Kemudharatan Salah Siapa?

Kepahitan yang datang dalam ujian kehidupan terbagi menjadi dua. Yang pertama, kepahitan yang dirancang Allah untuk meningkatkan derajat keimanan kita. Sebagaimana tercantum dalam Al Quran surat Al Ankabut ayat 2-3 “Dan manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan : “kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? – Dan sesungguhnya Allah telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.”

Dan yang kedua, kepahitan sebagai buah dari perbuatan buruk dan dosa–dosa kita sendiri, sebagaimana dalam Al Quran An Nisaa’ ayat 79 “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.”

Dalam Al Quran surat al Ankabut ayat 4 difirmankan “Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput (dari azab) Kami? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu.”

Sehingga, balasan paling minimal dari Allah atas dosa-dosa kita adalah dijadikan hatinya yang gelisah dan perasaan tidak tenang sehingga selalu tersiksa menjalani kehidupan.

Namun adab terhadap hak Allah itu mengharuskan agar kejahatan, keburukan, itu dinisbatkan kepada hamba. Sebagaimana ditunjukkan dalam firman Allah dalam mengajak manusia supaya bersikap adab terhadap hak-Nya: Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri … (QS An Nisa’: 79) Dikatakan bahwa Yang Memberi mudarat itu ialah Dzat yang berasal dari-Nyalah segala kebaikan, kejahatan, dan kemudaratan, dan itu semua dinisbatkan kepada Allah SWT; baik dengan perantaraan malaikat, manusia, benda-benda mati, maupun tanpa perantara.

Di dalam Al-Quran Surat Yunus ayat 107: Jika Allah menyentuhkan sesuatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sentuhan Allah dalam kepahitan Itu merupakan sentuhan rahmat, bukan benci, supaya kita sadar atas kurang taatnya kepada Allah. Walaupun lahirnya taat, tapi seringkali hati belum taat kepada Allah SWT. Dan hanya Allah SWT yang kemudian kuasa untuk menghilangkan kemudharatan itu, tanpa kepahiatan.

Jangan menyangka apabila terkena racun yang menyebabkan bahaya itu racunnya, melainkan racun hanya menjadi jalan saja.

Jika suatu kejadian menjadikan hati kembali kepada Allah, maka akan mendapat berbagai fadhilah, seperti bergugurannya dosa yang selama ini tidak tertebus.

Bisa menyadari perlindungan Allah itu rahmat. Banyak yang Allah selamatkan di balik kejadian yang menyakitkan tersebut. Ketenangan batin menghadapi ujian bukanlah sesuatu yang murah. Ujian itu bisa menjadi jalan untuk menjadi orang yang haqqul yaqin kepada Allah.

Allah SWT menyentuhkan sesuatu, seperti ayat di atas, yang dirasa tidak mengenakkan, itu sesungguhnya adalah sebagai rahmat. Kita tidak boleh su’udzon kepada Allah atas ketentuan takdir-Nya. Tak perlu ada pertanyaan mengapa ini demikian getir rasanya, karena memang kita tidak bisa melihat makna dari sentuhan itu. Hal itu terjadi mesti karena penglihatannya orientasi duniawi belaka, hati belum bersih, tidak kembalinya hati kita kepada Allah. Sudah, bagi kita, tidak ada lagi su’udzon. Sebab ia selalu melihatnya sebagai kemahabaikan Allah. Kebaikan Allah tidak bisa terlihat di balik musibah, sepanjang masih ada selain Allah SWT sebagai sumber dari mudharat itu yang menyebabkannya selalu merasa berat menerima kenyataan itu.

Harusnya kita bangun dari kesalahan kita yang telah terjadi, yang menyebabkan Allah menyentuhkan musibah. Pasti ada rahasia Allah di balik semua kejadian. Namun, perlu digarisbawahi bahwa semua keburukan yang kita alami tidak boleh dinisbahkan kepada Allah. Allah memakai kata jika untuk menyentuhkan. Terjadi dengan ijin Allah karena diundang oleh keburukan kita.

Kenapa orang tidak sukses terbukanya hati, karena dia masih melihat makhluk sebagai sebab. Mereka sesungguhnya sebagai alat-alat Allah saja yang digerakkan oleh-Nya. Allah yang mengijikannya, dan tidak dinisbahkan oleh kita.

Supaya hati kita bersih, dan disukai Allah, maka di hati tidak boleh ada tandingan selain Allah yang menjadi tumpuan harapan, karena Allah yang menciptakan dan mengurus kita. Allah menyukai hamba-Nya menjadi bersih. Jangan dulu lihat wayang, tapi lihat dalangnya. Mulai sekarang kita harus melihat Allah SWT di balik semua yang ‘menyentuh’ kita. Jangan sampai seperti kebanyak manusia yang banyak sengsara karena menzalimi diri sendiri.

Allah menyentuh dengan kemurahannya, kasih sayangnya, sedangkan kita bertahan dengan kebusukan hati dengan tidak sabar, suudzon, atau kelakuan dosa lainnya. Mendekat kepada Allah ia hanya basa basi.