Teks Khutbah Idul Adha 1431 H (Muhammad Ihsan Tandjung)

بسم الله الرحمن الرحيم

HUBUNGAN PERILAKU MANUSIA DENGAN GERAK ALAM

Muhammad Ihsan Tandjung
Perumahan Griya Tugu Asri – Cimanggis, Depok
10 Dzulhijjah 1431 H / 16 November 2010

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
الله أكبر كبيرا و الحمد لله كثيرا و سبحان الله بكرة و أصيلا
لآإله إلا الله و لا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون
لآإله إلا الله وحده صدق وعده و نصر عبده و أعز جنده و هزم الأحزاب وحده
لآإله إلا الله الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
الحمد لله الذي ألف بين قلوبنا فأصبحنا بنعمته إخوانا
الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى و دين الحق ليظهره على الدين كله
ولو كره المشركون
أشهد أن لآإله إلا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
اللهم صلي على محمد و على آله و أصحابه و أنصاره و جنوده
و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
فقال الله تعالى في كتابه الكريم:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد

jama’ah sholat Iedul Adha rahimakumullah

Marilah kita senantiasa mengungkapkan rasa terima-kasih kepada Allah SWT semata. Allah telah melimpahkan kepada kita sedemikian banyak ni’mat. Jauh lebih banyak ni’mat yang telah kita terima dibandingkan kesadaran dan kesanggupan kita untuk bersyukur. Terutama marilah kita berterimakasih kepada-Nya atas ni’mat yang paling istimewa yang bisa diterima manusia. Tidak semua manusia mendapatkannya, alhamdulillah kita termasuk yang mendapatkannya. Itulah ni’mat iman dan Islam, yang dengannya hidup kita menjadi jelas, lurus, benar, bermakna serta selamat di dunia maupun di akhirat.
Lalu khotib mengajak jama’ah sekalian untuk selalu berdoa kepada Allah swt agar Dia melimpahkan setinggi-tingginya penghargaan dan penghormatan melalui ucapan sholawat dan salam-sejahtera kita kepada manusia pilihan yang mengajarkan kita hakikat iman dan islam… imam al-muttaqin pemimpin orang-orang bertaqwa dan qaa-id al-mujahidin panglima para mujahid yang sejati nabiyullah Muhammad Sallalahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para shohabatnya dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Dan kita berdo’a kepada Allah swt, semoga kita yang hadir di tempat yang baik ini dipandang Allah swt layak dihimpun bersama mereka dalam kafilah panjang penuh berkah.

Tak lupa khotib juga mengajak jama’ah sekalian untuk mendoakan saudara-saudara kita kaum muslimin, mukminin, muwahhidiin dan mujahidin di berbagai belahan bumi yang sedang didera berbagai kesulitan. Baik karena bencana alam berupa banjir, gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus dan lain sebagainya. Maupun karena kezaliman fihak musuh-musuh Allah yang memerangi, memboikot, memfitnah hingga memenjarakan mereka. Ya Allah, berilah kesabaran kepada mereka dalam menghadapi berbagai ujian hidup ini. Semoga kesabaran itu mengubah penderitaan mereka menjadi penghapus dosa dan kesalahan. Amien, amien ya rabbal ‘aalaamien.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد

Jama’ah sholat Iedul Adha, kaum muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah,

Dewasa ini kita sungguh prihatin menyaksikan bagaimana musibah beruntun terjadi di Indonesia, negeri berpenduduk muslim terpadat di dunia. Belum selesai mengurus musibah dua kecelakaan kereta api sekaligus di awal Oktober, tiba-tiba muncul banjir bandang di Wasior, Irian. Kemudian gempa berkekuatan 7,2 skala richter diikuti Tsunami hebat di kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Lalu tiba-tiba kita dikejutkan dengan erupsi gunung Merapi di Jawa Tengah. Belum lagi ibukota Jakarta dilanda banjir massif yang mengakibatkan kemacetan dahsyat di setiap sudut kota, bahkan sampai ke Tangerang dan Bekasi. Siapa sangka banjir di Jakarta bisa terjadi di bulan Oktober, padahal jadwal tahunan rutinnya biasanya di bulan Januari atau Februari ?

