metode. Hampir semua ahli hisab dari ketiga kelompok tersebut, baik dari model taqribi, tahqiqi maupun tadqiqi mengklaim kepastian dan keakurasian hisab yang dikembangkannya.

Ilmu hisabpun berkembang dari tahun ke tahun, satu metode hisab di tahun 1900 dianggap benar karena sesuai dengan kenyataan pada waktu itu, belum tentu benar jika digunakan untuk masa sekarang jika metode hisab tersebut tidak mengikuti perkembangan alias tidak diupdate. Namun sayangnya kebanyakan dari ahli hisab tidak mau mentashih hasil hisabnya dengan melakukan pengukuran di lapangan sebagai uji verifikasi atas sebuah metode hisab. Kebanyakan ahli hisab cukup membenarkan hisab yang ditekuninya tanpa harus mengujinya di lapangan, seakan hisab adalah dogma yang harus dibenarkan walaupun kenyataannya jauh dari fakta di lapangan.

Sebelum menghitung ketinggian hilal awal bulan hijriyah, terlebih dahulu menghitung kapan terjadinya ijtimak/konjungsi. Untuk menguji dan verifikasi seberapa presisi sebuah perhitungan hisab awal bulan, baik dari model taqribi, tahqiqi maupun tadqiqi, adalah dengan momen gerhana matahari, sehingga kita bisa mengambil kesimpulan metode mana yang masih layak dipergunakan dan metode mana yang sudah tidak layak lagi dipergunakan karena pada kenyataannya jauh dari fakta astronomi.

Dan ketika sebuah metode hisab ternyata jauh dari fakta astronomi maka ahli hisab haruslah bersikap obyektif bahwa hisabnya ternyata melenceng dari fakta astronomi dan harus diperbaiki sedemikian rupa sampai sesuai dengan kenyataan hasil observasi. Dan jika belum sesuai dengan fakta asronomi maka sangatlah bijaksana jika metode tersebut tidak lagi dipakai untuk pembuatan sebuah kalender agar tidak membingungkan umat dan mengurangi perselisihan penentuan awal bulan khususnya awal romadlon, syawal dan dzulhijjah.

KALIBRASI ILMU HISAB DENGAN GERHANA MATAHARI 29 APRIL 2014

Berdasarkan perhitungan hisab, insya Alloh pada hari Selasa Pon, 29 Jumadal Akhiroh 1435 H atau 29 April 2014 M. akan terjadi gerhana matahari. Secara global gerhana berlangsung mulai pukul 03:59:59 UT (10:59:59 WIB) sampai pukul 08:20:48 UT (15:20:48 WIB). Gerhana terlihat seperti cincin hanya di daratan Antartika (kutub selatan) dengan durasi 49 detik melintasi wilayah Antartika, selain wilayah tersebut, gerhana hanya terlihat sebagai gerhana parsial, meliputi selatan Samudera Hindia, seluruh Benua Australia, pulau Jawa bagian selatan serta Nusa Tenggara.

Wilayah Indonesia yang terlintasi gerhana hanya sebagian selatan Jawa Tengah, Jawa Timur bagian selatan, Bali, Lombok, dan Nusa Tenggara. Kota Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang dan Surabaya tidak mengalami gerhana sama sekali. Dari kota-kota di Indonesia yang terlintasi gerhana, piringan matahari yang tertutup bayangan bulan berkisar 0,07% sampai 6,18%. Sedangkan dari pesisir selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur berkisar 0,1% sampai 2,32%.

Walaupun magnitude gerhananya sangat kecil dilihat dari Indonesia akan tetapi momen ini justru sangat penting bagi pegiat hisab rukyat untuk mencroscek ketelitian sebuah perhitungan, dengan peristiwa gerhana, sedikit banyak kita bisa membuktikan perhitungan ijtimak toposentris yang tidak bisa dibuktikan jika tidak terjadi gerhana, karena posisi bulan saat ijtimak dekat dengan matahari yang intensitas ansi lumennya  berjuta-juta kali dibanding illuminasi bulan, juga karena pada saat ijtima’ permukaan bulan yang bercahaya menghadap matahari sementara permukaan bulan yang tidak bercahaya menghadap bumi, sehingga permukaan bulan saat ijtima’ tidak bisa dilihat dari bumi, kecuali pada momen gerhana.

