Pribadi Pemaaf (1)

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ (199) وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (200) إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ (201) وَإِخْوَانُهُمْ يَمُدُّونَهُمْ فِي الْغَيِّ ثُمَّ لَا يُقْصِرُونَ (202)

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu setan-setan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan).” (QS Al-A’raf [7]: 199-202)

Arahan-arahan ini hadir di akhir surat, dari Allah Subhanah kepada wali-wali-Nya. Yaitu Rasulullah SAW dan orang-orang mukmin bersamanya, saat mereka berada di Makkah; tengah menghadapi jahiliyah di sekitar mereka di Jazirah Arab dan di seluruh muka bumi..

Arahan-arahan rabbani dalam mengahdapi jahiliyah yang keji, dan dalam menghadapi manusia yang sesat, mengajak pelaku dakwah –yaitu Nabi SAW—untuk berlapang dada dan bersikap mudah; untuk memerintahkan kebaikan yang jelas dan dikenal fitrah manusia karena sederhananya, tidak memperumit dan tidak mempersulit; serta berpaling dari jahiliyah, tidak merespon mereka, tidak mendekat mereka, dan tidak melayani mereka. Jika mereka melampaui batas, mengusik kemarahannya dengan sikap keras kepala dan menghalangi manusia dari kebenaran, dan ketika setan menghembuskan amarah, maka hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah agar ia menjadi tenang dan sabar.

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS Al-A’raf [7]: 199-201)

Kemudian Al-Qur’an memberitahu beliau tentang watak orang-orang jahil tersebut, waswas yang ada di balik mereka dan yang mendorong mereka untuk berlaku sesat. Al-Qur’an juga menyebut satu sisi dari perilaku mereka terhadap Rasulullah SAW dan tuntutan mereka terhadap berbagai mukjizat.

Tujuan Al-Qur’an adalah untuk mengarahkan beliau mengenai apa yang dikatakan kepada mereka, untuk mengenalkan kepada mereka akan watak risalah dan hakikat Rasulullah SAW, dan untuk mengoreksi persepsi mereka tentang risalah, Rasulullah SAW, dan hubungan beliau dengan Rabb-nya yang Maha Mulia. “Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu setan-setan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan). Dalam konteks isyarat mengenai Al-Qur’an yang diwahyukan Allah kepada Rasulullah SAW, hadir arahan kepada orang-orang mukmin mengenai etika untuk menyimak Al-Qur’an ini dan etika dzikrullah, dengan disertai peringatan untuk mengontinukan dzikir tersebut serta tidak melalaikannya. Karena para malaikat yang tidak pernah salah saja selalu berdzikir, bertasbih dan bersujud, apalagi manusia yang banyak salah itu seharusnya tidak perlah melupakan dzikir, tasbih dan sujud.

“Dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya lah mereka bersujud.” (203-206)

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (199-201)

Ambillah sikap memaafkan yang memudahkan terhadap akhlak manusia dalam bergaul dan berteman, janganlah engkau menuntut kesempurnaan dari mereka, janganlah bebani mereka dengan akhlak yang berat, dan maafkanlah segala kesalahan, kelemahan dan kekurangan mereka.

Semua itu berlaku dalam hubungan personal, bukan dalam akidah dan kewajiban syar’i. Karena di dalam akidah Islam dan syari’at Allah tidak ada toleransi. Dengan demikian kehidupan akan berjalan dengan mudah dan ringan. Karena melupakan kelemahan manusiawi, bersikap santun dan toleran terhadapnya merupakan kewajiban orang-orang yang besar dan kuat terhadap orang-orang yang kecil dan lemah.