Kita sering heran mengapa kok di negeri berpenduduk muslim paling besar di dunia justeru Allah timpakan bencana secara beruntun dalam rentang waktu yang relatif berdekatan. Apalagi kita sudah diperingatkan bahwa masih ada lagi 20 gunung api yang perlu diantisipasi peningkatan aktifitasnya.

Demikian pula dengan kasus gempa di kepulauan Mentawai yang diyakini oleh para ilmuwan bakal memicu datangnya megathrust (gempa besar).

Sungguh, hidup di negeri Indonesia dewasa ini kita sangat perlu mencamkan pesan Allah berikut ini:

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (QS. Al-A’raf [7] : 99)

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد

Jama’ah sholat Iedul Adha rahimakumullah

Allah mengajarkan kepada kita bahwa perilaku alam sangat berkaitan dengan perilaku kumpulan manusia yang tinggal di lingkungan alam tersebut. Bila masyarakatnya baik di mata Allah, yakni beriman dan bertaqwa, maka Allah akan limpahkan banyak keberkahan kepada masyarakat tersebut dari langit maupun bumi. Tapi sebaliknya, bila mereka mendustakan ayat-ayat Allah, maka Allah akan timpakan hukumanNya kepada mereka melalui beragam bencana yang bisa datang di waktu siang maupun malam hari.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ
وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى
أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى
أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ

Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? (QS. Al-A’raf [7] : 96-98)

Jangan-jangan Allah menilai bahwa masyarakat kita hanya mengaku secara lisan beriman dan bertakwa, padahal sesungguhnya kita sering mendustakan ayat-ayat Allah dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Kaum muslimin di negeri ini boleh banyak jumlahnya, namun yang benar-benar beriman jangan-jangan sangat sedikit. Kita mengaku beriman kepada Allah, tapi kita seringkali gagal menghadapi berbagai ujian yang Allah sodorkan. Sehingga kita tidak dipandang benar dalam pengakuan keimanan, malah kita dinilai Allah dusta dalam pengakuan keimanan. Padahal setiap ujian yang ada dalam hidup ini adalah untuk mendeteksi kemurnian iman seseorang.

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS Al-Ankabut 2-3)

Demikian pula dengan ke-taqwa-an yang kita klaim bersemayam di dalam diri kita. Jangan-jangan kita baru bertaqwa yang sifatnya artifisial belum taqwa kepada Allah yang sejati. Padahal setiap menghadiri sholat jumat, kita selalu diperingatkan oleh para khotib untuk bertaqwa yang sebenarnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali-Imran [3] : 102)

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد

Jama’ah sholat Iedul Adha rahimakumullah

Sungguh, dosa-dosa yang dilakukan manusia di negeri ini sangat banyak. Dosa korupsi, perzinahan, illegal logging, manipulasi jabatan, membuat agama baru atas nama Islam, kemusyrikan, mengabaikan hukum Allah dan banyak lagi. Segenap dosa tersebut memberikan kontribusi bagi banyaknya pendustaan terhadap ayat-ayat Allah. Dan setiap pendustaan terhadap ayat-ayat Allah niscaya mengundang datangnya siksa Allah berupa bencana. Hal ini bukan saja terjadi di zaman kita dewasa ini, bahkan dalam sejarah ia menimpa kaum-kaum yang di dalamnya terdapat Nabiyullah di tengah mereka.

وَاخْتَارَ مُوسَى قَوْمَهُ سَبْعِينَ رَجُلا لِمِيقَاتِنَا فَلَمَّا أَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ قَالَ رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ وَإِيَّايَ أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاءُ مِنَّا إِنْ هِيَ إِلا فِتْنَتُكَ تُضِلُّ بِهَا مَنْ تَشَاءُ وَتَهْدِي مَنْ تَشَاءُ أَنْتَ وَلِيُّنَا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الْغَافِرِينَ وَاكْتُبْ لَنَا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ قَالَ عَذَابِي أُصِيبُ بِهِ مَنْ أَشَاءُ وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ

Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan tobat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata: "Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah Yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya". Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertobat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami". (QS. Al-A’raf [7] : 155-156)

Berbagai bencana yang menimpa masyarakat jelas mendatangkan berbagai macam penderitaan dan musibah. Musibah itu meliputi kehilangan nyawa orang-orang yang dicintai, harta-benda, tempat tinggal dan kenormalan hidup sehari-hari. Jelas ini semua merupakan derita dunia yang sangat berat. Sehingga wajar dan bersyukurlah kita melihat begitu banyaknya fihak yang bersegera mengulurkan tangan dengan memberikan aneka bentuk bantuan. Dan sudah barang tentu bantuan yang paling minim tetapi sekaligus paling bermakna ialah bantuan doa.

