Harta Rampasan Perang dan Sifat Mukmin yang Sebenarnya (3)

وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا

“…Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, maka bertambahlah iman mereka….”

Hati yang beriman itu dapat menemukan di dalam Alquran sesuatu yang bisa menambah keimanan dan mengantarkannya kepada ketentraman. Sesungguhnya Alquran dapat berinteraksi dengan hati manusia tanpa perantaraan siapa pun, dan tidak dapat dihalangi oleh sesuatu pun kecuali kekufuran.

Apabila penghalang iman ini tidak ada, maka hati akan merasakan manisnya Alquran. Kesan-kesannya yang berulang-ulang akan menambah keimanan yang mengantarkan hati kepada ketenangan dan kemantapan.

Sebagaimana kesan-kesan Alquran di dalam hati yang beriman dapat menambah keimanan, maka hati yang beriman inilah yang mengetahui adanya kesan-kesan yang dapat menambah keimanan itu.

Oleh karena itu, penetapan hakikat ini disebutkan secara berulang-ulang di dalam Alquran, seperti di dalam firman Allah, “Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang mukmin.” Salah seorang sahabat pernah berkata, “Kami telah diberi iman sebelum diberi Alquran.”

Dengan iman ini, mereka mendapati rasa khusus terhadap Alquran. Perasaan yang didukung oleh suasana kejiwaan mereka, yang hidup dengan Alquran dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Mereka senantiasa merasakan dan memahaminya.

Dalam beberapa riwayat mengenai turunnya ayat ini, disebutkan perkataan Sa’ad bin Malik ketika dia meminta Rasulullah untuk memberikan pedang rampasan perang kepadanya. Beliau berkata kepada Sa’ad, “Sessungguhnya pedang ini bukan milikmu dan bukan milikku, maka letakkanlah ia.”

Ketika Sa’ad dipanggil, setelah dia meletakkan pedang dan pergi, ia berharap bahwa Allah telah menurunkan ayat berkenaan dengan persoalan ini. Dia berkata, “Sungguh Allah telah menurunkan sesuatu berkenaan denganku.” Rasulullah bersabda, “Tadi kamu meminta pedang kepadaku padahal ia bukan milikku. Sekarang pedang itu telah diberikan kepadaku, maka kuberikanlah ia kepadamu.”

Demikianlah para sahabat hidup dengan Rabb mereka dan bersama Alquran yang senantiasa turun kepada mereka. Ini merupakan sesuatu yang sangat besar dan saat yang menakjubkan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, mereka merasakan Alquran demikian rupa.

Sebagaimana mereka melakukan gerakan praktis di bawah naungan pengarahan Alquran secara langsung, maka sentisitivitas mereka semakin meningkat. Kalau yang pertama (masa kehidupan sahabat) tidak berulang dalam kehidupan manusia, maka yang kedua (gerakan Qurani) senantiasa berulang manakala ada golongan beriman yang berusaha bergerak mengaplikasikan agam aini di dalam realitas kehidupan masyarakat sebagaimana yang dilakukan oleh golongan Islam pertama.

Golongan beriman inilah yang bergerak dengan Alquran untuk mengaplikasikan kembali agama ini dalam realitas kehidupan masyarakat. Karena, mereka telah merasakan manisnya Alquran. Dengan merasakan manisnya Alquran itu, hati mereka bertambah imannya karena mereka telah beriman secara mendasar.

Din (agam) bagi mereka merupakan gerakan untuk menegakkan agama ini sesudah masyarakat dilanda pola kehidupan jahiliyah yang telah kembali menyebar ke seluruh permukaan bumi. Bagi mereka, iman bukan sekadar angan-angan kosong. Tetapi, iman merupakan keyakinan yang tertanam dengan mantap di dalam hati dan dibuktikan dengan amal. (bersambung)