Konsep Persatuan Dalam Islam (1)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (6) وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ (7) فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (8) وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (11) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (12) يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (6)

Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus (7),

sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (8)

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah di antara keduanya, jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (9)

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (10)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (kerena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang mengolok-olokkan) itu lebih baik dari mereka (yang menglok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiridan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (11)

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan deging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa Jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerimam tobat lagi Maha Penyayang(12)

Hai menusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah illah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal(13) (Al-Hujuran / 49 : 9 – 13)

Seruan pertama ditujukan kepada pihak pemimpin dan penerima pesan. Dan seruan kedua untuk menetapkan etika dan penghormatan yang sepantasnya untuk pemimpin. Keduanya merupakan dasar seluruh instruksi dan penetapan syari’at dalam surat ini. Jadi, harus ada kejelasan sumber yang menjadi acuan orang-orang mukmin, dan harus ada pengakuan dan penghormatan terhadap pimpinan, agar setelah itu instruksi-instruksi ini dinilai, dipertimbangkan, dan ditaati. Dan dari sini muncul seruan ketiga yang menjelaskan kepada orang-orang mukmin tentang bagaimana mereka menerima berita dan bagaimana mereka mengolahnya; serta menetapkan keharusan mengklarifikasi sumbernya:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (6)

Orang fasik disebut secara khusus karena besar kemungkinan ia berbohong. Yang demikian ini untuk mencegah hal-hal yang meragukan itu merebak di kalangan komunitas Muslim menyangkut setiap berita yang dibawa oleh individu-individunya, sehingga terjadi semacam kelumpuhan di dalam informasi-informasinya. Pada dasarnya, individu-individu komunitas Muslim itu terpercaya, dan berita-berita itu juga dibenarkan dan bisa diambil. Sedangkan orang fasik itu beritanya dicurigai, sehingga beritanya perlu diklarifikasi. Dengan demikian, sikap komunitas adalah moderat, antara menerima dan menolak berita-berita yang sampai kepadanya, dan mereka tidak buru-buru mengeluarkan satu kebijakan berdasarkan berita seorang yang fasik, sehingga bisa mengakibatkan suatu komunitas Muslim menyerang suatu kaum karena ketidak-tahuan dan sikap buru-buru mereka, sehingga pada akhirnya komunitas Muslim itu menyesal telah berbuat apa yang dimurkai Allah dan bertentangan dengan kebenaran dan keadilan.

Banyak mufasir memaparkan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Walid bin ‘Uqbah bin Abu Mu’ith. Yaitu ketika Rasulullah saw mengutusnya untuk menangani zakat Bani Mushthaliq. Ibnu Katsir menulis: Mujahid dan Qatadah mengatakan, “Rasulullah saw mengutus Walid bin ‘Uqbah kepada bani Mushthaliq untuk memungut zakat dari mereka, dan mereka pun menyambut Walid dengan menyediakan zakat.

Kalu ia pulang dan berkata, ‘Sesungguhnya bani Musthaliq untuk mengumpulkan kekuatan untuk memerangimu (Qatadah menambahkan: dan bahwa mereka telah murtad dari Islam).” Lalu Rasulullah saw mengirim Khalid bin Walid ra kepada mereka, dan memerintahkannya untuk mengklarifikasi dan tidak menyikapi dengan terburu-buru. Maka berangkatlah Khalid bin Walid, dan ia pun tiba di tempat mereka pada malam hari. Lalu ia mengirimkan mata-matanya. Ketika mata-mata itu kembali, mereka mengabari Khalid ra bahwa mereka masih memeluk Islam dan bahwa mata-mata itu mendengar adzan dan shalat mereka. Ketika pagi tiba, Khalid ra mendatangi perkampungan mereka dan menyaksikan sesuatu yang membuatnya terkagum. Lalu ia kembali ke tempat Rasulullah saw untuk menyampaikan kabar tersebut. Maka, Allah Ta’ala menurunkan ayat mulia ini.” Qatadah mengatakan, “Rasulullah saw bersabda, ‘Klarifikasi itu datangnya dari Allah, dan buru-buru itu bersumber dari setan.” Demikianlah keterangan dari banyak ulama salaf mengenai ayat ini. Di antara mereka adalah Ibnu Abi Laila, Yazid bin Ruman, adh-Dhihak, Muqatil bin Hibban, dan lain-lain. Mereka menyebutkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Walid bin ‘Uqbah. Allah Mahatahu.” (Sampai di sini penjelasan Ibnu Katsir dalam tafsirnya)

Indikasi ayat ini bersifat umum, dan ia memuat prinsip penyaringan dan klarifikasi berita dari orang fasik. Sedangkan orang saleh itu beritanya diterima, karena hal tersebut merupakan fondasi dalam komunitas Mukmin, sedangkan berita orang fasik adalah pengecualian. Assesmen terhadap berita orang saleh adalah bagian dari manhaj klarifikasi, karena orang saleh merupakan salah satu sumber berita.

Keraguan mutlak terhadap semua sumber dan semua berita merupakan hal yang bertentangan dengan prinsip kepercayaan yang seharusnya ada di antara komunitas Mukmin. Hal tersebut juga merupakan penghapus catatan kerja seorang yang saleh dan fungsinya dalam komunitas. Islam membiarkan kehidupan berjalan di alurnya yang natural. Islam hanya meletakkan bingkai dan pagar untuk menjaganya, bukan untuk mendisfungsikannya. Dan ini merupakan model sikap menerima secara mutlak dengan disertai pengecualian dalam menyaring sumber-sumber berita.