Salah satu doa yang Nabi Muhammad shollalahu ‘alaihi wa sallam ajarkan kepada kita ialah sebuah doa panjang yang di dalamnya menyebutkan persoalan musibah. Dan sangat menarik untuk dicatat bahwa ternyata jenis musibah yang Nabi Muhammad shollalahu ‘alaihi wa sallam memohon perlindungan Allah dalam menghadapinya ialah musibah yang menyangkut urusan dien (agama).

وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا

"… dan janganlah Engkau (Ya Allah) jadikan musibah kami pada agama kami." (HR. Tirmidzi  3424)

Melalui potongan doa di atas jelaslah bagi kita bahwa Nabi shollalahu ‘alaihi wa sallam sangat mengkhawatirkan bilamana musibah yang datang menimpa berkenaan dengan kemaslahatan urusan dien (agama) kita. Bukan berarti bahwa kita tidak boleh merasa sedih bila kehilangan nyawa orang-orang yang dicintai, harta-benda, tempat tinggal dan kenormalan hidup sehari-hari. Tetapi kita diarahkan untuk lebih khawatir bila musibah yang menimpa sampai menyebabkan kehilangan dalam urusan agama. Jangan sampai kita merasa sedih bila kehilangan berbagai hal yang bersifat duniawi, namun kita tidak sedih dan risau bila kehilangan agama, iman, taqwa atau petunjuk-hidayah ilahi. Sebab pada hakekatnya urusan dien merupakan urusan yang paling berharga dan bermanfaat dalam kehidupan di dunia ini maupun di akhirat kelak. Agama merupakan harta utama bagi seorang muslim sejati. Jangan sampai kita sedemikian peduli mempertahankan berbagai harta duniawi namun rela kehilangan harta utama, yaitu iman dan taqwa. Bila sampai ini yang terjadi berarti kita telah ditimpa musibah di atas musibah !

Maka dalam kondisi sekarang yang paling penting diingatkan kepada siapapun, terlebih khusus korban bencana, ialah agar bersabar menghadapi musibah kehilangan berbagai harta dunia sambil mengokohkan iman dan taqwa mereka. Sebab iman dan taqwa merupakan harta utama yang tidak boleh sampai lepas betapapun telah lepasnya berbagai harta dunia.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد

Jama’ah sholat Iedul Adha rahimakumullah

Disamping itu tentunya semua fihak perlu bertaubat alias kembali kepada jalan Allah dan meninggalkan berbagai dosa yang selama ini dikerjakan. Sudah barang tentu pengertian bertaubat bukanlah sebatas mengucapkan kalimat istighfar secara lisan, sementara berbagai dosa masih saja dikerjakan tanpa rasa bersalah. Bertaubat ialah memadukan antara ucapan istighfar memohon ampunan Allah, menyesali perbuatan dosa tersebut dan meninggalkan untuk selamanya perbuatan dosa tersebut, bahkan menggantinya dengan amal sholeh dan amal ibadah sebanyak-banyaknya.

Dari sekian banyak dosa yang dilakukan manusia di negeri ini, ada yang kami pandang merupakan dosa yang sangat berat di mata Allah. Dan oleh karenanya perlu didahulukan untuk mengajak masyarakat agar segera meninggalkannya.

Belakangan ini media berusaha membangun opini masyarakat bahwa perilaku salah seorang yang telah menjadi korban tewas di saat meletusnya gunung Merapi merupakan tokoh yang patut diteladani. Dialah sang “juru kunci” gunung Merapi. Ia patut diteladani karena kegigihannya menjalankan tugas sebagai kuncen gunung Merapi hingga saat terakhir sehingga rela mengorbankan nyawanya demi menjalankan tugas tersebut. Sampai di sini sesungguhnya masalah telah timbul. Tetapi yang membuat urusan ini menjadi sangat serius ialah tatkala ditemukannya jasad yang bersangkutan dalam posisi “bersujud” kemudian media mulai mengembangkan opini bahwa tokoh ini mati sebagai seorang “muslim yang taat.” Apakah benar demikian? Cukupkah kita menilai seseorang muslim taat dengan ditemukannya fakta ini? Cukupkah ia dinilai sebagai orang soleh hanya berdasarkan fakta bahwa ia rajin sholat tepat waktu?