Proses kontak awal gerhana, tengah gerhana dan akhir gerhana matahari dilihat dari satu kota akan berbeda dengan kota yang lainnya. Hal ini berbeda dengan gerhana bulan yang proses kontak awal, tengah dan akhir gerhana hampir serentak untuk seluruh permukaan bumi, hanya berbeda jamnya karena faktor time zonenya saja. Namun sayangnya informasi gerhana matahari yang selama ini terpampang di kebanyakan kalender di Indonesia adalah masih global (geosentris), padahal perhitungan gerhana matahari model geosentris sangat jauh dari kenyataan jika diamati dari sebuah titik di permukaan bumi, selisihnya bisa 2 sampai 3 jam dengan kenyataan. Contoh informasi gerhana 29 April 2014 M. di kalender Muhammadiyah dan PBNU

NO

KALENDER

AWAL

TENGAH

AKHIR

1

MUHAMMADIYAH

10:53:00

13:00:00

15:14:00

2

PBNU

10:52:38

13:03:25

15:14:29

 

Wilayah Indonesia yang paling bagus untuk observasi gerhana ini adalah kota Kupang karena magnitude gerhananya paling besar dari kota-kota yang lainnya, yaitu 0,0618 m              (6,18%) dengan durasi gerhana  57 menit 36 detik. Adapun kota di pulau Jawa yang paling besar magnitude gerhananya adalah kota Banyuwangi yaitu 0,0175 m (1,75%) dengan durasi gerhana 33 menit 55 detik

Insya Alloh penulis bersama pegiat hisab rukyat Lajnah Falakiyah NU Gresik, Lajnah Falakiyah Lanbulan (LAFAL) serta Lajnah Falakiyah Annuriyah II Jember akan melakukan pengamatan gerhana matahari di Banyuwangi Jawa Timur, tepatnya di Pondok Pesantren Mamba’ul Huda Krasak Tegalsari Banyuwangi, Lintang -08° 25′ 34,68″ Bujur  114° 09′ 26,64″.

Menurut perhitungan, dari lokasi tersebut awal gerhana terjadi pada pukul 13:46:27 WIB, tengah gerhana pukul 14:06:07 WIB dan akhir gerhana pukul 14:25:34 WIB, durasi gerhana 00:39:07 jam dengan magnitude gerhana 0,0232 (2,32 %).

Berikut hasil perhitungan gerhana matahari 29 Jumadal Akhiroh 1435 H atau 29 April 2014 M. kota-kota di Indonesia dengan kitab Al-Durru Al-Anieq.

KOTA-KOTA YANG DILALUI GERHANA MATAHARI 29 APRIL 2014

NO

NAMA KOTA

KOORDINAT

TZ

AWAL

TENGAH

AKHIR

DURASI

MAG

 

1

BANTUL

110° 20’BT : -7° 56’LS

7

13:51:02

13:59:37

14:08:33

00:17:31

0,0043

2

BANYUWANGI

114° 21’BT : -8° 13’LS

7

13:49:38

14:06:37

14:23:33

00:33:55

0,0175

3

KRASAK

114° 09’BT : -8° 25’LS

7

13:46:27

14:06:07

14:25:34

00:39:07

0,0232

4

BIMA

118° 45’BT : -8° 27’LS

8

14:55:07

15:13:32

15:31:45

00:36:38

0,0223

5

BLITAR

112° 09’BT : -8° 06’LS

7

13:48:25

14:02:51

14:17:23

00:28:59

0,0122

6

BONDOWOSO

113° 50’BT : -7° 55’LS

7

13:53:57

14:05:59

14:18:14

00:24:17

0,0088

7

DENPASAR

115° 13’BT : -8° 39’LS

8

14:45:37

15:07:44

15:29:26

00:43:50

0,0299

8

DOMPU

118° 28’BT : -8° 30’LS

8

14:53:52

15:13:04

15:32:00

00:38:08

0,024

9

ENDE

121° 40’BT : -8° 50’LS

8

14:57:18

15:17:26

15:37:12

00:39:54

0,0281

10

GRAJAKAN

114° 13’BT : -8° 35’LS

7

13:44:36

14:06:05

14:27:13

00:42:37

0,0277

11

JEMBER

113° 42’BT : -8° 10’LS

7

13:49:22

14:05:32

14:21:43

00:32:22

0,0157

12

KALABAHI

124° 32’BT : -8° 12’LS

8

15:15:46

15:21:35

15:27:47

00:12:00

0,0027

13

KEDIRI

112° 00’BT : -7° 49’LS

7

13:54:36

14:02:49

14:11:23

00:16:48

0,0041

14

KEFAMENANU

124° 30’BT : -9° 25’LS

8

14:58:08

15:20:41

15:42:39

00:44:31

0,0372

15

KUPANG

123° 35’BT : -10° 12’LS

8

14:49:30

15:18:56

15:47:06

00:57:36

0,0618

16

LARANTUKA

123° 00’BT : -8° 15’LS

8

15:08:55

15:19:38

15:30:34

00:21:39

0,0084

17

LUMAJANG

113° 14’BT : -8° 08’LS

7

13:49:13

14:04:45

14:20:20

00:31:07

0,0144

18

MAGETAN

111° 21’BT : -7° 38’LS

7

19

MALANG

112° 36’BT : -7° 59’LS

7

13:51:04