Nabi Ya’qub As dan Detik-detik Terakhir Kematian

Di Aqidah masyarakat Mesir yang semu dipertuhankan, diabadikan dan dianugerahi sifat-sifat ketuhanan yang kekal. Masyarakat sosial yang terpuruk seperti ini wajib mendapatkan perhatian penuh orang tua.

Orang tua yang baik wajib senantiasa memonitoring aqidah lingkungan masyarakat sekitar dan sejauh mana pengaruhnya terhadap anak. Bukankah tempat abadi orang tua di akhirat juga dipengaruhi oleh sejauh mana tanggung jawab didik orang tua terhadap anak? Bukankah ada orang tua yang sejengkal lagi kakinya akan melangkah masuk surga, tetapi ditarik oleh anak yang terjerumus ke neraka hanya karena orang tua ini melalaikan tanggung jawab didiknya terhada anak?

Ya’qub As menyadari ini sepenuhnya sehingga ia pun mewasiatkan aqidah ketauhidan di atas tikar mautnya untuk yang kesekian kalinya sebelum menutup mata dari pentas dunia.

Ya’qub di wasiat terakhirnya ini seperti mendapat dua buah merpati cantik sekali bidikan. Wasiat ini selain bukti nyata kepedulian Ya’qub as terhadap tugas kenabian yang wajib mewariskan agama Islam yang bertauhid ke generasi-generasi Islam mendatang, ia pun dengan sendirinya menyucikan dirinya dari dusta dan kebohongan orang-orang Yahudi yang mengklaim (keyahudian; istilah penulis) Ya’kub dari mereka.

“Ya, Muhammad (penutup para nabi Allah)! Apakah Anda tidak tahu keyahudian Ya’kub? Apakah Anda lupa pesan keyahudian Ya’kub As yang terakhir kepada putra-putranya? Dia mewasiatkan aqidah Yahudi kepada mereka.” Ejek mereka.

“Wahai Muhammad! Ingatkan mereka dan ingatkan juga umatmu keislaman Ya’kub As dan putra-putranya. Yang diwasiatkan Ya’kub As bukanlah aqidah Yahudi, tetapi Aqidah ketauhidan murni seperti yang diwariskan nabi-nabi Islam sebelumnya, sepeti Ibrahim, Ismail dan Ishaq.” Jawab Alqur’an dengan lantang dan tegas.

Di samping itu, wasiat ketauhidan ini menegaskan keislaman para nabi Allah SWT yang mendunia kebenarannya. Dari ayat 131-133 Q.S Al-Baqarah kata Islam terulang 4 kali dengan variasi morfologi (perubahan makna yang mengikuti perubahan yang terjadi di kata dasar). Gaya bahasa seperti ini menegaskan hakikat kebenaran Islam sebagai agama yang diridhai Allah, tidak dibatasi waktu dan seperti cahaya yang setiap waktu siap memberi terang kepada siapa saja yang ingin menyinari diri dari kegelapan aqidah-aqidah yang tidak menuhankan Allah Yang Maha Esa.