Seorang yang mengaku muslim tidak boleh dikafirkan semata-mata karena perbuatan maksiat yang telah dilakukannya. Namun bila terbukti bahwa ia terlibat dalam ucapan, sikap atau perbuatan yang tidak bisa tidak diartikan sebagai hal yang menyebabkan dirinya dihukumi sebagai kafir apalagi musyrik, maka adalah suatu kebatilan bila kita tetap menyebutnya sebagai seorang muslim, apalagi muslim yang taat.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد

Jama’ah sholat Iedul Adha rahimakumullah

Mari kita coba amati kasus juru kunci gunung Merapi. Bagaimanakah keadaannya? Secara pribadi, penulis tidak kenal dengan beliau. Namun berdasarkan berbagai bukti yang bisa kita saksikan dan baca di media kita memperoleh kesimpulan bahwa profesinya adalah sebagai seorang kuncen. Dan apakah sebenarnya makna tugas sebagai juru kunci gunung Merapi? Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas kita jumpai keterangan sebagai berikut:

Juru kunci Merapi adalah seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta yang ditunjuk langsung oleh Sultan Kasultanan Yogyakarta untuk menjaga dan mengelola makhluk halus di wilayah Gunung Merapi. Juru kunci Merapi terakhir adalah Mas Penewu Suraksohargo atau lebih dikenal dengan nama Mbah Maridjan, yang menjabat sejak tahun 1983 hingga kematiannya dalam erupsi gunung Merapi di tahun 2010.

Dari detikNews 31 Oktober 2011 kita kutip sebagai berikut:

Legenda Gunung Merapi telah ditinggalkan sang kuncen yang selama 30 tahun telah menemaninya. Lalu seberapa penting arti juru kunci di gunung teraktif di nusantara ini.

"Itu penting banget, kalau tidak ada juru kunci para pendaki tidak akan mendapat informasi tentang gunung yang didaki. Kuncen biasanya memberi tahu apa yang dilarang, jalur pendakian, penyelamatan dan lain-lain," kata mantan mahasiswa pencinta alam, Sandi M, yang saat ini menjadi relawan PMI Kabupaten Sleman, saat berbincang dengan detikcom, di posko utama penanggulangan bencana  Merapi di Pakem,

Jalan Kaliuran, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (30/10/2010).

Menurutnya, Mbah Maridjan bertugas menjaga gunung dengan cara menerawang dari pengalaman atau ‘ilmu titen’, dan menggabungkannya dengan firasatnya yang telah terlatih sebagai warga Merapi sejak kecil.

Berdasarkan dua keterangan di atas berarti kita dapat simpulkan bahwa seorang “juru kunci” ialah seorang yang dianggap memiliki pengetahuan mengenai perkara yang ghaib dan alam ghaib. Dan seorang “juru kunci gunung” berarti seorang yang dianggap memiliki pengetahuan mengenai perkara ghaib dan alam ghaib yang terkait dengan gunung tersebut.

Jika kesimpulan ini benar, berarti profesi seorang “juru kunci” identik alias sama dengan profesi seorang dukun. Yang di dalam persepektif ajaran Islam yang paling inti -yaitu Tauhid- merupakan profesi yang sarat dengan dosa syirik dan pelakunya disebut seorang musyrik. Ia telah mempersekutukan Allah dengan sesuatu selain Allah subhanahu wa ta’aala. Pantaslah bilamana kita sering melihat sang juru kunci gunung Merapi melakukan ritual-ritual berupa pemberian sesajen serta menyembah ke arah batu besar tertentu dan lain sebagainya yang mana semua itu merupakan bentuk-bentuk upacara peribadatan lazimnya seorang dukun, paranormal atau panganut aliran kepercayaan. Dan ini semua jelas tidak pernah dicontohkan oleh teladan kita Nabi Muhammad shollalahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan sebaliknya, ini semua merupakan praktek kaum musyrikin yang dengan tegas ditentang dan diperangi oleh beliau. Dan tentunya bertentangan dengan ikrar seorang muslim setiap hari di dalam sholatnya:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. Al-Baqarah [2] : 5)

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد

Jama’ah sholat Iedul Adha rahimakumullah

Ketika mendefinisikan salah satu makna thaghut, Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam bukunya Kitabut Tauhid menjelaskan sebagai berikut: “Salah satu makna thaghut ialah orang yang mengaku mengetahui perkara yang ghaib selain Allah.” Bila ada orang yang mengaku mengetahui perkara yang ghaib, maka dia adalah thaghut, seperti dukun, paranormal, tukang ramal atau tukang tenung. Kalaupun ada manusia yang berhak mengaku mengetahui perkara yang ghaib, maka mereka adalah para Rasul pilihan Allah yang diridhai-Nya. Allah berfirman:

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ

“Dialah (Allah), Dzat yang mengetahui perkara yang ghaib. Dia (Allah) tidak menampakan yang ghaib itu kepada seorangpun kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya.” (QS. Al-Jin [72] : 26)

Sedangkan konsekuensi ber-Tauhid ialah di satu sisi beriman dengan benar kepada Allah subhanahu wa ta’aala dan di sisi lain dengan tegas mengingkari thaghut, tidak membenarkannya apalagi mengimaninya. Dan barangsiapa yang ber-Tauhid dengan lengkap seperti ini berarti ia telah mengikatkan dirinya dengan tali penghubung yang paling kokoh kepada Allah, Rabb, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam raya beserta segenap isinya.

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ
اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا

Barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. (QS. Al-Baqarah [2] : 256)

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa orang yang mendatangi dukun atau tukang ramal dan dia mempercayainya, maka dia telah kafir. Lalu bagaimana lagi dengan si dukun itu sendiri?

مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ
فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Abu Hurairah dan Al Hasan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: "Barangsiapa mendatangi seorang dukun atau peramal kemudian membenarkan apa yang ia katakan, maka ia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam." (HR. Ahmad 9171)

Demikianlah, sejauh yang kita ketahui juru kunci gunung Merapi menjalankan profesinya hingga maut menjemputnya. Kita tidak pernah mendengar bantahan dari siapapun –apalagi dari dirinya sendiri– bahwa ia pernah ber-taubat atau baro (berlepas diri) dari posisinya sebagai juru kunci. Artinya, hingga saat-saat terakhir hidupnya ia meyakini bahwa dirinya adalah seorang yang mengetahui perkara ghaib seputar gunung Merapi. Dan ini berarti ia tetap keukeuh sebagai dukun, paranormal alias thaghut ! Lantas bagaimana sosok seperti ini layak dijuluki sebagai “muslim yang taat.” Walau jasadnya ditemukan dalam keadaan bersujud sekalipun, ini tidak dapat begitu saja menghapuskan keterlibatannya di dalam dosa yang tidak terampuni, yaitu dosa syirik.

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا إِنْ يَدْعُونَ
مِنْ دُونِهِ إِلا إِنَاثًا وَإِنْ يَدْعُونَ إِلا شَيْطَانًا مَرِيدًا

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah setan yang durhaka. (QS. An-Nisa [3] : 116-117)

Seorang muslim hanya dapat menilai berdasarkan apa yang tampak/lahir, sedangkan urusan yang tersembunyi/batin kita serahkan sepenuhnya kepada Allah ta’aala. Jangankan kita yang merupakan manusia biasa, sedangkan Nabi Muhammad shollalahu ‘alaihi wa sallam sekalipun tidak mampu berbuat apapun tatkala mendapati pamannya Abu Thalib di akhir hayatnya mati dalam keyakinan ajaran kaum musyrikin dan enggan menyambut ajakan Tauhid yang diserukan keponakannya. Padahal kita tahu begitu banyak kebaikan yang telah dilakukan Abu Thalib dalam hidupnya, termasuk membela keponakannya pada saat-saat tertentu.

لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي طَالِبٍ يَا عَمِّ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا
كَلَّمَهُمْ هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَأَبَى أَنْ يَقُولَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا وَاللَّهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ
مَالَمْ أُنْهَ عَنْكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِ (البخاري)

Ketika menjelang kematian Abu Thalib, datanglah Rasulullah shollalahu ‘alaihi wa sallam dan didapati di samping pamannya Abu Jahl bin Hisyam dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah. Nabi shollalahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abu Thalib: “Pamanku, ucapkanlah Laa ilaha illa Allah, suatu kalimat yang aku akan bersaksi di hadapan Allah untuk melindungimu.” Sehingga akhir ucapan Abu Thalib adalah ikut millah Abdul Muthallib dan ia enggan mengucapkan Laa ilaha illa Allah. Maka bersabda Rasulullah shollalahu ‘alaihi wa sallam: “Demi Allah, akan kumintakan ampunan Allah atasmu selagi Allah tidak melarangnya… lalu Allah turunkan At-Taubah ayat 113.” (HR. Bukhary)

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ
كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At-Taubah [9] : 113)

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد

Jama’ah sholat Iedul Adha rahimakumullah

Sungguh, kita sangat prihatin menyaksikan begitu banyaknya orang yang mengalami musibah akibat berbagai bencana yang terjadi. Mereka terpaksa mengalami musibah kehilangan berbagai harta duniawinya. Kehilangan nyawa dirinya, keluarganya, harta-bendanya, tempat tinggalnya dan berbagai kenormalan hidup lainnya. Tetapi Nabi shollalahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kita agar mewaspadai musibah yang lebih hebat, yaitu musibah kehilangan dien (agama) kita. Saudaraku, janganlah kita sedemikian sedih dan emosionalnya sehingga kehilangan kemampuan furqon (membedakan antara al-haq dan al-batil). Janganlah kesedihan kita membuat hilangnya kesanggupan membedakan mana Tauhid dan mana syirik. Sebab Tauhid pasti mendatangkan keberkahan, sedangkan syirik pasti mendatangkan murka dan siksaan Allah. Apalagi jika kita malah mencampur-adukkan antara iman dan kafir, antara al-haq (kebenaran) dan al-bathil (kebatilan).

وَلا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2] : 42)

Kita malah mengatakan pelaku kemusyrikan justeru sebagai muslim yang taat. Inilah musibah di atas musibah yang lebih mengerikan. Yang boleh jadi justeru semakin mengundang datangnya lebih banyak bencana lainnya. Ingatlah saudaraku, bahwa gerak alam di sekitar kita sangat dipengaruhi oleh bagaimana perilaku kita. Wa na’udzubillahi min dzaalika.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا
وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqon dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al-Anfal [8] : 29)

DOA

رَبَّنَا ءَاتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

"Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)". (QS. Al-Kahfi [18] : 10)

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ
فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيم ٌ

"Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (QS. Al-Hashr [59] : 10)

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا
مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali-imran [3] : 8)

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon [25] : 74)

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا
وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Ali-Imran [3] : 147)

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma`aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2] : 286)

رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ ءَامِنُوا
بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ
رَبَّنَا وَءَاتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” (QS. Ali-Imran [3] : 192-194)

اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ وَمِنْ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا وَلَا تَجْعَلْ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا

Ya Allah, curahkanlah kepada kepada kami rasa takut kepadaMu yang menghalangi kami dari bermaksiat kepadaMu, dan ketaatan kepadaMu yang mengantarkan kami kepada SurgaMu, dan curahkanlah keyakinan yang meringankan musibah di dunia. Berilah kenikmatan kami dengan pendengaran kami, penglihatan kami, serta kekuatan kami selama kami hidup, dan jadikan itu sebagai warisan dari kami, dan jadikan pembalasan atas orang yang menzhalimi kami, dan tolonglah kami melawan orang-orang yang memusuhi kami, dan janganlah Engkau jadikan musibah kami pada agama kami, dan jangan Engkau jadikan dunia sebagai impian kami terbesar, serta pengetahuan kami yang tertinggi, serta jangan engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menyayangi kami. (HR. Tirmidzi 3424)

اللهم إني أعوذبك بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

"Ya Allah, aku berlindung kpd-Mu dari azab jahannam, & azab kubur, & fitnah kehidupan & kematian & dari jahatnya fitnah Al-Masih Ad-Dajjal." (HR. Muslim)